-
RAHASIA DI AKHIR TASYAHUD
Sukses, ternyata tidak lepas dari kecerdikan dalam memilah dan memanfaatkan kesempatan, apapun bentuk kesuksesan itu. Sehingga memerankan strategi yang baik sangatlah penting dalam kehidupan seorang muslim.
-
SAATNYA AKU TIADA LAGI BERMIMPI
Hunian super mewah di dunia belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hunian yang Allah sediakan di surga. Untuk memilikinya pun bukanlah mimpi, bahkan seorang mukmin yang paling miskin pun bisa meraihnya, dan hal itu bukanlah perkara yang mustahil.
-
HAK-HAK ANAK TERHADAP ORANG TUA
Hak-hak anak bagi orang tua ibarat biji-bijian yang hendak ditanamnya. Apabila biji-bijian ini ketika sebelum maupun setelah ditanamnya diperhatikan dan dirawat dengan baik, niscaya ia akan menjadi tanaman yang subur dan menghasilkan buah yang baik lagi banyak.
-
DOSA-DOSA PACARAN
Cukuplah bagi kita, khususnya orang tua atau mereka yang di bawah tangannya tergenggam amanah akan pendidikan maupun perkembangan anak-anaknya, bahwa fakta maupun realita yang kerap terdengar dan menjadi santapan sehari-hari kita menunjukkan akan buruknya akibat dari sebuah pacaran.
Saat Umur Tersiakan
Kali Pesanggrahan meluap, warga jakarta terbanjiri, salah siapa ?
Keberkahan Ilmu Yang Terkikis
Dan inilah manfaat agama ini sebagai agama nasihat. Mengingatkan yang lalai, meluruskan yang tersimpang, menyemangati yang lemah, mengajak kembali yang berlebih, dan menghibur yang galau.
Hargailah Buku-Bukumu
Bara Sebuah Dosa Kala gundah gelisah yang tiada henti
10 Alasan Enggan Menulis
Sebenarnya Allah sangatlah bermurah terhadap hamba-hamba-Nya, betapa tidak, beragam instrumen telah terberikan saat kita terlahirkan ke dunia sebagai bekalnya, pendengaran, penglihatan, perasaan, hati, pikiran, dan seterusnya. Semua itu termaksud agar mereka mengetahui keagungan Rabbnya dan bersyukur dengannya.
Tapi, masih banyak juga yang enggan menulis, menulis yang positif yang tertebar darinya beragam kemanfaatan bagi yang lain, apa saja yang melatarbelakangi mereka enggan menulis,berikut beberapa alasan keengganan dan kemalasan untuk menulis:
[ 1 ] Menulis adalah rutinitas yang membosankan
Tidak sedikit orang beranggapan bahwa menulis adalah hal yang membosankan, membuat bete dan jenuh suasana. Betapa tidak, karena menulis itu butuh waktu, konsentrasi, menyendiri, duduk bermenit-menit bahkan berjam-jam di depan layar komputer, notebook, tablet, hp, atau hanya untuk menggoyang-goyangkan pena dan berselancar di atas kertas, terlebih jika tema yang hendak ditulisnya masih ngambang, tambah lama dan bete lagi.
Karena saat itu, ia harus kerja ekstra mencari referensi teoritis atau faktual, bertanya atau membaca, browser di internet atau kitab-kitab klasik, atau yang lainnya. Ini sangatlah membosankan, jenuh, bete, apalagi waktunya akan habis hanya demi mengurusi satu tema yang masih remang-remang.
Itulah anggapan mereka, bebas saja kok beropini dan basa basi, tapi saya katakan bahwa mereka yang berkata semacam itu hanyalah orang-orang lembek, bermental krupuk [ yang disiram air langsung mlempem ], bukan pekerja keras, suka yang instan [ termasuk mie instant ], tak bermental juara, lebih memilih jadi objek daripada subjek, suka lepas tanggung jawab, dan seterusnya.
Justru di saat dirinya tertuntut mencari referensi dan bahan-bahan untuk menopang tema-nya, di kala itu pula kamu sedang bekerja keras untuk belajar, mengembangkan diri dan kemampuan, mengolahragakan otak agar tak terpikunkan kelak, melatih kedisiplinan pribadi dan manajemen waktu, semakin produktif karena banyak yang terpikirkan dan harus terrampungkan, dan banyak lagi kemanfaatan yang terpetik saat kau terus tersibukan dengan ilmu dan hal-hal yang berfaidah lainnya.
[ 2 ] Moodku mandeg saat memulai menulis.
Juga, banyak yang beralasan demikian, lagi enak-enaknya menulis, menuangkan apa yang terpikirkan, tiba-tiba moodnya mandeng di tengah jalan, tema-nya buntu, otak pun tak kunjung mampu mengais-ngais isi tema yang tersisa atau bahasa yang akan terangkainya. Akhirnya ia pun mandeg [ berhenti ] pula dari menulisnya, pena di lemparnya, kertas tergulung-gulung lusuh, tinta pun menjerit terpenjarakan lagi.
Setelah itu, ia lari mencari hiburan, nonton tv kek, goyonan lawakan kek, dengerin musik kek, ngegame kek, pokoknya yang bisa membenamkan stres atau betenya. Tujuannya tema terlupakan, putus cintalah dengannya, dan memilih hidup tanpa terbebankan, tanpa terkesalkan, tanpa terpusingkan, dan tanpa ter .... lainnya.
Lagi-lagi, hal di atas adalah cermin orang yang lemah, lemah cita-citanya, lemah himah [ keinginan dan semangat ] nya, lemah daya juangnya, dan lemah segalanya.
Benar, saat kita menulis kalanya mood lancar dan kalanya mengangguk-angguk bak kehabisan bensin, bahkan mandeng pet alias mogok tak mau jalan sama sekali. Kita maklumi, dan saya akui sendiri sering dan sering terhinggapi olehnya, tapi itulah seni dalam menulis, hampa rasanya menulis tanpa terlewati olehnya, sepi rasanya menulis lurus-lurus saja, dan justru hal itu seharusnya membuat kita lebih bersemangat, tidak ngantuk, lebih agresif layaknya kita naik bus melewati lintasan pegunungan yang berkelok-kelok sembari termanjakan hijaunya pemandangan, kalau meluncur di jalan bebas hambatan [ tol cipularang misalnya ] dipastikan ngantuk dan terpulas tidur.
Begitulah seni dan uniknya dunia menulis, semakin sering menulis semakin tipis mendung mood yang meliputi otakmu,alah bisa karena biasa kata pepatah.Penasaran! Silakan coba sembari ngeteh dan mendoan angetnya.
[ 3 ] Merasa tak memiliki bakat
Bakat [ sifat dasar, kepandaian, dan pembawaan yang dibawa dari lahir ] seseorang dengan yang lainnya tiadalah sama, dan begitulah dinamika hidup manusia, begitu juga dengan binatang. Kita memaklumi seorang berkata, saya gak berbakat menulis, bakatku bervokal. Saya gak bakat ini, tapi itu.
Dengan alasan inilah ia enggan menulis, menjauh dari dunia tulis menulis, dan bercukup diri dengan perasaan yang terada, karena dipandangnya sesuatu yang terkerjakan tanpa bakat terasa susah lagi berat, meski hal itu kecil.
Perasaan atau anggapan itu sangatlah berimbas pada himah [ keinginan dan semangat ] seseorang, banyak yang terjebak dan terperosok akibat lubang di jalanan saat malam, padahal cahaya lampu di sekeliling begitu terang menyinari, itu tersebab negative thinking yang telah mengelabuhi pikiran, atau tak terbiasa jalan itu terlalui olehnya, dan ia pun tak tahu mana yang berlubang dan yang tidak.
Menulis pun demikian, siapa yang sering berselancar di dalamnya, ia akan tahu beragam gelombang, semakin sering semakin mulus meluncur dan asyik menyenangkan. Bakat menulis ibarat bumbu masak, sekedar menambah lezat makanan, tapi ingat bahwa bumbu-bumbu itu bisa kita pelajari dan terpraktekkan, memasak lezat pun bisa kita racik dari tangan kita sendiri.
Kita boleh bergumam, aku tak berbakat menulis, lantas menjauh dari aktivitas menulis, dan mandeng terhenti tanpa mau mencoba, tapi ingat bahwa sesuatu bisa kita pelajari dan dikembangkan, termasuk menulis, meski awalnya susah dan hasilnya terasa hambar, itulah namanya belajar.
Banyak yang berfikir menulis itu pekerjaan sepi, karena ia harus penuh konsentrasi, duduk menyendiri, berfikir, dan mengembangkan topik tulisan. Intinya menyita waktu, konsentrasi dan menguras kerja otak. Sedangkan kebanyakan orang tidak suka demikian. Ditambah bahwa menulis tak bisa diandalkan untuk membiayai hidup dan keluarga, kasarnya tak bisa menjadi adalan meraup uang. Hanya mereka yang sangat berbakat dan terbiasa dengan dunia menulis yang membuat tulisannya laku terjual dan menghasilkan uang.
Ini adalah persepsi yang keliru. Temanku satu kampus, hasan al jaizy pernah berargumen super sekali, kurang lebihnya ia berkata, membaca dan menulis bukanlah tujuan akhir, siapa yang menjadikan membaca adalah tujuan akhir, maka orang gila yang duduk di pinggir jalan sembari membaca koran, ia dikatakan telah membaca, entah paham atau tidak, dan siapa yang menjadikan menulis adalah tujuan akhir, maka saat kamu menulis dengan bahasa yang tak kamu pahami, kamu dikatakan telah menulis, membaca adalah alat untuk mengumpulkan maklumat [ ilmu. informasi dan pengetahuan ], sedangkan menulis adalah cara untuk menebarkan maklumat yang terpunya.
Oleh karena itu, menulis dengan niatan utama meraup uang darinya adalah keliru, menulis sebagai lahan bisnis tidaklah terpuji, karena orientasi ini akan membenai dirinya, akan mengurangi keikhlasan, dan akan melemahkan himah kala karya tulisnya tak laku terjual di pasaran.
lihatlah riwayat hidup para ulama terdahulu, berpuluhan ribu lembar telah ditulisnya, beratus-ratus jilid telah tertebalkan oleh ilmu yang ditulisnya, tapi mereka tak pernah berniatan menjual dan menjajakan kitab-kitab hasil karya tulisnya. Mereka hanya bermaksud menebarkan ilmu dan maklumat apa yang terpunya. Dengan keikhlasan itulah seluruh umat bisa merasakan keberkahan ilmu mereka dari kitab-kitab yang ditulisnya. Mereka telah lama mati, tapi ilmu dan pemikiran mereka akan terus hidup bergenerasi masanya.
Jadikanlah menulis untuk menebar ilmu dan kebaikan, jangan jadikan ia sebagai alat menumpuk harta dan uang, dengan niatan ikhlasmu saya yakin kamu akan semakin asyik dan menikmati indahnya berselancar dalam dunia tulis menulis.
" SD saja saya gak lulus, sekarang kerjaan saya juga srawutan, kadang buruh bagunan, kadang buruh tani, atau yang lainnya, ya sedapetnya, terus apa yang mau saya tulis ", jawab si ube saat ditanya si aping teman sekelas waktu duduk di bangku SD yang sekarang menjadi mahasiswa di salah universitas ternama di jakarta. Ini sekedar ilustrasi fiktif, tapi maknanya nyata.
Tak susah kita dapati jawaban serupa dengan yang dituturkan si abe saat kita bertanya, kenapa kamu gak berminat dengan dunia menulis ? Terlebih jika pertanyaan itu ditujukan kepada mereka yang berpendidikan rendah, atau tak pernah mengenyam pendidikan formal sama sekali. Inti jawaban dan alasan mereka bisa dikatakan sama, bahwa menulis itu hanya pekerjaan kaum intelek, terpelajar, berpendidikan, atau kaum cendekiawan.
Ini adalah alasan terbesar dan mendasar keengganan mereka [ yang berpendidikan rendah atau tak pernah bersekolah sama sekali ] untuk terjun dalam dunia menulis. Sebenarnya alasan di atas tak seluruhnya bisa diterima, memang rata-rata bahkan mayoritas tulisan adalah buah karya tangan-tangan kaum terpelajar yang bergelut dalam dunia pendidikan bermasa lamanya.
Tapi, dunia pendidikan, baik negeri atau swasta, tingkat dasar atau perguruan tinggi, tidaklah sepenuhnya menjamin bahwa yang pernah mengenyamnya akan tertarik dan menggeluti dunia menulis. Lihatlah, berapa banyak lulusan sarjana yang senang dengan menulis, tidak sedikit mereka yang merasa sulit mengungkapkan sesuatu lewat tulisan, tak jarang bahwa menulis menjadi momok bagi mereka, dan beragam alasan pun terlontar dari lisannya.
Menulis bukanlah milik mutlak kaum terpelajar, menulis adalah hak semua orang, ia tak memandang strata sosial, ekonomi, budaya, ruang dan waktu. Siapa saja berhak menulis, sampai orang gila atau mereka yang tergila-gila pun memiliki hak sama dalam dunia menulis. Karena menulis adalah proses penerjemahan [ alih bahasa ] apa yang terbenam dalam alam pikiran dan batinnya tercetak dalam bentuk bahasa tulisan yang bisa ditangkap dan termaksud oleh yang lainnya.
Jadi, tidak ada alasan lagi kengganan untuk menulis. Tukang becak, penjual sayuran, pedagang buah-buahan, pedagang kaki lima, buruh tani, buruh bangunan, pemulung, atau siapa saja yang tiada pernah duduk di bangku sekolah, terlebih bangku kuliah harus tersulut gemar dalam menulis.
Selama kau masih bisa berbicara, mendengar, melihat, memiliki hati, perasaan dan asa, selama itu pula kau sangat bisa untuk menulis. Tulislah apa saja yang terasa, terdengar, terlihat, teralami, atau terpikir, tapi awalilah tulisanmu itu dengan niatan baik, berbagi maklumat, kebaikan dan kemanfaatan terhadap sesama.
[ 8 ] Sibuk berbisnis atau berniaga, Tak ada waktu untuk menulis
Banyak pula mereka beralasan bahwa sempitnya waktu yang terpunya membuatnya meninggalkan dunia tulis menulis. Entah karena tersibukan oleh dunia bisnis, niaga, atau bentuk profesi lainnya.
Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang terpelajar, banyak pengalaman, kenangan, ilmu, dan mimpi yang sangat bermanfaat dan sumber motivasi yang lain. Alangkah baiknya jika semua itu ia tuangkan dalam tulisan, terekam dalam coretan-coretan tangan yang akan menggugah dan merubah hidup orang lain. Karena dengan ketersibukannya itu teriring beribu pengalaman dan jejak sejarah hidupnya yang sarat nilai, pelajaran dan makna bagi yang lain. Tanpa tulisan, maka semua itu akan terlebur sejalan leburnya jasad yang termakan usia.
Kalau kita menilik lebih jauh, justru para penulis ulung yang terkenal karena karyanya yang best seller adalah orang-orang yang super sibuk. Entah ia seorang pembisnis, rohaniawan, peniaga, dosen, politikus, pengamat, peneliti, atau yang lainnya. Bahkan semakin sibuk aktivitasnya, semakin berbobot dan banyak karya-karya yang ngantri harus tertuliskan.
Demikian juga para ulama terdahulu, yang akan dan selalu terkenang nama dan karya-karyanya, mereka adalah sosok insan super sibuk, sampai waktu tidurnya pun sering tergadai hanya demi menjaga ilmu dan pemikirannya tetap eksis dan bisa termanfaatkan kelak oleh generasi lain sesudahnya, meski raganya telah hancur bercampur tanah.
Kesibukan profesi bukanlah alasan meninggalkan dunia menulis, justru kesibukan itu adalah modal berharga untuk berbijak dengan waktu, menantang dirinya pandai dalam memanajemen waktu yang terpunya, juga menjadi modal berharga yang sarat objek yang harus ditulisnya.
Menulislah sekarang, terlebih wasilah untuknya jauh lebih mudah dari zaman ulama dahulu, kau bisa menulis di mana saja, kapan saja, dalam kodisi apapun, termasuk saat kau sakitpun, kini kau telah dimudahkan dengan beragam wasilah yang ada. Tinggal mau atau tidak!
Tidak sedikit teman-teman para mahasiswa yang merasa kesulitan dalam menulis, mereka menulis saat ada tugas kuliah untuk membuat laporan penelitian, artikel diskusi, tugas akhir kuliah [ skripsi, tesis, disertasi ] atau yang semacamnya. Itupun terdasari atas keterpaksaan karena alasan demi mendapat nilai atau kelulusan.
Mungkin kalau pihak kampus memberi kebebasan kepada mahasiswanya, tidak ada laporan observasi tertulis, atau tugas bahan diskusi tertulis, atau tugas akhir kuliah, bisa jadi mereka tak pernah menulis artikel selembar pun dalam periwayatan hidupnya. Lho wong ada tugas yang menuntut dirinya untuk menulis, tak jarang dari mereka hanya sekedar copas fullsreen dari tulisan orang lain, mereka hanya menambah atau mengurangi sedikit isi tulisa agar terlihat sebagai hasil karya tangannya sendiri.
Copas selama menyertakan sumber referensi sebenarnya tak masalah, karena inilah bagian adab dalam menulis dan bentuk amanah ilmiah, tapi yang menjadi masalah ialah copas fullscreen dan mengklaim bahwa itu adalah tulisannya, disamping termasuk bentuk pencurian ilmu [ plagiat ], perbuatan tersebut sangat tidaklah mendidik, dan selamanya akan membuat dirinya tak mampu menulis meski hanya sebuah artikel pendek.
Ada juga yang lebih miris lagi dari kasus di atas, banyak mahasiswa yang hanya main beres, yang penting tugas selesai. Maka mereka pun tak susah payah menyuruh orang lain untuk mengerjakan tugas dengan imbalan yang semestinya.
Kasus semacam ini sudah tak asing lagi di kalangan mahasiswa. Akhirnya munculah para sarjana-sarjana gadungan yang setelah lulusnya tak bisa berbuat apa-apa bagi masyarakat, termasuk menulis pun mereka merasa kesulitan.
Inilah sisi negatif dari kebiasaan buruknya, alasan gak pede pun menjadi senjata utamanya, dan berbicara dianggapnya jauh lebih enak dan mudah dari menulis, memang inilah kenyatannya. Padahal berbicara dan menulis itu tak jauh berbeda, menulis adalah bentuk lain berbicara yang tak bersuara yang hanya tertuang dalam tulisan, tapi sama-sama membawa makna yang termaksud alias bisa dipahami. Berbicara jauh lebih mudah dari menulis, maka muncul istilah bersilat lidah karena lisan tak bertulang. Sementara jari jemari bertulang, jadi gak semudah lisan untuk bersilat dalam menuangkan isi hati atau pikiran.
[ 10 ] Watak dan sifat dasar yang keras.
Alasan lain seseorang enggan menulis adalah wataknya yang keras, tak mudah tergugah dan terinspirasi oleh yang lainnya. Sebenarnya secara keilmuan dan kecerdasan dirinya termasuk kategori mumpuni. Ilmu terpunya, cerdas pun ada. Tapi, karena wataknya dari awal tidak gemar menulis, ia pun tak membiasakan diri banyak menulis. menulis dilakukannya hanya bersifat insidental kalau ada tugas yang mengharuskannya menulis, dan itupun dikerjakannya hanya sederhana atau ala kadarnya.
Kalau urusannya terpusar pada watak yang keras membatu, sulit rasanya menanamkan persepsi dalam dirinya akan urgensi dari banyak menulis. Karena watak adalah sifat dasar bawaan sejak lahir, dan untuk merubah atau menanamkan sebuah persepsi positif dalam dirinya tidaklah mudah, tapi butuh waktu dan intensitas yang berlebih. Termasuk menanamkan kebiasaan untuk menulis.
Memang menulis tidaklah semudah yang dibayangkan, meski hanya sekedar menulis puisi atau pengalaman hidupnya. Terlebih jika watak dasarnya sudah tak suka dengan dunia menulis. Tapi perlu di ingat bahwa sesulit apapun dan sebanyak apapun alasan keengganan untuk menulis, kemanfaatan menulis takkan pernah berkurang dan lari dari mereka yang terus bekerja keras untuk belajar menulis dan menjadikannya sebuah rutinitas hariannya.
Biasakanlah menulis, meski hanya sekedar dua atau tiga paragraf dalam seharinya. Semakin sering menulis, seiring itu pula semakin banyak manfaat yang didapat dan semakin mudah serta indah bahasa penulisannya. Enyahkanlah beragam alasan yang telah disebutkan sebelumnya. Menulislah semata-mata untuk belajar, mengembangkan diri dan pikiran, serta sebagai wadah untuk berbagi ilmu atau maklumat kepada sesama.
Beberapa point dalam tulisan ini [ 10 alasan enggan menulis ] terinspirasi oleh tulisan I Ketut suweca tentang alasan enggan menulis yang di posting di link komunitas penulis [ www. kompasiana. com ]. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan siapa saja yang membacanya, serta menjadi motivasi agar lebih giat lagi menekuni dunia tulis menulis.
10 Manfaat Menulis
Banyak sekali manfaat menulis, di antaranya :
[ 1 ] Mencegah kepikunan.
Menulis erat sekali kaitannya dengan kerja otak. Sebagaimana tubuh membutuhkan olahraga, dan hati butuh ibadah, otak juga butuh olahraga. Dan olahraga otak dengan melatihnya terus berfikir positif.
Bagaimana agar otak tetap berfikir positif, diantaranya dengan membiasakan menulis, mengungkapkan apa yang terpikirkan lewat tulisan, dengan kebiasan inilah otak terus bekerja, terlebih jika menulis sebuah tulisan ilmiah, otak akan lebih bekerja lagi dalam mengumpulkan beragam referensi untuk menjadi sebuah tulisan.
jika terus demikian. Maka otak tidak akan pikun nantinya, tidak menjadi pelupa di saat tua, karena ibarat pedang, semakin sering diasah dan digunakan, ia semakin baik dan tajam, begitu pula dengan otak kita.
[ 2 ] Instrumen perekam jejak sejarah.
Menulis adalah satu dari sekian banyak instrumen perekam jejak sejarah, dan wasilah ini yang paling banyak tersebar dan mudah di dapat, kita mengenal kehidupan para nabi, ulama salaf, orang-orang besar, asal usul suatu negeri, dan yang lainnya adalah lewat tulisan.
Jika Kita hendak merekam sesuatu, cukuplah tuangkan lewat tulisan. Inilah cara klasik yang takkan pernah tergantikan oleh apa pun, menulis dan tulisan akan selalu ada dan akan tetap ada.
Tersebarnya beragam madzab fiqih di belah dunia adalah lewat tulisan dan kerja keras para ulama dalam membukukan pendapat dan argumen mereka lewat menulis, tanpa usaha keras para ulama untuk menulisnya, mungkin kita takkan pernah mengenal pemikiran-pemikiran mereka.
Sudah hal maklum bahwa kekuatan otak mengingat sesuatu sangatlah terbatas, dan satu-satunya jalan mengabadikan apa yang pernah terpikiran, terlebih sebuah ilmu yang bermanfaat bagi yang lain adalah lewat menulis, sampai manusia-manusia super jenius pun tak melewatkan hal ini, semisal imam bukhori, imam muslim, imam ahmad, imam malik, ibnu hajar, imam thobari dan yang lainnya, mereka tak cukup hanya mengandalkan kekuatan hafalan dan ingatan dalam menebarkan ilmunya, tapi diperkuat lagi lewat tulisan.
Dan mereka sangat paham, mengandalkan hafalan dan ingatan hanya terbatas pada usianya, dan di saat usia berakhir, berakhir pula manfaat ilmu yang selama ini dimilikinya. Adapun tulisan akan terus memberikan manfaat yang lain sampai bergenerasi banyaknya meski sang penulis sudah lama tiada terkubur dalam tanah. Tulisan ini ibarat dirinya masih hidup, terus menjadi guru dan bisa menebarkan ilmunya pada yang lain.
[ 4 ] Media dakwah yang sangat bermanfaat.
Tulisan adalah salah satu media dakwah yang sangat bermanfaat dan daya sebarnya sangat luas, terlebih di zaman berteknologi canggih seperti sekarang ini. Kita bisa menulis sebuah ilmu, dan sesaat itu pula tulisan kita bisa dibaca dan terambil faidahnya oleh mereka yang tinggal jauh di benua lain.
Jadikanlah menulis sebuah rutinitas keseharian, media dakwah tanpa harus terjun langsung ke objek dakwah, baik menulis di atas kertas atau di lembaran-lembaran dunia maya. Dan menulis ini akan melengkapi usaha dakwah kita di masyarakat, karena hasil menulis berupa ilmu-ilmu yang terbukukan baik di dunia nyata atau dunia maya masih bisa dimanfaatkan mereka di rumahnya masing-masing, dibaca, ditelaah, disimpulkan, dan bisa menjadi bahan diskusi langsung saat ngaji bersama guru-gurunya.
Menulis adalah media dakwah yang tak boleh di tinggal oleh mereka para dai, para penyeru kebenaran dan kebajikan. Dengan menulis berarti anda sedang mencetak dan membina asistenmu, setelah engkau tiada, hasil tulisanmu semasa hidupnya, dialah yang akan menjadi asisten dan penggantimu untuk menbarkan ilmu-ilmu yang kau miliki.
Belajar bukanlah hanya mendengar dan membaca. Tidak lengkap rasanya belajar tanpa menulis. Kurang lengkap rasanya ilmu yang terpunya kosong dari menulis. Lihatlah kisah hidup para ulama salaf, para ulama kontemporer, para dosen dan ustadz, orang-orang besar dan para pemimpin di dunia, sampai orang tersibuk pun dalam bisnis dan niaga, hidup mereka tak lepas dari menulis.
Menulis adalah media belajar, dengan menulis akan mendorong dan menuntut kita menyerap, menggali dan mengumpulkan informsi sebanyak-banyaknya untuk menopang tema yang hendak ditulisnya, baik informasi yang bersifat teoritis atau berupa fakta-fakta yang terjadi.
Saat mencari dan mengumpulkan informasi inilah kita sebenarnya sedang tenggelam dalam dunia belajar, sedang mengasah dan pempertajam otak juga pikiran, sedang mengembangkan diri jua meningkatkan kemampuan, sedang belajar bijak dan santun dalam berfikir.
[ 6 ] Menulis akan membuat hidup produktif dan usia tak terbuang sia.
Banyak orang beranggap menulis membosankan, hidup tak berseni dan hanya milik mereka yang suka menyendiri. Ini adalah anggapan yang keliru dan sangat keliru sekali. Hanya mereka para pemalas, orang-orang bodoh, para pengglamor dunia, dan orang gila atau tergila-gila yang beropini dan beranggap bodoh seperti itu.
Justru dengan menulis membuat hidup lebih produktif, usia lebih bermanfaat tak terbuang sia-sia. Dengan menulis wawasan terus bertambah, detik-detik hayatnya terisi sesuatu yang bermanfaat bagi diri dan orang lain, langkah dan akivitasnya tak kan terbuang ke perkara yang tiada manfaat sama sekali, karena dirinya tersibukkan oleh beragam informasi, fakta, wawasan, ilmu, pengetahuan, penelitian, pengamatan, observasi, survai yang harus tergali dan terkumpulkan sebagai referensi bahan yang akan ditulisnya.
Anda bisa bedakan dengan mereka yang hidupnya hanya gurauan, bermain-main, sekedar jalan-jalan, berpesta foya-foya, berglamor dengan dunia hiburan dan jenaka. Apa yang mereka dapatkan? Apa yang dapat mereka berikan! Apa manfaat yang terbagikan? Apa kebaikan dan adakah perubahan positif yang terzahirkan dari hati mereka? Saya yakin ada bisa menjawabnya sendiri. Dan itu lebih objektif dalam pandangan saya.
[ 7 ] Menulis akan membentuk pribadi yang bijak dan santun.
Dengan menulis kepribadian si penulis akan semakin bijak dan santun. Karena ia telah belajar banyak dan akan terus belajar di saat dirinya terus mengembangkan tulisannya. Ia bukan hanya belajar dan mengambil faidah ilmu secara mentah-mentah, tapi Ia juga banyak belajar dari gaya bahasa dan format tulisan yang menjadi referensi tulisannya.
Dengan alasan inilah dirinya harus banyak belajar gaya dan model penulisan yang bagus dan santun dari orang lain, dan dengannya ia harus terus berbijak dan santun dalam menulis, semua itu agar tulisannya bermanfaat dan berbekas bagi yang lain. Dan sikap bijak atau santun yang ia zahirkan dalam tulisan, juga akan berpengaruh pada pribadi dan sikap kesehariannya. Saat itu, ia bukan hanya belajar dari tulisan orang lain, ia pun banyak belajar dari ilmu yang selama ini ia tuliskan.
Dengan menulis seseorang akan berfikir dan terus berusaha mengembangakan pemahamannya dan kemampuan dirinya. motivasi inilah yang akan mendobrak dirinya menemukan ide-ide baru, karena di saat ia terjun dalam dunia tulis menulis, dirinya terus tertantang membuat gebrakan baru untuk menelurkan ide-ide dan gagasan teranyarnya.
Ide-ide baru hanya terhasilkan dari mereka para pemikir yang aktif, terus belajar dan bekerja keras mengembangkan kemampuan berfikirnya. dan dengan jalan menulis inilah ide-ide anyar itu akan terus bermunculan dan tersebarkan.
Oleh karena itu, berusahalah menulis apa yang terpikirkan, apa yang terlihat, apa yang terdengar, apa yang terasakan, apa yang terbaca, dan terbagikan dari orang lain. karena besar itu tiada tanpa adanya yang kecil, dan tingginya gunung bermula dari tumpukan pasir dan kerikil-kerikil, dan hamparan sahara adalah kumpulan pasir-pasir, dan bentangan sabana yang hijau adalah gabungan rerumputan yang indah.
Begitu juga sebuah ide atau gagasan, ia akan terus ada dan terkembangkan, dan ide yang besar pasti terawali oleh ide yang kecil, dan ide yang sepektakuler pasti tertumbuh dari ide yang biasa-biasa sebelumnya. semua terkaitkan dan tak terpisahkan, hanya kemalasan, sombong dan keengganan lah yang menjadikan ide-ide jumud, beku dan tak teranyarkan. menulislah, dan ide-ide baru pasti akan terus bermunculan di benak kalian, menulislah, dan ide-ide baru pasti akan mengantri untuk tertuliskan.
[ 9 ] Menulis adalah salah satu media komunikasi yang terbaik.
Menulis bisa dijadikan sebagai media komunikasi yang terbaik, berapa banyak para ulama menuliskan ilmunya dalam kitab yang berjilid-jilid, berapa banyak para motivator membukukan gagasannya dalam bentuk tulisan, berapa banyak para pujangga mecoretkan tinta-tinta hikmahnya di lembaran kertas, berapa banyak para pemimpin dunia menyebarkan propanganda kekuasaannya lewat tulisan, dan masih banyak ... yang berapa banyak mereka mempengaruhi orang lain lewat tulisannya.... tergugah, tergerak, termotivasi, dan terbawa dalam perubahan setelah membaca sebuah tulisan.
Menulis adalah media komunikasi kita dengan orang lain, media untuk menyampaikan apa yang kita inginkan, menyebarkan apa yang kita gagaskan, dan mengajak orang lain serta menggiring mereka untuk ikut berfikir dan berkembang.
Dengan menulis kita pun bisa membuat orang lain menangis, terharu, tertawa, tersenyum, tersadar dari lalainya, dan tergugah untuk bangkit menjadi baik dan semangat. dan agar tulisan yang kita tulis benar-benar berbekas dan bermanfaat bagi yang lain, menjadi sebuah media komunikasi yang baik, awalilah tulisan itu dengan niatan yang baik pula, semata-mata mengharap pahala dan keridhaan-Nya, bukan malah tujuan dunia agar tekenal, terkenang, tersanjung, dan tujuan-tujuan semu lainnya.
[ 10 ] Menulis akan melatih diri siap dikritik dan dievaluasi oleh yang lain serta melatih pemecahan sebuah masalah.
Menulis adalah media untuk menelurkan gagasan, menyampaikan ide-ide, dan mengkisahkan apa yang terpikirkan. di saat gagasan dan ide-ide itu tersebarkan dan terbaca oleh kalayak ramai, di saat itulah beragam opini akan muncul, entah itu setuju, atau berupa penegasan, atau ketidaksetujuan, berupa batahan atau sanggahan.
Saat itulah pikiran akan terlatih dalam menerima kritik dan evaluasi orang lain, apakah yang ia gagaskan atau ide yang tersampaikan benar atau tidak, sesaat itu pula ia akan terdorog untuk mencari pemecahan masalah, menggali dan mengumpulkan dalil-dalil dan opini pendukung akan kebenaran apa yang ia gagaskan dan ide yang tersampaikan.
Dari sinilah dirinya akan terus terlatih untuk bersikap kritis, aktif, dan berusaha mengembangkan diri dan kemampuannya. inilah proses belajar yang akan terus menuntut dirinya untuk belajar dan belajar. inilah manfaat dari menulis, dan tidak ada yang terlihat dari seringnya menulis kecuai kemanfaatan yang banyak dan faidah yang besar yang akan terpetik darinya.
Dan masih banyak sekali manfaat dari seringnya menulis, apa yang saya sampaikan di atas hanyalah sebagian kecilnya, besar harapan semoga berfaidah dan banyak memberikan manfaat serta menjadi motivasi bagi yang lain untuk menghidupkan dan membiasakan diri dalam dunia tulis menulis.
wallahu a'lam bishowab
[ Banyak ] yang terpuji
Masalah ini terkait erat dengan adat kebiasan atau perkara yang mubah, tapi berujung ibadah, terlebih dari asalnya ia memang sebuah ibadah yang jelas-jelas bernilai pahala.
Kau Kah Bidadari Surga
Wahai puteri cantik tersenyum manis
Menebar aroma semerbak katsuri
Dalam lilitan gaunmu yang halus
Rapih menarik yang begitu sejuk
Saat rindumu dalam penantian
Sesaat setelah kepergianku
Dalam pengembaraan dunia
Memikul tanggung jawab dan kewajiban
Dan rindumu semakin bertambah
Untuk bercengkerama dan bercinta
Kau yang anggun penuh santun
Berdiri lembut di samping pintu
Menyambut kedatanganku
Saat senja ufuk menguning
Dengan cahaya yang lembut
Membelai halusnya permadani
Dari wajahmu
Terpancar aura keceriaan
Pandangan rindu dan kasih sayang
Senyuman manis yang mengalir tulus
Dalam bingkai-bingkai keridhaan
Sungguh….
Ia telah membenamkan keletihanku
Mengendurkan otot-otot ini
Mengalirkan kesejukan rasa
Dalam qolbu yang tadinya panas
Sungguh….
Ia telah menjadikan jiwa ini
Dalam semangat dan hidup baru
Bagai mentari terbit dikala pagi
Dan salju yang menyelimuti
Di atas gunung-gunung raksasa
Sungguh….
Ia tahu siapa dirinya
Dan mengerti akan diriku
Dalam sedih dan duka
Saat senang penuh ria
Dan tatkala dirundung gundah gelisah
Ia terus di sampingku
Menemani dalam kondisi apapun
Ia tetap dalam ridha kepadaku
Meskipun kefakiran menghiasiku
Semua demi keridhaan-Nya
Mangga Besar, 01 Nopember 2010