Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Seberapa Pentingkah Takhrij Hadits ?


Makna Takhrij

Sebelum penulis membahas tentang urgensi sebuah takhrij hadits, perlu sekali adanya pembahasan mengenai pengertian apa itu takhrij dan hadits. Dengan demikian akan memudahkan pemahaman mengenai pantingnya kedudukan sebuah takhrijul hadits.

Secara bahasa [ etimologis ] :

Kata Takhrij berakar dari kata [ خرج خروجا ] bermakna keluar, dan antonimnya adalah [ دخل دخولا ] yang bermakna masuk. Dan sisi luar dari segala sesuatu adalah yang nampak darinya. Sehingga dikatakan ;

 خرجت خوارج فلان إذا ظهرت نجابته

[ Keluar kelebihan Fulan apabila nampak kepandaiannya ]

 Dalam ayat Al-Qur’an juga disebutkan ;

كزرع أخرج شطأه

[ Yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya ] [ 1 ]
Maksudnya seperti benih yang menampakkan tunas dan ujungnya. [ 2 ]

DR. Bakar Abu Zaid mengatakan bahwa maknanya berakar dari kata An-Nafad [ Penembusan, jalan keluar ], Dzuhur [ tampak ] dan Al-Infishal Li As-Syai [ terpisahnya sesuatu ] dari tempat yang ia berada di dalamnya ke tempat lain, baik yang bersifat materi atau immateri.

Yang bersifat materi, seperti keluarnya awan mendung atau matahari dari balik tumpukan awan dan keluarnya seseorang dari rumahnya. Dan yang bersifat immateri, seperti Fulan tidak menyukai keluar, yaitu enggan menampakkan dirinya. Oleh karena itu, orang-orang yang keluar dari ketaatan pemimpin dikenal dengan nama Al-Khawarij. [ 3 ]

Secara istilah [ terminologis ] :

Para ulama berbeda pendapat tentang makna takhrij secara istilah, di antaranya ;

a.    Apa yang dilakukan oleh seorang Muhadits [ Ahli Hadits ], berupa Mengeluarkan atau menampakkan hadits beserta sanadnya kepada Nabi shallallahu alahi wa sallam dan meriwayatkannya kepada manusia. [ 4 ]

Ini adalah makna takhrij menurut para ulama hadits terdahulu. Namun setelah berkembangnya penulisan sunnah [ hadits ] yang lebih sistematis, pengertian di atas menjadi lemah menurut para ulama mutaakhirin wa mu’ashirin [ kontemporer ].

b.    Mengeluarkan hadits dari dalam kitab disertai periwayatannya, sebagaimana yang disebutkan oleh DR. Ath-Thahan [ 5 ]

c.    Adapun menurut As-Sahowy, takhrij adalah Apa yang dilakukan oleh seorang Muhadits, berupa mengeluarkan hadits dari dalam juz, syaikh, kitab dan yang semacamnya yang disertai siyaq [ redaksi hadits ], baik itu dari jalan periwayatan dirinya, sebagian gurunya, teman-temannya, atau yang semisalnya dan ada pembahasan tentangnya, serta mengembalikannya kepada orang yang meriwayatkan dari para pengarang kitab disertai penjelasan mengenai penggantinya, apa yang sesuai, dan yang semisalnya. [ 6 ]

d.    Menurut Al-Munaway saat menjelaskan perkataan As-Suyuthi, takhrij adalah apa yang saya lakukan secara sungguh-sungguh dalam mengembalikan [ menisbatkan ] hadits kepada orang yang mengeluarkannya dari para Imam ahli hadits dari Al-Jawami, As-Sunnan, dan Al-masanid. Dan saya tidak menisbatkannya sedikitpun kecuali setelah adanya penelitian tentang kondisinya [ hadits ] dan pengeluarnya, pula saya tidak akan mengembalikannya kepada yang bukan ahlinya, meski ia seorang yang berkedudukan tinggi, seperti para punggawa ahli tafsir. Maksudnya mereka yang menyebutkan hadits tanpa disertai sanadnya, adapun yang disertai sanadnya maka ia masuk dalam kategori al-Azwi [ pengembalian atau penisbatan ke sumber aslinya ].

Dan yang sering dipakai tentang makna takhrij akhir-akhir ini, ialah yang bermakan Al-Azwu dan Ad-Dilalah, yaitu penggembalian atau penisbatan hadits kepada sumber aslinya tempat dimana ia dikeluarkan dan penunjukkan tentang tempat-tempatnya disertai penjelasan mengenai hukumnya. [ 7 ]


Makna Hadits

Secara bahasa [ etimologis ] ;

Hadits bermakna jadid [ baru ] dan antonimnya adalah qadim [ lama, terdahulu ]. Dan ia digunakan dalam kabar [ berita ], baik sedikit maupun banyak, karena ia memberitakan sedikit demi sedikit. [ 8 ]

Secara istilah [ terminologis ] ;

Apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, atau berupa sifat. [ 9 ]

Ilmu takhrij berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri yang memiliki urgensi yang sangat besar. Ia menjadi perhatian yang sangat besar terutama pada abad 8 dan abad 9, dan perhatian itu terus berlangsung sampai sekarang, hanya saja para ulama kontemporer lebih luas dalam memaknai ilmu takhrij, yaitu mengeluarkan hadits dari dalam kitab dan mengembalikannya [ menisbatkan ] ke sumber aslinya. Hal ini dikarenakan sangat lemahnya ilmu tentang hadits Nabi pada saat ini dan rendahnya keinginan untuk menguasai ilmu yang mulia ini. [ 10 ]


Urgensi Ilmu Takhrij Hadits  [ 11 ]

Berikut ini adalah beberapa urgensi dan faidah dari ilmu takhrijul hadits ;

a.    Ilmu takhrij adalah asas [ pondasi ] untuk mengetahui sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menjadi sumber dalam memahami al-Qur’an dan tafsirnya. Di mana Allah telah menjadikan Rasulullah sebagai penjelasnya. Allah berfirman ;

وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس ما نزل إليهم

[ Dan Kami turunkan Adz-dzikr [ Al-Qur’an ] kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka ] [ 12 ]

b.    Dan buah ilmu takhrij yang paling penting ialah untuk menjaga sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sebagai proteksi intern [ dari dalam ], dan untuk mengetahui keabsahan matan dari sakitnya [ ketidakbenaran matan ], atau matan yang masih terjaga dari hal-hal yang sudah menyimpang [ syadz ] dan mungkar.

c.    Faidah terpenting lainnya ialah untuk mengetahui keshahihan hadits dan dhaifnya dari berbagai jalan periwayatan.

d.    Untuk mengetahui tempat-tempat hadits dari sumber aslinya, kemudian menetapkan nash [ redaksi ] hadits dan para perawinya [ yang meriwayatkan ], setelah itu mengokohkan akan keabsahan nash tersebut.

e.    Untuk mengetahui kondisi hadits, apakah ia mutawatir, ahad, aziz, masyhur, atau mustafidh.

f.     Untuk mengetahui apakah hadits tersebut diriwayatkan oleh syaikhan [ Bukhari dan Muslim ], atau salah satunya. Dengan demikian, kita tidak perlu untuk mengkaji sanad dan hukumnya, karena umat islam telah sepakat untuk menerima akan keabsahan kedua kitab mereka.

g.    Untuk mengetahui syawahid [ penguat / pendukung ] hadits, sehingga bisa diketahui adanya penguatan terhadap sanad atau haditsnya, ataupun tidak ada penguatannya sama sekali.

h.    Dengan melakukan takhrij dan mengumpulkan beberapa jalan periwayatan sebuah hadits, bisa diketahui darinya ilal [ kecacatan ] sebuah hadits, baik dalam matan [ redaksi hadits ] atau sanad [ mata rantai periwayatan hadits ], entah cacat tersebut berupa syadz [ penyimpangan ], kemungkaran, penambahan dari perawi yang siqah [ terpercaya ], atau yang semisalnya.

i.      Juga bisa untuk mengetahui sebab-sebab turunnya hadits.

Demikianlah beberapa urgensi sebuah ilmu takhrijul hadits, terlebih di zaman sekarang ini, yang mana telah tersebar banyak manusia fasiq dan tidak menjaga amanah. Karena motif yang bersifat duniawi, seperti demi mendapatkan harta, ketenaran, menguatkan madzabnya, atau hal lainnya, banyak manusia yang dengan beraninya menisbatkan sebuah perkataan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka kelabuhi manusia dengan kebohongan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hanya demi mendapatkan kenikmatan duniawi.

Ini salah satu sebab banyak tersebarnya hadits-hadits maudhu’ [ palsu ], munkar, atau hadits-hadits lainnya yang sama sekali tidak ada asalnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Oleh karena itu, kedudukan sanad [ mata rantai periwayatan hadits ] dalam agama ini sangatlah mulia. Disebutkan dalam muqaddimah shahih Muslim bahwa Ibnu Sirin berkata, “ Sebelumnya, mereka tidaklah pernah menanyakan tentang masalah isnad. Namun, setelah terjadinya fitnah, mereka berkata, “ sebutkan kepada kami rawi-rawi kalian. “ Lantas dilihatnya, apabila ia seorang ahli sunnah, maka diambillah haditsnya. Namun, jika ia seorang ahli bidah, maka ditolaklah haditsnya. [ 13 ]

Abdullah bin Al-Mubarak juga berkata,

الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء

[ Isnad itu bagian dari agama. Kalau tidak ada isnad, niscaya manusia akan mengatakan sesuai kehendaknya ] [ 14 ]

Oleh karena itu, para ulama sangatlah menaruh perhatian dalam masalah ilmu takhrijul hadits. Karena dengannya, akan diketahui keabsahan sebuah matan [ redaksi hadits ] dari mengetahui sanadnya. Sehingga benar sekali apa yang dikatakan oleh Ibnu Al-Mubarak bahwa sanad adalah bagian dari agama, karena tanpa adanya sanad akan rusaklah agama ini sebagaimana yang terjadi pada umat-umat sebelumnya, dimana mereka tidaklah menjaga agamanya dengan sanad. Akhirnya terjadilah banyak penyimpangan, penambahan, pengurangan, penipuan dan sebagainya dalam masalah agama yang mengakibatkan hancurnya agama mereka.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengancam siapa saja yang bedusta atas nama dirinya dengan ancaman yang sangat keras. Beliau bersabda ;

إن كذبا علي ليس ككذب على أحد، من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

[ Berdusta atas namaku tidaklah seperti berdusta atas nama orang lain. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan ketersengajaan, maka bersiap-siaplah ia untuk menempati tempat duduknya dari api neraka ] [ 15 ]


Wallohu a’lam bishowab


-------------------------------------

[ 1 ] QS. Al-Fath ; 29 ]
[ 2 ] Ilmu Takhrij Wa Dauruhu Fi Khidmati As-Sunnah An-Nabawiyyah, Abdul Ghafur bin Abdul Haq Husain Bir Al-Balusyi, Majma Al-Malik Fahd Li Ath-Thiba’ah Al-Mushaf Asy-Syarif, hal 5
[ 3 ] Ibid, hal 6
[ 4 ] Ibid, hal 7
[ 5 ] Ibid, hal 7
[ 6 ] Ibid, hal 8
[ 7 ] Ibid, hal 9
[ 8 ] Tadrib Ar-Rawy Fi Syarh Taqrib An-Nawawi, Abdurrahman bin Abi Bakar, Jalaludin As-Suyuthi [ Wafat 911 H, Dar Tayyibah, 1 / 29
[ 9 ] Taisir Mustholah Al-Hadits, DR. Mahmud Ath-Thahan, Maktabah Al-Ma’arif, Ar-Riyadh, 17
[ 10 ] Ilmu Takhrij Wa Dauruhu Fi Khidmati As-Sunnah An-Nabawiyyah, Muhammad bin Dzafir As-Syahry, Majma Al-Malik Fahd Li Ath-Thiba’ah Al-Mushaf Asy-Syarif hal 6
[ 11 ] Ilmu Takhrij Wa Dauruhu Fi Khidmati As-Sunnah An-Nabawiyyah, Abdul Ghafur bin Abdul Haq Husain Bir Al-Balusyi, Majma Al-Malik Fahd Li Ath-Thiba’ah Al-Mushaf Asy-Syarif, hal 18-20]
[ 12 ] QS. An-Nahl ; 44 ]
[ 13 ] Shahih Muslim, Muslim bin Al-Hijaj  Abu Al-Hasan Al-Qusyairy An-Naisabury [ wafat 261 H ], Dar Ihya At-Turats Al-Araby, 1 / 15
[ 14 ] Ibid, 1/15
[ 15 ] HR. Bukhari ; 1291, Muslim ; 3, Abu Dawud ; 3651, At-Tirmidzi ; 2659, Ibnu Majah ; 30
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog