Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Yang Kau Merasa Tinggi Karenanya Kini Terasa Rendah Adanya


Siapapun kau, pasti pernah merasa tinggi. Dirimu terasa tinggi saat dihadapkan dengan mereka yang lebih rendah darimu. Dan kau berusaha meninggi kala bersama manusia yang kau anggap jauh lebih tinggi atasmu.

Kau pun terus meninggi dan mendaki jauh lebih tinggi. Tapi, di saat kau dalam ketinggian, kerap kali rendahnya lembah tak pernah kau hiraukan. Padahal ketinggianmu hanya terasa karena rendahnya lembah yang ada di ujung sana. 

Tanpanya lembah kau takkan pernah teranggap tinggi, kau pun takkan pernah pula merasa tinggi. Tapi, mengapa kau tak anggap jasa para lembah di sana. Memang begitu kecilnya mereka yang berserakan di betangan lembah saat kau lihatnya dari ketinggianmu, tapi kecilnya mereka bukanlah ayat akan hinanya mereka. Karena kecil bukanlah kadar mutlak akan sebuah kehinaan. Dan begitu banyaknya yang kecil, namun ia termuliakan adanya. Bukan hanya karena kecilnya saja, tapi karena nilai yang terkandung di dalamnya.

Bukankah saat kau mendaki dan menaiki ketinggian, kau menapaki lereng-lereng dan pegunungan. Kau pun menyadari bahwa setiap yang kau tapaki bukanlah milikmu, pula kau mengerti bahwa sewaktu-waktu apa yang kau tapaki bisa menggelincirkan dan menjatuhkanmu.

Dan saat kau telah sampai di ketinggian, kau terlihat begitu bebas dan lepas. Kerap kali kau berteriak lantang, mengira kau sudah jauh dari lembah dan tak satupun yang merasa terganggukan. Padahal, pepohonan begitu terganggu oleh ulah dan sikapmu, tapi ia hanya terdiam, membisu dan tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menatapmu dan menerima perlakuan anehmu.

Ingatlah kawanku, ketinggianu karena adanya lembah di bawah sana. Dan siapa yang menjaminmu, bahwa kau takkap pernah terjatuh sama sekali. Dan saat kau terjatuh, kau pun akan menggulung ke bawah ke arah lembah, hal yang mustahil kau akan menggulung naik ke atas dan meninggi. Di saat kau terpuruk karena jatuhmu, tandu pun akan membawamu ke lembah. Dan ia tak mungkin mengantarmu ke puncak lagi.

Kini, kau tinggal di lembah lagi. Berbaur dengan mereka yang dulu kau anggap sampah berserakan. Kau hanya tertunduk, kau hanya memelas, dan kau terus berharap senyuman mereka. Keterpurukanmu saat ini karena jatuhmu telah meraibkan asamu yang dulu terus meninggi. Ya, karenanya kau kini tak mampu berbuat apa-apa. Kau pun merasa lebih buruk dari mereka yang mengelilingimu. 

Roman mereka memang tetap ceria, senyum tulusnya pula terus tertebarkan, hal itu karena mereka telah terbiasa dan itulah hidupnya. Namun, di tengah keceriaan mereka. Kau tertatap begitu murungnya, terlihat betapa sedihnya, dan terkesan tak kuasa untuk hidup sepertinya.

Itu karena kau terbiasa dalam ketinggian, tapi tak pernah mau merasa dalam kelembahan. Dan saat jatuhmu menggulungmu ke lembah, kau pun merasakan pahit yang lebih daripada mereka yang terbiasa di kelembahan. 

Dan, kini ibu kota membuktikannya. Harta benda dan kekayaan yang kau banggakan atau yang telah membuatmu merasa tinggi karenanya, kini terasa rendah adanya. Kau hanya berfikir diri dan keluargamu terselamatkan. Dan kau tak mau berfikir akan harta dan kekayaan yang tertenggelamkan oleh banjir kiriman. 

Dalam sekejap semua milikmu yang kau anggap berharga telah raib tenggelam. Padahal untuk mendapatkannya kau perlu berlipat tahun bermasa lamanya. Tapi sekarang hanya dalam kejapan ia terhanyutkan.

Allah masih kariim atasmu, karena apa yang dulu kau banggakan masih ada harapan untuk bisa dipakai kembali, pula tidak semuanya yang kau miliki raib, rusak atau hancur karena air banjirnya.

Tapi, kau bisa bayangkan apa yang lebih dari itu. Jika Allah berkehendak mendatangkan banjir yang lebih besar lagi, maka tak satu pun harta benda atau kekayakan yang bisa kau selamatkan lagi. Semua itu bisa hancur dan lenyap dalam sekali semburan saja, semua itu bisa raib hanya dalam satu sapuan saja.

Maka, masihkah kau banggakan itu semua di hadapan manusia. Pantaskah kau terus meninggi atau berusaha meninggi di depan mereka hanya karenanya. Akankah kau tetap menatap kecilnya mereka yang bertaburan di lembah.

Adanya tinggimu karena adanya mereka. Tetaplah berbijak dan bersahaja dengan mereka. Karena kebijakan dan kebersahajaanlah yang akan menjadikanmu tetap baik dan terpuji di saat mereka menatapmu dalam ketinggian.

Dan setiap musibah atau kejadian, pasti terkandung di dalamnya ibroh [ pelajaran ] dan pesan mulia dari Sang Maha Lembut, yaitu Allah Ta'ala atas seluruh umat manusia.

Wallohu a'lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog