Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Mata Picek Kuping Budeg


Saya pribadi sangat bersyukur kepada Allah dan mengapresiasi perkembangan dakwah ahlus sunnah di bumi pertiwi ini yang semakin pesat. Hal ini seiring semakin banyaknya anak negeri yang menimba ilmu syar'i di timur tengah, tanah yang menjadi sumber terpancarnya dakwah al-haq ke seluruh penjuru dunia.

Pula tak lepas dari andilnya KSA [ Kerajaan Arab Saudi ] yang sangat besar dalam mempermudah generasi muda islam di seantero dunia untuk menuntut ilmu syar'i di negerinya,termasuk generasi muda indonesia. Bukan sebatas itu, KSA juga membuka cabang Universitas Islam Ibnu Saud di beberapa negeri, termasuk Indonesia dengan beasiswa penuh, yakni LIPIA [ Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab di Jakarta ].

Ini adalah nikmat dan kemudahan yang Allah karuniakan untuk kaum muslimin, khususnya umat islam di bumi pertiwi ini.

Mahasiswa LIPIA dan timur tengah berperan besar dalam merubah peta dakwah tanah air yang terus tercerahkan. Kalau saya amati, semua kalangan umat islam dengan embel-embelnya tanpa terkecuali tertampung dalam satu wadah kampus LIPIA, entah dari NU, Muhamadiyah, persis, al-wahdah, atau kalangan salafiyin, ataupun yang lainnya.

Inilah prinsip LIPIA yang saya amati dalam menanamkan ilmu syar'i kepada generasi muda islam tanpa melihat latar belakang mereka, karena semua adalah umat islam,  semua harus memahami islam yang sesungguhnya, dan melatih sikap berbijak mereka dalam masalah khilafiah mu'tabaroh.

Tapi beberapa tahun terakhir ini, perjalanan dakwah di negeri ini terus terusik bisingnya tahdzir, saling sikut antar kelompok, saling merasa kelompoknya paling benar, guru atau ustadznya paling bersih dan harus dibela mati-matian, dan seterusnya.

Dan tema mengkritisi manhaj ust fulan, atau manhaj si fulan, atau manhaj pondok maupun ma'had tertentu menjadi booming dan paling ramai diperbincangkan, entah di media sosial, seperti fb, twitter, blog, atau media lainnya yang tersedia di dunia maya. Tak sebatas itu, dalam dunia nyata pun tak kalah ramainya, entah yang tertulis dalam buku, majalah, buletin, atau juga yang dibincangkan dalam majelis pengajian, diskusi, atau sekedar obrolan biasa.

Inilah tema yang sekarang banyak penggemarnya dan suka muncul para komentator dadakan yang selintas menjadi pejuang dan pembela manhajnya. Tapi yang lebih parah, pembahasan mereka hanya saling lempar ludah dan tuduhan, saling serang sana sini, yang ujung-ujungnya mengorek-orek kejelakan, koreng atau borok lawannya yang kemudian disebar di mata umum, yang penting lawannya jatuh dan terkubur menurutnya.

Ini adalah fakta yang sangat membisingkan dan membosankan, seolah manhaj fulan menjadi justifikasi masuk atau tidaknya ia ke dalam surga. Padahal kalau saya perhatikan, pemahaman mereka akan manhaj masih cetek dan sempit, tapi perbedaan sedikit saja akan sunnah yang sebenarnya masih wajar dalam syariat, ia anggap telah keluar dan menyimpang dari manhaj yang benar.

Misalnya, dulu waktu saya masih belajar di Ma'had Imam Syafi'i, para Asatidzah dibuatkan seragam mengajar oleh pihak Yayasan dengan bahan bercorak batik dan celana panjang. Selang beberapa hari munculah sentilan-sentilan yang tak layak tertutur, seperti emang ust. Fulan manhajnya apa kok pake batik gak pake jubah atau gamis, gak nyunah tuh. Awas hati-hati dengan Ma'had itu, para Ustadznya pake batik dan peci item, manhajnya dipertanyakan tuh, dan seterusnya.

Coba lihat, gara-gara batik atau penci hitam mereka dianggap tak bermanhaj lurus, menyimpang, gak nyunah, atau tuduhan lainnya. Dan tidak sebatas itu, kejelekan atau borok para Asatidzah dan pondok pun ikut dioker-oker yang kemudian disemprotkan ke kalayak ramai, akhirnya masyarakat pun banyak yang tergosip, ikut curiga, benci dan akhirnya menjauh darinya, semua hanya bermodal gosipan tanpa tabayun [ klarifikasi ] dan tanpa tahu duduk permasalahannya.

Beginilah jadinya umat ini, terkotak-kotak dan saling merasa menang sendiri, gak mau akur dan menganggap yang lainnya bukan ahlus sunnah, dianggapnya ahlu bidah yang tak perlu di sapa dan bergaul dengannya. Ya itulah pemahaman cetek mereka dan ilmunya yang mentah tapi dipaksakan matang sebelum waktunya.

Saya jadi teringat nasihat Mudir saya [ Ust. Asmuji Muhayyat Lc ] dulu kala masih di pondok yang tak luput pula kena tahdzir, " semua itu terjadi karena beda pendapatan dan bukan karena beda pendapat, entah pendapatan sisi finansial atau para pengikutnya. "

" Semua tambah parah karena masing-masing tidak terima dengan tuduhan yang diarahkan ke dirinya, ia pun sibuk saling serang, tuduh, bantah, dan diperparah para murid-muridnya atau yang simpatisan ikut numbrung berkoar, seakan menjadi pembela gurunya.

Sebenarnya hal itu bisa diminimalisir jika masing-masing tahan diri dan memegang erat prinsip MATA PICEK KUPING BUDEG [ mata buta kuping tuli ], yakni jangan tanggapi ucapan dan tuduhan mereka dengan balik menyerang dan menuduhnya dengan kejelekan, nanti ia akan lelah sendiri. Kita jawab mereka dengan kiprah dan hasil anak didik kita " tegasnya.


Wallohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog