Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Hantu Jarkoni


Sebagian orang, terlebih orang jawa jelas tiada terasa asing dengan kalimat “ jarkoni.“ namun bagi orang yang tiada mengerti bahasa jawa, mayoritas mereka – jika tidak bisa terkatakan semuanya – tidaklah tahu apa itu jarkoni.

Jarkoni sebenarnya singkatan dari [ Bisa ngajar ora bisa nglakoni ], dalam ungkapan lainnya ; berkata tanpa mau berbuat, mengatakan sesuatu yang kau tak mau mengamalkannya, atau berdakwah dan mengajak manusia kepada kebaikan, namun dirinya sendiri tak mau mengamalkannya, atau melarang dari sesuatu, tapi malah dirinya sendiri adalah orang pertama yang melanggar larangan itu.

Banyak manusia yang terbanyang-banyangi oleh kalimat jarkoni dan terhantui olehnya dalam menebar kebaikan. Terlebih secara syara’, perbuatan jakroni memiliki konsekuensi ancaman keras dari Allah.

Allah berfirman ;

يا أيها الذين آمنوا لم تقولون ما لا تفعلون  كبر مقتا عند الله أن تقولوا ما لا تفعلون

[ Wahai orang-orang yang beriman ! mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ? [ itu ] sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mangatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan ] [ QS. Ash-Shaff ; 2-3 ]

Jarkoni secara asal dan mutlaknya adalah buruk dan tercela adanya. Di samping adanya ancaman dari Allah berupa perbuatan yang sangatlah dibenci di sisi-Nya. Jarkoni juga tercela secara adat kebiasaan masyarakat, ia juga menunjukan lemahnya komitmen diri si tukang jarkoni. Sampai anak-anak pun bisa merasakan akan buruknya sebuah jarkoni dan sangatlah benci terhadap si tukang jarkoni, karena ia hanya bisa mengatakan dan menyuruh orang lain, namun dirinya sendiri enggan untuk melakukannya.

Dan lebih buruk dan tercela lagi, di saat jarkoni menjadi sebuah hantu yang terus membayang-bayangi dan menghantuimu untuk menebar dan membentangkan kebaikan dan manfaat kepada orang lain.

Betapa banyaknya manusia yang tertahan dari menebar kebaikan hanya karena terbayangi kalimat jarkoni.
Dan berapa banyaknya kebaikan dan faidah yang tertahan dan tetap tersembunyi dari tangan dan raga manusia, jika masing-masing mereka hanya mau menebar kebaikan setelah kuasanya untuk mengamalkannya.

Jika manusia seluruhnya berprinsip “ Baru mau berdakwah, mengajak dan menebar kebaikan kepada orang lain setelah dirinya mampu untuk mengamalkannya, “ maka tiada manusia pun yang mau menebar kebaikan, dan tak satu pun kebaikan dan manfaat terdulang oleh manusia. Karena tiadalah manusia yang sempurna dan terlepas dari keburukan, melainkan mereka para Nabi dan Rasul yang telah dijaga oleh Allah dari beragam keburukan dirinya.

Janganlah jarkoni menjadi hantu yang akan menjerumuskanmu ke dalam keburukan lainnya. Dan memenjarakan kebaikan dalam dirinya dan enggan berbagi untuk orang lain adalah sebuah keburukan dan sangatlah tercela.

Adapun yang terburuk dan sangatlah tercela, ialah di saat kau mengatakan sesuatu, namun tiadalah tekad dan hasrat sedikitpun dalam hatimu untuk berusaha mengamalkan apa yang kau ucapkan. Itulah sejatinya sebuah jarkoni yang tercela, menjadikan si pelakunya berdosa dan berhak mendapatkan maqtan [ kebencian ] di sisi Allah.

Namun di saat dalam hatimu tertumbuh tekad dan hasrat kuat untuk berusaha mengamalkan apa yang kau tuturkan, maka tiadalah tercela apa yang kau lakukan. Justru kau akan meraup pahala, pahala akan tekad dan kesungguhanmu untuk mengamalkan apa yang katakan, dan pahalamu karena menjadi jembatan bagi kebaikan orang lain.

Bahkan jika hati manusia tergugah dan tertumbuh untuk mengamalkan  kebaikan yang tertebar dari lisanmu, maka selama orang itu mengamalkannya, selama itu pula pahala akan terus mengalir kepadamu. Dan jikalau yang tersisa darimu hanyalah sebuah nama di antara manusia tanpa adanya jasadmu yang terpampang di hadapannya, kau pun akan tetap mendulang aliran pahala darinya selama mereka mengamalkan kebaikan yang tertebarkan dari lisan dan usahamu semasa hidupmu.

Bukankah Rasulullah telah bersabda ;

من سن في الإسلام سنة حسنة، فله أجرها، وأجر من عمل بها بعده، من غير أن ينقص من أجورهم شيء

[ Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik dalam islam, maka baginya adalah pahala dan pahala dari orang yang mengamalkannya setelahnya, di mana pahala mereka itu tidak akan berkurang sedikitpun karenanya ] [ HR. Muslim ; 1017 ]

Beliau juga bersabda ;

من دل على خير فله مثل أجر فاعله

[ Barangsiapa yang menunjukan ke jalan kebaikan, maka baginya adalah pahala seperti pahala yang telah mengamalkannya ] [ HR. Muslim ; 1893, Abu Dawud ; 5129, At-Tirmidzi ; 2671 ]

Maka, jadilah kau dan aku salah satu jembatan hidayah dan kebaikan bagi manusia lainnya, dan buanglah jauh-jauh hantu jarkoni dari dalam benakmu, karena jika kau menuruti perasaan buruknya jarkoni, maka tiadalah pernah kau untuk menebar kebaikan dan mendulang pahala darinya. Berbagilah menurut kadar ilmu dan kemampuan yang terpunya, dan teruslah bertekad untuk mengamalkan apa yang tertutur dari lisan dan jemarimu.

Ketahuilah bahwa hidayah itu adalah milik Allah, sementara lisan dan raga kita hanya sebuah benang atau jembatan yang akan menyambungkan hidayah itu dengan hati manusia.

Allah berfirman ;

ليس عليك هداهم ولكن الله يهدي من يشاء

[ Bukanlah kewajibanmu [ Muhammad ] menjadikan mereka mendapatkan petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ] [ QS. Al-Baqarah ; 272 ]

Wallohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog