Keren bukanlah
kere [ miskin tak berpunya ], tapi kere tak bisa membatasi diri untuk keren,
setidaknya pernah berlaga keren. Kamu pasti pernah merasa atau bergaya keren di
hadapan yang lain, terlebih di depan cewek atau akhwat bagi yang mengaku
ikhwan. Atau di hadapan cowok atau ikhwan bagi yang merasa akhwat.
KEREN : tampak
gagah, tangkas, galak, garang, atau berpakaian dan
berdandan rapi.
KERE :
miskin tak berpunya harta untuk kebutuhan sehari-hari tersebab penghasilan yang
tak tercukupkan.
Kamu boleh
keren meski kere, itu tak tercela. Tapi merasa selalu keren dan tak merasa kere
padahal kere, itulah keren si kere yang cela.
Janganlah
keren yang cela menjadikanmu seperti si kera. Malu seribu kemaluan menatap diri
dan rupa di depan cermin. Padahal itulah dirimu sebenarnya. Kera takkan
berbalik wujud menjadi kita di depan cerminnya. Pula kita takkan berubah
menjadi kera saat bercermin rupa. Tapi akuilah dirimu apa yang terpunya, dan
syukuri apa adanya hidup adalah anugerah, kata D’MASIV.
Jadilah kamu
si kere apa adanya, jangan merasa tinggi di puncak gunung padahal kamu masih
tinggal di lembah dalam kerendahan, pula janganlah kerendahan tempatmu
menetapkan diri di lembah tanpa mau mendaki.
Tingginya
gunung hanya terasa bagi yang pernah berdiri di puncaknya. Sekedar menatap
puncak gunung dari kelembahan hanyalah tanda tanya dan bukanlah titik. Tapi,
ingat bahwa tingginya gunung karena adanya lembah di bawahnya. Saat di puncak
ingatlah lembah, janganlah berhalusinasi menggapai awan di atasnya. Karena itu
akan membuatmu jatuh dalam kekonyolan.
Keren
bukanlah kere seperti yang saya katakan sebelumnya. Tapi kere harta takkan
pernah menjadi perisai penghalang untuk bisa keren.
Keren tidaklah
terbatas bermakna seperti sebelumnya. Tapi keren secara mutlak berarti
penilaian terbagus akan karya terbaik seseorang.
Wah, tulisanmu
keren banget, idemu keren abis, lukisanmu keren bro, atau semisalnya. Keren
tidaklah terbatas pada penampilan akan gaya hidup atau style
busana. Keren lebih dari itu, karena keren adalah nilai atau pujian terbagus
akan karya terbaik seseorang.
Kamu bisa
keren tanpa harus bermodal harta, kamu akan tetap bisa ber-keren meski
bermiskin papa. Keren bisa tergali dari belajarmu, tulisanmu, idemu,
prestasimu, akhlakmu, perilakumu, atau yang lainnya. Tapi, ingatlah, bukanlah
berarti kamu melakukan semua itu semata-mata demi lima huruf ” K-E-R-E-N “.
Karena itu adalah ria yang akan menelurkan rasa ujub diri dalam hati.
Si kere harta
janganlah bersedih bergalau, karena dalam ke-kere-an yang terpunya toh kamu
masih berkesempatan ber-keren yang akan merubah ke-kere-anmu kelak. Kehidupan
tidaklah statis, ia dinamis dan terus berputar bagai sebuah roda. Kini kau
berkere harta, tapi sepuluh tahun kemudian kamu bisa ber-kaya harta, atau
sebaliknya. Kini kau dalam tangis, siapa tahu besok kau tersenyum manis.
Si kere harta
janganlah bersedih bergalau, tapi menangis dan bersedihlah saat kau ber-kere
hati, kere ilmu, kere doa atau ibadah, dan kere kebaikan, tapi malah ber-kaya
dosa dan keburukan.
Kamu boleh
ber-kere harta, tapi berusahalah untuk ber-kaya hati, ilmu dan kebaikan. Atau
malah kere kedua-duanya, maka saatnya kini kamu bangkit berdiri, berkaca diri
dan berusaha untuk ber-kaya kedua-duanya. Setidaknya ber-kaya untuk yang kedua,
niscaya yang pertama akan ikut terkayakan.
Wallohu
a’lam bishowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar