Sebagian orang,
terlebih orang jawa jelas tiada terasa asing dengan kalimat “ jarkoni.“ namun
bagi orang yang tiada mengerti bahasa jawa, mayoritas mereka – jika tidak bisa
terkatakan semuanya – tidaklah tahu apa itu jarkoni.
Jarkoni sebenarnya
singkatan dari [ Bisa ngajar ora bisa nglakoni ], dalam ungkapan lainnya ;
berkata tanpa mau berbuat, mengatakan sesuatu yang kau tak mau mengamalkannya,
atau berdakwah dan mengajak manusia kepada kebaikan, namun dirinya sendiri tak
mau mengamalkannya, atau melarang dari sesuatu, tapi malah dirinya sendiri
adalah orang pertama yang melanggar larangan itu.
Banyak manusia
yang terbanyang-banyangi oleh kalimat jarkoni dan terhantui olehnya dalam
menebar kebaikan. Terlebih secara syara’, perbuatan jakroni memiliki
konsekuensi ancaman keras dari Allah.
Allah berfirman
;
يا أيها الذين آمنوا لم تقولون ما لا
تفعلون كبر
مقتا عند الله أن تقولوا ما لا تفعلون
[ Wahai
orang-orang yang beriman ! mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan ? [ itu ] sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mangatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan ] [ QS. Ash-Shaff ; 2-3 ]
Jarkoni secara
asal dan mutlaknya adalah buruk dan tercela adanya. Di samping adanya ancaman
dari Allah berupa perbuatan yang sangatlah dibenci di sisi-Nya. Jarkoni juga
tercela secara adat kebiasaan masyarakat, ia juga menunjukan lemahnya komitmen
diri si tukang jarkoni. Sampai anak-anak pun bisa merasakan akan buruknya
sebuah jarkoni dan sangatlah benci terhadap si tukang jarkoni, karena ia hanya
bisa mengatakan dan menyuruh orang lain, namun dirinya sendiri enggan untuk
melakukannya.
Dan lebih buruk
dan tercela lagi, di saat jarkoni menjadi sebuah hantu yang terus
membayang-bayangi dan menghantuimu untuk menebar dan membentangkan kebaikan dan
manfaat kepada orang lain.
Betapa banyaknya
manusia yang tertahan dari menebar kebaikan hanya karena terbayangi kalimat
jarkoni.
Dan berapa
banyaknya kebaikan dan faidah yang tertahan dan tetap tersembunyi dari tangan
dan raga manusia, jika masing-masing mereka hanya mau menebar kebaikan setelah
kuasanya untuk mengamalkannya.
Jika manusia
seluruhnya berprinsip “ Baru mau berdakwah, mengajak dan menebar kebaikan
kepada orang lain setelah dirinya mampu untuk mengamalkannya, “ maka tiada
manusia pun yang mau menebar kebaikan, dan tak satu pun kebaikan dan manfaat
terdulang oleh manusia. Karena tiadalah manusia yang sempurna dan terlepas dari
keburukan, melainkan mereka para Nabi dan Rasul yang telah dijaga oleh Allah
dari beragam keburukan dirinya.
Janganlah jarkoni
menjadi hantu yang akan menjerumuskanmu ke dalam keburukan lainnya. Dan
memenjarakan kebaikan dalam dirinya dan enggan berbagi untuk orang lain adalah
sebuah keburukan dan sangatlah tercela.
Adapun yang
terburuk dan sangatlah tercela, ialah di saat kau mengatakan sesuatu, namun
tiadalah tekad dan hasrat sedikitpun dalam hatimu untuk berusaha mengamalkan
apa yang kau ucapkan. Itulah sejatinya sebuah jarkoni yang tercela, menjadikan
si pelakunya berdosa dan berhak mendapatkan maqtan [ kebencian ] di sisi Allah.
Namun di saat
dalam hatimu tertumbuh tekad dan hasrat kuat untuk berusaha mengamalkan apa
yang kau tuturkan, maka tiadalah tercela apa yang kau lakukan. Justru kau akan
meraup pahala, pahala akan tekad dan kesungguhanmu untuk mengamalkan apa yang
katakan, dan pahalamu karena menjadi jembatan bagi kebaikan orang lain.
Bahkan jika hati
manusia tergugah dan tertumbuh untuk mengamalkan kebaikan yang tertebar dari lisanmu, maka
selama orang itu mengamalkannya, selama itu pula pahala akan terus mengalir
kepadamu. Dan jikalau yang tersisa darimu hanyalah sebuah nama di antara
manusia tanpa adanya jasadmu yang terpampang di hadapannya, kau pun akan tetap
mendulang aliran pahala darinya selama mereka mengamalkan kebaikan yang
tertebarkan dari lisan dan usahamu semasa hidupmu.
Bukankah
Rasulullah telah bersabda ;
من
سن في الإسلام سنة حسنة، فله أجرها، وأجر من عمل بها بعده، من غير أن ينقص من
أجورهم شيء
[ Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik dalam islam, maka
baginya adalah pahala dan pahala dari orang yang mengamalkannya setelahnya, di
mana pahala mereka itu tidak akan berkurang sedikitpun karenanya ] [ HR.
Muslim ; 1017 ]
Beliau juga bersabda ;
من دل على خير فله مثل أجر فاعله
[ Barangsiapa yang menunjukan ke jalan kebaikan, maka baginya
adalah pahala seperti pahala yang telah mengamalkannya ] [ HR. Muslim ;
1893, Abu Dawud ; 5129, At-Tirmidzi ; 2671 ]
Maka, jadilah kau dan aku salah satu jembatan hidayah dan
kebaikan bagi manusia lainnya, dan buanglah jauh-jauh hantu jarkoni dari dalam
benakmu, karena jika kau menuruti perasaan buruknya jarkoni, maka tiadalah
pernah kau untuk menebar kebaikan dan mendulang pahala darinya. Berbagilah
menurut kadar ilmu dan kemampuan yang terpunya, dan teruslah bertekad untuk
mengamalkan apa yang tertutur dari lisan dan jemarimu.
Ketahuilah bahwa hidayah itu adalah milik Allah, sementara
lisan dan raga kita hanya sebuah benang atau jembatan yang akan menyambungkan
hidayah itu dengan hati manusia.
Allah berfirman ;
ليس عليك هداهم ولكن
الله يهدي من يشاء
[ Bukanlah kewajibanmu [ Muhammad ] menjadikan mereka
mendapatkan petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang
Dia kehendaki ] [ QS. Al-Baqarah ; 272 ]
Wallohu a’lam bishowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar