Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

  • RAHASIA DI AKHIR TASYAHUD

    Sukses, ternyata tidak lepas dari kecerdikan dalam memilah dan memanfaatkan kesempatan, apapun bentuk kesuksesan itu. Sehingga memerankan strategi yang baik sangatlah penting dalam kehidupan seorang muslim.

  • SAATNYA AKU TIADA LAGI BERMIMPI

    Hunian super mewah di dunia belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hunian yang Allah sediakan di surga. Untuk memilikinya pun bukanlah mimpi, bahkan seorang mukmin yang paling miskin pun bisa meraihnya, dan hal itu bukanlah perkara yang mustahil.

  • HAK-HAK ANAK TERHADAP ORANG TUA

    Hak-hak anak bagi orang tua ibarat biji-bijian yang hendak ditanamnya. Apabila biji-bijian ini ketika sebelum maupun setelah ditanamnya diperhatikan dan dirawat dengan baik, niscaya ia akan menjadi tanaman yang subur dan menghasilkan buah yang baik lagi banyak.

  • DOSA-DOSA PACARAN

    Cukuplah bagi kita, khususnya orang tua atau mereka yang di bawah tangannya tergenggam amanah akan pendidikan maupun perkembangan anak-anaknya, bahwa fakta maupun realita yang kerap terdengar dan menjadi santapan sehari-hari kita menunjukkan akan buruknya akibat dari sebuah pacaran.

KALA ASATIDZAH BEDA PENDAPATAN


Selintas saya teringat akan nasihat Mudirku [ Ust. Asmuji Muhayyat. Lc ] kala saya masih mondok di Ma'ad Ali Imam Syafi'i Cilacap dan ingin sekali mengangkatnya dalam status kali ini. Petuah orang yang sepuh, baik dalam hal usia, pengalaman, ilmu agama, dan lainnya sangatlah berbekas dalam hati dan begitu berharga. Hal ini memang begitu terasa oleh saya pribadi, karena memang beliau [ Ust. Asmuji Muhayyat. Lc ] benar-benar sepuh [ tua ] dalam hal usia, luas pengalamannya, dan mendalam ilmunya.

Petuah beliau bukanlah petuah yang disampaikan secara resmi akan santri-santrinya, melainkan nasihat itu tertutur kala senda guraunya dengan beliau, tapi demikianlah seda gurau beliau yang berbobot dan berfaidah sekali bagi kita. Dulu saya merasa biasa saja dengan petuah beliau, tapi sekarang saya merasa terfaidahkan dengannya dan terasa perlu untuk saya bagikan ke teman-teman yang lain.
Share:

TIARA [ Hati dalam Rasa ]


Kerap kali kita terpesona akan indahnya taman bunga, tertegun takjub kala tergelitik warna warninya, terhela nafas panjang saat aroma wangi menyeruak menyusup dua lubang hidung.

Pula dengan mudahnya hati berbunga-bunga bagai taman yang penuh keriangan. Kedua kaki pun tak hentinya menyusuri setiap tapak yang menyelinap di antara tetamanan. Dan seterusnya ....

Bunga, tidak semua bunga atau kembang itu beraroma wangi, meski warnanya begitu indah menarik. Pula tidak semua aroma wangi tertebar dari putik kembang yang berwarna warni. 
Share:

OTAK-OTAK atau OTAK ATIK


Mungkin ada yang berfikir- terutama para pengagung akal - bagaimana tangan, kaki, mata atau anggota tubuh lainnya akan bersaksi di hadapan peradilan Allah atas apa yang diperbuatnya di dunia ?

Bagaimana semua itu mempersaksikan tanpa lisan terpunyakan ? Dengan apa perbuatan diomongkan tanpa suara terdengarkan ?

Katanya pengagung akal, pendewa akal, kenapa akal tak terkuraskan sepenuhnya untuk berakal, seharusnya keterbiasaan mengotak atik akalnya akan semakin tahu jawabannya, bukan malah akalnya menjadi otak otak ikan. Tambah matang dan enak dimakan jadinya.
Share:

Keangkeran Belantara Bima [ 7 ] : Suara Mistik Misterius


Kali ini keduanya benar-benar ketakutan sekali. Tangannya menggigil bukan karena hawa dingin, tapi karena gemetar rasa takutnya yang telah menguasai sekujur tubuh. Suara itu mirip kuntilanak yang tertawa mengikil.

” Hi hi hi hi … Hi hi hi hi …. Hi hi hi hi …. “

Dalam dinginnya malam yang menyelimuti belantara, rintikan gerimis yang juga tak kunjung reda, dan gemetar tubuh keduanya karena dingin tercampur takut, tiba-tiba kedua mata mereka terkejutkan oleh gerakan semak-semak yang menjadi sumber suara mistis itu.
Share:

Keangkeran Belantara Bima [ 6 ] : Gua Si Mama Tua


Sesaat Imam berfikir dan bergeming, " apakah pohon besar itu yang diceritakan oleh pak tua sebelumnya, atau bisa-bisa pohon yang ada dalam cerita itu sudah
mati, kan cerita itu sudah lama,hampir sepuluh tahun masanya. "

Perasaan Imam masih kalut, bimbang bercampur takut. Seusai mencuci kedua kaki dari wudlunya, ia menoleh ke belakang dan menatap ke arah Agus
yang dari awal hanya terduduk diam di atas batu yang ada di bantaran kali. 

Sorot cahaya senter menembus rintikan lembut gerimis malam. Sembari mententeng senternya, Agus kemudian beranjak dari duduknya dan menghampiri Imam yang terlihat menggigil ringan.
Share:

Keangkeran Belantara Bima [ 5 ] : Perpisahan Dengan Pak Tua


Tangan pak tua mengusap dahinya yang dipenuhi cucuran air keringat. Ia begitu terlihat lelah dan haus. Botol jerigen kecil berisi air minum di samping keranjang diambilnya. Pak tua belum juga menjawb, iya masih menenggak beberapa air dari jerigen yang berwarna putih lusuh, saking lamanya dipakai.

Pak tua menghela nafas panjang, ia melihat roman muka Agus yang masih terlihat begitu penasaran akan kelanjutan ceritanya, " memang, setelah kejadian itu yang hampir sepuluh tahun tradisi warga pinggir belantara mulai terkikis, mereka sudah tidak memberi sesaji lagi setiap jum'at kliwonnya, banyak diantara mereka sudah tidak percaya lagi akan takhayul yang selama ini diyakininya, tapi sebagian lainnya masih kental dengan ritual semacam itu "
Share:

Cerita Pak Tua [ 4 ]


Imam melipat dan mengangkat celana hitam yang penuh coretan tanah lempung sebatas lututnya. Ia kemudian melompat ke arah batu besar yang terkelilingi batu-batu kecil. Sesaat bola matanya menatap tajam jauh ke semak-semak di sebrang kali. Menerawang ke angkasa yang masih dalam gelapnya tertutup mendung tebal. 

Tapi, suasana kali jauh lebih terang terakibat tak adanya dedaunan rindang menutupinya. Pandangan pun bisa terhanyut lepas ke arah tumpukan bebatuan yang berserakan tapi terkesan artistik, atau semak-semak yang menyusur di sepanjang bantaran kali, atau pepohonan di atas bukit yang menyiman ribuan misteri. Semua terdiam membisu, atau terenyuh melihat tarian air kali dan gerimis yang menepuk-nepuk bebatuan kali. 

Saat Imam baru saja berkenalan dengan air kali, dan hendak mengambil air wudlu, tiba-tiba ingatannya terbesit pada cerita pak tua itu. Saat bertemu rombongan kemah, pak tua yang sedang mencari pakan kambing di sekitar semak-semak pinggir jalan setapak pernah bercerita kepada dirinya.

" Maaf, nak. Rame-rame emang pada mau ke mana ? " tanya pak tua kepada Imam yang berjalan paling belakang bersama Agus di antara rombongan teman-temannya.
" Pada mau kemah pak, tapi masih mencari tempat yang bagus dan tidak jauh dari kali " jawab Imam.

" Kamu ke arah utara saja, di sana ada kali berbatu yang airnya lumayan deras, tapi tempat itu sudah masuk wilayah Brebes " tegas pak tua sembari mengumpulkan rumput-rumputnya ke keranjang.

" Tempatnya mudah di jangkau gak pak ? " tanya Imam yang kedua kalinya.

" Ya lumayan, ada jalan setapak kok yang mengarah ke situ, hanya saja semak-semak besar akan sedikit menghambat perjalananmu, karena setahu saya jalan setapak itu sudah usang dan jarang dilewati " jawab pak tua.

" Lo emang dulunya belantara ini sering di kunjungi masyarakat sekitar belantara ya pak ! " tanya Imam yang semakin penasaran.


" Iya, dulu banyak warga yang pergi ke daerah situ, awalnya mereka hanya mencari kayu bakar atau rumput untuk pakan kambing atau sapi, tapi saat ada salah satu warga yang hilang dan sampai sekarang belum ditemukan jejaknya, padahal sudah hampir sepuluh tahunan, warga pinggir belantara mengkramatkan beberapa tempat di kali itu, usut punya usut katanya yang hilang seorang perempuan tua " kata pak tua sedikit bercerita.

" Wah, kedengarannya angker juga kali itu, terus apa setelahnya yang terjadi pak ? " sela Agus yang mulai merinding menyimpak cerita pak tua.

" Semenjak si perempuan tua diketahui menghilang, warga pun berbodong-bondong mencarinya, siapa tahu ia masih hidup, dan kalau ia sudah mati paling tidak tertemukan jasadnya. Warga memang langsung menyusuri kali dan semak-semak di sepanjang bantaran kali, karena sebelum si perempuan tua itu pergi, ia berpamitan kepada anaknya akan mencari rempah-rempah di sekitar kali untuk membuat jamu. Itu kata anaknya saat melapor ke pak Kadus perihal ibunya yang sudah sehari semalam belum pulang. Hampir tiga harian usaha warga nihil. Mereka justru menemukan gua kecil yang kental dan beraroma mistik di seberang kali. Gua itu dipenuhi semak-semak di sekelilingya, di atasnya tertumbuh pohon raksasa yang mirip pohon beringin, hawanya terasa dingin sekali, sementara mata gua terlihat hitam menatap tajam meski dilihatnya dari kejauhan. " tegas pak tua melanjutkan ceritanya.

" wah, serem banget pak ! Emang sebelumnya gak ada yang pergi ke daerah gua itu pak ? " tanya Imam yang juga tambah penasaran.

" Banyak kok warga yang pergi ke bantaran kali, termasuk daerah sekitar gua, hanya saja gua itu baru terlihat dan dirasa oleh warga semenjak kejadian hilangnya si perempuan tua itu, menurut mereka itu sangat aneh dan mengagetkan, sepengetahuan mereka pohon besar yang mirip beringin itu sering dilewatinya, tapi baru kali itu mereka melihat guanya. Dan semenjak itulah pohon itu dikeramatkan warga pinggir belantara. Tak luput mereka membuat sesajian setiap jumat kliwonnya. Mereka menaruh harapan agar si penunggu pohon tak lagi murka. Sejak itulah warga menyebut pohon besar itu sebagai pohon keramat si mama tua. " jawab pak tua yang masih sibuk mengumpulkan rumput-rumputnya ke keranjang.

" Terus, kok sekarang jalan setapak itu jarang dilewati dan semakin tertutupi semak-semak, emang sudah gak ada warga yang memberi sesaji ke mama tua ? " tanya Agus yang sedikit berlaga kritikus.

Tangan pak tua mengusap dahinya yang dipenuhi cucuran air keringat. Ia begitu terlihat lelah dan haus. Botol jerigen kecil berisi air minum di samping keranjang diambilnya. Pak tua belum juga menjawb, iya masih menenggak beberapa air dari jerigen yang berwarna putih lusuh, saking lamanya dipakai.
Share:

Di Bantaran Kali [ 3 ]


Imam dan Agus terus menyusuri jalan setapak yang licin akibat kebasahan rintikan gerimis yang masih menemani perjalanan mereka berdua. Kebasahan bukan karena mimpi indah lho ! Suara gemricik derasnya air kali semakin kuat terdengar, keduanya sedikit terhibur. Jalan setapak semakin menurun lagi terjal, Agus pun terpaksa melepas sandalnya, berharap kaki-kakinya lebih kuat mencakram ke tanah sehingga tak terpeleset. Sementara Imam tetap memakai sandalnya. 

Ternyata jalan setapak itu semakin membias, ilalang dan semak-semak lain terlihat menyelimuti jalan di depannya, Imam berfikir, " mungkin jalan ini buntu! ". Agus pun berfirasat sama. 

" Gus, gimana nih, kayaknya jalannya buntu ? " tanya Imam kepada Agus.
" iya nih, padahal kali sudah dekat rasanya, kamu denger kan suara air kali itu ? " jawab Agus.

" iya, dari suaranya kali itu pasti di balik semak-semak yang menutupi jalan, dah kita terobos aja semak itu daripada harus muter cari jalan lain " tegas Imam.

Keduanya memberanikan diri hendak menerobos semak-semak raksasa yang menggunung di hadapannya. Baru saja melangkah sekali, " sreeet bluug ". Imam terpeleset dan jatuh meluncur ke arah semak raksasa.
" kwk kwk kwk " suara tawa Agus yang lepas saat melihat Imam berakrobat di depannya.

Sesaat rasa takut mereka terbang melayang, yang terasa hanyalah kelucuan dan tawa yang tak tertahankan. Imam pun beranjak berdiri di bawah sorotan cahaya senter yang terarah dari tangan Agus. Keduanya memutuskan tetap menerobos semak raksasa yang sudah di depan matanya. 

" srak srak srak " kedua tangan Imam membelah semak-semak yang hampir menutupi tubuh mereka berdua. Sementara Agus hanya menekan tombol senter dan mengarahkan cahaya ke depan semak yang hendak di belahnya.

Agus mengelus dada, " alhamdulillah, sampai juga kita mam " kata Agus saat melihat air mengalir deras di antara bebatuan gunung yang besar-besar. Imam dan Agus terhenti langkahnya di pinggir semak bantaran kali, mereka harus berjuang lagi turun ke kali karena bantaran kali yang terjal. Beruntung tidak terlalu tinggi, sekitar satu meter memaksa keduanya untuk melompat terjun ke pinggir kali. Terjun bebas !

Perasan keduanya tidak setakut saat baru keluar dari area perkemahan, mereka sedikit terbiasa dengan suasana gulita yang menjadi pemandangannya. 

Air kali mengalir derasnya, gemricik air menghantam bebatuan menjadi musik yang menghibur hati, air pun terlihat melompat-lompat menerjang batu besar maupun kecil, cahaya senter yang memantul dari air kali menambah indah suasana. Keduanya terlihat ceria, tapi saat hendak mengambil air wudlu, Imam teringat cerita pak tua yang ditemui di jalan saat dirinya dan teman-temannya lagi menyusuri semak-semak mencari lokasi perkemahan.
Share:

Aura Mistik [ 2 ]


Anak SMA tidaklah sama dengan anak pesantren atau santri pondokan. Mental, keberanian, kepribadian, orientasi, ilmu, terlebih urusan ibadah atau perilaku sopan santun. Ini adalah kaidah keumuman, meski ada pula anak SMA yang jauh lebih sholih, pandai, dan santun. Tapi itu kecil rasanya.

Perbedaan sifat itu sangat kental terlihat saat kegempitan malam menyambangi ia dalam ketersendirian atau kala bencana menyatroni keluarga mereka dalam keheningan.

 
Inilah hawa misteri yang terasakan oleh Nawawi saat gelap maghrib belantara Bima terus merangkak merangkul waktu isya. Nawawi memang terkenal anak yang paling sholih di antara mereka, rutin dalam kajian Rohis ba'da jum'atan, giat sholat jama'ah, rajin tilawah qur'an, apalagi urusan cewe atau pacaran, ia adalah anak yang paling anti dengannya.

Suasana mistik yang mulai tercium, di manfaatkan Nawawi untuk mengajak semua temannya sholat maghrib. " ayo kita sholat maghrib dulu berjamaah " tegas Nawawi mengajak temannya yang tenggelam dalam obrolan untuk mengusir rasa takutnya.

Sontak mereka mengiyakan ajakan Nawawi. " tapi aku belum wudlu ! " sela agus. " aku juga " kata Imam yang duduk di samping lilin. " dah wudlu dulu ke sungai, bawa senter tuh, gak usah takut, kita tunggu " tegas Nawawi menyemangati mereka yang belum wudlu. 

Hati Agus sedikit berani, tapi Imam tak berani beranjak dari tempatnya. Sungai kecil itu memang lumayan jauh, sekitar 200 meter dari tenda perkemahan. Jalan ke kali hanyalah jalan setapak yang tertutupi semak-semak ilalang bercampur rerumputan besar yang rindang. Jarak ke kali terasa semakin jauh malam itu. Hal itu sangat terasa dalam hati Imam yang detak jantungnya semakin cepat, bulu kuduk merangkak, ditambah jalan yang menurun lagi berkelok, suasana semakin seram saat rintik-rintik kecil hujan menambah dingin gelapnya malam.

Tangan Imam gemetar seraya mengarahkan cahaya senter menerangi jalan dan semak-semak di kanan kirinya, sementara Agus tidak terlalu takut seperti perasaan Imam, sebenarnya dirinya punya rasa takut, hanya saja kalau ia berjalan dan ada yang menemaninya, ia terasa lebih tegar, justru ia sering menakut-nakuti temannya, entah dengan bercerita hal yang berbau mistis, atau membuat kaget yang lainnya dengan suara-suara yang aneh lagi ngeri.

Imam tak sedikit pun berani menoleh ke belakangnya, terlebih di saat gerimis seperti itu. Menurut sesepuh di kampungnya, kalau menoleh ke belakang di saat gerimis, maka kuntilanak akan menampakkan wujudnya, atau pocong akan terlihat terus menguntit di belakangnya.

Imam tak menoleh ke belakang sesaat pun, matanya hanya terfokus pada cahaya senter yang tersebar di depannya. Malam itu terasa sangat dingin, bukan hanya hawa dingin yang menusuk kulit, tapi dingin belantara pun sangat terbaca, tak ada angin, semak-semak membisu, pepohonan sudah ternyeyak tidur, tak ada lambaian dedaunan atau nyanyian gesekan ranting di pepohonan, semua tertunduk diam, semua membisu, yang bernyanyi hanya para jangkrik kecil yang bersembunyi di balik semak-semak, juga suara serangga lain yang memekikan telinga.

Tapi, tak satu pun suara itu yang bisa menghibur, justru gelapnya malam semakin menjadi-jadi dengan aura mistiknya yang tak kunjung pergi. Suara itu malah menambah tegang bulu kuduknya. Rasa gemetar pun bertambah kalut.

" sraak, sraak, geeer " semak yang tersorot jauh cahaya lampu tiba-tiba bergerak dan bergoyang-goyang. Serentak jantung Imam terhentak keras, langkahnya terhenti, dan bulu-bulu kuduk langsung tergugah tegak.

Disorot tajamnya semak itu dari kejauhan, mata melotot tajam, kedua tangan tak diam tergetar, demikian juga yang di rasakan Agus. Beberapa saat keduanya terdiam mencari-cari apa gerangan yang terjadi. 

" sraak sraak " ternyata dua tikus belantara sedang asyik berlomba lari di antara semak-semak belantara. Sontak hati Imam dan Agus tertenangkan, bulu kuduk mulai terlemaskan, dan detak jantung berangsur stabil dan normal. Keduanya terus melanjutkan langkahnya menyusuri jalan setapak yang terhimpit oleh semak-semak. Tak lama kemudian suara gemricik air kali mengalir mulai terdengar. Keduanya merasa lega, otot-otot yang tertegangkan sebelumnya mulai terkendorkan, gemetar tangan pun sudah tak terasa, sekarang keduanya lebih terhibur dengan suara gemricik air kali yang sangat natural.

Heeemmm..............
Share:

BONEK Pasca Ujian Nasional [ 1 ]

Selepas ujian nasional di hari ketiga, saya bersama beberapa teman pencinta alam yang tergabung dalam Repala SMANCIP [ Remaja Pencinta Alam SMA N 1 Cipari Cilacap ] mengajukan proposal champing ke pihak Sekolah. Tempat yang menjadi pilihan adalah Belantara Bima yang terletak di Kota Majenang.

Tapi jawaban pihak sekolah nihil alias tidak mengizinkan anak didiknya pergi berkemah ke Belantara Bima. Kepala sekolah tidak mau bertanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan, hal itu tersebab tak ada guru yang bersedia mendampingi kegiatan kemah tersebut.

Meski Repala tak mendapat rekomendasi pihak sekolah, saya dan teman-teman dengan semangat BONEK [ bondo nekad ] tetap memutuskan pergi berkemah.

Sesampai di tepi Belantara Bima, segala persiapan diturunkan dari mobil yang disewa mulai dari bahan makanan sampai tenda perkemahan. Mulailah Kami susuri semak-semak di antara pepohonan raksasa yang menjulang tinggi ke angkasa. Beragam serangga ikut mewarnai perjalanan Kami. 

Yang paling mengganggu adalah serangan nyamuk belantara yang jauh lebih besar dari nyampuk kamar rumah. Nyamuk-nyamuk itu terus membuntuti dan menusuk kulit Kami beberapa kali.

Belantara yang terus beranjak petang masih kami susuri, hawa dingin mulai terasa menggigit sekujur tubuh, jarak pandang pun mulai terbatas akibat kabut yang bertambah pekat, tapi semua itu tak mengurang semangat kami untuk terus mencari tempat yang terbaik di belantara Bima. 

Sebelum gelap maghrib merengkuh belantara, dua tenda telah berhasil terhamparkan, beberapa peralatan lain pula siap digunakan, lampu petromak, tempat masak, kayu bakar dan sejenisnya. 

Gulita malam pun terus meraba pepohonan belantara, sunyi sayup menambah ngeri suasana, yang terdengar hanya ringkihan serangga kecil atau jeritan katak menyahut panggilan kawannya, tak ada lampu yang nyala, karena petromak rusak terguyur derasnya hujan, kami hanya tertemani senter mungil dan beberapa lilin.

Malam semakin mencekam, tak ada manusia di tengah belantara melainkan 15 orang yang terbagi dalam dua tenda. Seandai serangan binatang buas tiba-tiba menyergap tidur kami, pasti kami akan terkoyak dan tak ada satu pun yang mendengar teriakan kami, terlebih menolongnya. Seandi Kami terbebas bisa lari, siapa menjamin selamat akan menyapa sampai pagi. 

Belantara bima tetap terkenang. Siapa pun berani masuk belantara, apapun ia namanya, berarti ia bermain dengan kengerian. Belantara identik dengan kengerian. Tapi belantara bukan hanya ditengah rimbanya hutan. Kini belantara yang satu ini menyeruak lebat di antara tubuh kalian. Belantara ini lebih ngeri dan mencekam. Siapa yang ceroboh dan tak berhati-hati menyusuri semak-semak dan gelapnya di antara pepohonan. Ia akan terperosok jurang dan nyawapun bisa melayang.

Lisanmu belantaramu, janganlah kau bermain-main dengannya, berhati-hatilah saat kau susuri gelapnya belantara lisan. Karena berapa banyak kawan berubah menjadi lawan karena lisannya, berapa banyak lawan menjadi kawan karena lisannya. 

Dan berapa banyak hati tersakiti dan lama terobati karena buruknya lisan. Betapa banyak hati tergoda dan tertipu karena gemulai dan lincahnya lisan.

Belantaramu ada di lisanmu, lisanmu menjadi belantaramu. Kengerian meliputi belantara, kengerian mengiringi lisan. Kegelapan pasti ada di belantara, kedustaan pasti ada di lisan. Kehati-hatian di belantara adalah pembelajaran bagi kehati-hatian di lisan.
Share:

Sawang Sinawang


Orang kaya berfikir, " menjadi orang miskin lebih enak, bisa tertidur pulas meski beralas klasa [ tikar yang terbuat dari tanaman rawa ], badan sehat meski makan ala kadarnya, pikiran tenang meski gubug menjadi istananya, ... " dan seterusnya.

Orang miskin berkhayal, " betapa enaknya jadi orang kaya, tidur di atas kasur empuk, makan dengan beragam menu, sakit tinggal pergi ke dokter, pikiran tenang karena istana tak terbocorkan, pergi tinggal naik kendaraan...." dan seterusnya.

Penonton bola berkoment, " ia harusnya oper bola ke kanan, andik kan berdiri bebas, bukan malah maksa diri shooting bola ke gawang ! " dan seterusnya.
Share:

NISRINA [ Manisnya roman wanita ]


MANIS : sedap dipandang mata, cantik, elok, mungil [ tentang gadis atau benda ].

Seperti saat kau katakan, wah manis banget gadis itu, yakni ia adalah wanita yang cantik lagi enak dipandang mata.

Dan tidak semua wanita manis meski ia berwajah cantik. Cantiknya seorang wanita tidaklah menjamin ia manis yang sedap dipandang mata. Janganlah yang memiliki cantik parasnya merasa lebih dari mereka yang biasa-biasa saja paras wajahnya. Bukankah cantikmu akan tampak karena adanya golongan wanita yang terlihat biasa saja. Bukankah cantikmu terasa kala kau melihat paras mereka yang standar saja.
Share:

Mulutmu Harimaumu


[ Bulu kuduknya kembali merinding ditambah hawa dingin air kali yang terus tertitik oleh gerimis yang masih tak kunjung reda. Sesekali Imam memandang ke seberang kali. Ia teringat gua si mama tua saat menatap pohon besar di seberang kali yang sangat rindang, gelap dan begitu menyeramkan.

Setelah selesai berwudlu, Imam menatap tajam dan mencari-cari keberadaan gua si mama tua yang pernah di ceritakan oleh pak tua. Ia memandangnya ke semak-semak rindang yang ada di bawah pohon besar itu. Tapi, ia belum juga menemukan sesuatu yang mirip seperti gua ]
Share:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers