Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Neraca Baik Buruk


Allah menciptakan sesuatu itu berpasang-pasangan, di antaranya adalah baik dan buruk. Kedua perkara ini memiliki neraca syariat yang absolut, tidak bisa diganggu gugat, dan ditentang oleh akal manusia. Karena neraca ini bersumber dari Allah yang Maha Adil dan Maha Bijaksana.

Adapun neraca akal manusia terhadap kedua perkara di atas adalah bersifat relatif, berbeda antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, karena masing-masing memiliki sudut pandang dan kepentingan tersendiri.

Dan menurut mu’tazilah yang merupakan kelompok mutakalimin [ ahli filsafat pengagung akal ] mengatakan tentang neraca baik buruknya sesuatu ;

الحسن ما حسنه العقل    والقبيح ما قبحه العقل

[ Baik adalah apa yang teranggap baik oleh akal
Buruk adalah apa yang teranggap buruk oleh akal ]

Maksudnya, “ Bahwa menurut mereka, segala sesuatu itu sudah baik ataupun buruk secara dzatnya, dan akal manusia pun mengetahui hal itu semenjak terlahirnya akal. Kemudian datanglah syariat yang mengakui perkara tersebut. Sehingga menurut mereka, syariat itu adalah sebagai tabi’ [ pengikut ] bagi akal. “

Kesimpulannya menurut mereka bahwa kedudukan akal manusia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan syariat Allah, sehingga syariat itu harus tunduk dibawah kekuatan akal manusia. Selama syariat itu tidak bertentangan dengan akal manusia maka diambillah syariat itu, namun jika bertentangan dengan akalnya, maka terlemparlah syariat itu.

Dengan demikian yang menjadi neraca [ penimbang ] akan baik buruknya sesuatu adalah akal manusia, adapun syariat itu hanya bersifat sebagai penguat akan apa yang diyakni oleh akal manusia.

Sungguh, pemikiran semacam ini sangatlah bertentangan dengan pendapat ahlus sunnah, pemikiran yang sesat dan menyesatkan banyak manusia. Dan menurut ahlus sunnah, neraca baik buruknya sesuatu adalah berdasarkan sudut pandang syariat dan bukan atas akal manusia. Mereka mengatakan ;

الحسن ما حسنه الشرع      والقبيح ما قبحه الشرع

[ Baik adalah apa yang dianggap baik oleh syariat
Buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh syariat ]

Maksudnya. “ Terkadang sesuatu itu terpandang baik oleh akal, kemudian datanglah syariat yang menganggapnya buruk perkara itu, karena pada hakikatnya perkara itu memanglah buruk adanya, namun kemampuan akal manusia sangatlah terbatas yang tak mampu mengetahui hakikatnya.

Atau pula terkadang suatu perkara itu teranggap buruk oleh akal, kemudian datanglah syariat yang memandangnya sebagai sesuatu yang baik, karena pada hakikatnya perkara itu memang baik adanya, hanya saja akal manusia tidaklah mampu untuk mengetahui akan hakikatnya karena keterbatasan kemampuan yang ada padanya.”

Dengan demikian, syariat itu berkedudukan sebagai ushul [  pokok ] dalam menimbang baik buruknya sebuah perkara, adapun akal hanya bertindak sebagai tabi’ [ pengikut ] bagi syariat yang harus tunduk sepenuhnya terhadap syariat Allah.

Jika akal menganggap suatu perkara itu baik, namun ternyata syariat berkata sebaliknya. Maka, akal harus tunduk dan berserah diri terhadap apa yang menjadi penilaian syariat.  Begitu pula sebaliknya, jika akal menilai sesuatu itu buruk, namun ternyata syariat menganggapnya baik. Maka, akal harus tuduk terhadap syariat dan menerima apa saja yang akan menjadi konsekuensinya.

Ketahuilah, tidaklah syariat itu melarang dari suatu perkara tertentu dan menganggapnya sebagai sebuah keburukan, melainkan karena perkara itu mengandung kemudharatan bagi umat manusia, baik keburukan baginya di dunia maupun di akhirat.

Dan tidaklah syariat itu memerintahkan akan suatu perkara tertentu dan menganggapnya sebagai sebuah kebaikan, melainkan karena perkara itu berisi kemashlahatan bagi umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Dan syariat itu tidaklah datang melainkan untuk merealisasikan kemashlahatan bagi umat manusia, selaras dengan akal dan fitrah manusia.


Wallohu a’lam bishowab


--------------------------------

[ Di sarikan dari Muhadharah DR. Al-Ajazi Al-Mishri dengan beberapa tambahan oleh penulis saat membahas pasal tentang al-qiyas [ analogi ] dan al-ilah, beliau adalah Dosen Ushul Fiqih Di LIPIA Semester 7, Senin 18/2/2013 ]

Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog