Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Halal Tapi Dibenci


Keharmonisan dan kelanggengan sebuah rumah tangga, tentu idaman semua orang. Siapa yang tak menghendakinya, pastinya tidak ada, sampai manusia yang paling fajir [ pelaku dosa ] pun sangat berharap memiliki rumah tangga yang baik dan langgeng. Terlebih manusia yang shalih dan baik, maka mereka jauh berhasrat dan berazam [ bertekad ] untuk mengidamkan sebuah rumah tangga yang lenggeng dan harmonis.

Namun, hak manusia hanyalah bertekad, berhasrat, ber-asa, atau berharap yang teriringi sebuah karya atau usaha nyata, sedangkan menetapkan sebuah hasil dari usahanya adalah hak Allah Ta’ala secara mutlak. Jika Allah Ta’ala berkehendak akan apa yang dikehendaki oleh manusia, maka terwujudlah apa yang ia asa dan usahakan. Sebaliknya, jika Allah Ta’ala berkehendak lain yang berbeda dengan kehendak manusia, maka tidak akan terwujudlah apa yang telah ia harapkan dan usahakan, meski telah mati-matian dalam menggapainya.

 Allah Ta’ala berfirman ;

وما تشاؤن إلا أن يشاء الله رب العالمين                              

[ Dan kamu tidak dapat menghendaki [ menempuh jalan itu ] kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam ] [ 1 ]

Demikian pula halnya dalam sebuah rumah tangga, bahwa perkara talak [ cerai ] adalah sebuah perkara yang tiada terharapkan oleh semua orang yang telah membina rumah tangga, terlebih mereka yang telah membangunnya berpuluh-puluh tahun bermasa.

Pula demikian dengan Allah Ta’ala, bahwa ia adalah salah satu perkara yang dibenci oleh-Nya, meski hukumnya halal dan boleh. Bahkan ia menjadi perkara halal yang paling dibenci oleh-Nya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda ;

أبغض الحلال إلى الله تعالى الطلاق

[ Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah Thalak / cerai ] [ 2 ]

Hadits ini menunjukkan bahwa dalam perkara halal ada yang sesuatu yang dibenci oleh Allah, dan yang paling dibenci oleh-Nya adalah Thalak [ cerai ]. Dan hadits itu menjadi majas [ kiasan ] bahwa perkara [ thalak ] tidaklah berpahala di dalamnya, dan perbuatan itu bukanlah termasuk qurbah [ mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala ]. Sebagian ulama juga mencontohkan hal lain yang dibenci dari perkara halal, seperti shalat maktubah [ shalat wajib lima waktu ] yang dilakukan di selain masjid tanpa adanya udzur sama sekali. [ 3 ]

Berdasarkan keterangan di atas, maka janganlah seorang suami bergampang diri dalam perkara menjatuhkan thalak, karena thalak berbeda dengan yang lainnya. Candaan [ main-main ] dan sungguhan dalam menjatuhkan thalak tidaklah ada bedanya, keduanya teranggap sebagai sungguhan yang berkonskuensi jatuhnya thalak [ cerai ].

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda ;

ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح، والطلاق، والرجعة

[ Tiga perkara yang sungguhan dan mainannya teranggap sebagai sungguhan, yaitu nikah, thalak, dan raj’ah [ rujuk ] [ 4 ]

Jadi, berhati-hatilah dalam perkara thalak, dan jadikanlah ia sebagai senjata paling terakhir dalam menyelesaikan masalah rumah tangga.

Sebuah barang pasti bahwa sebuah rumah tangga akan tertumpuk di dalamnya seambreg masalah, mulai dari perbedaan pendapat antara suami isteri, masalah kenakalan anak, masalah ekonomi, sosial bermasyarakat, interaksi dengan mertua, dan sebagainya. Yang sebenarnya semua perkara itu adalah proses pembelajaran kedewasaan bagi masing-masing pasangan dalam menjalani hidup. Dengan keberadaan masalah yang beragam itu, menjadikan mereka mengerti dan paham apa itu hidup dan bagaimana harus bersikap dalam hidup itu sendiri.

Dengan demikian mereka pun akan saling memahami dan mengerti akan kekurangan dan kelebihan masing-masing, dan hal ini menlazimkan mereka untuk saling melengkapi, menutupi dan membantu satu sama lain demi terciptanya keharmonisan dan kelanggengan sebuah rumah tangga yang mereka bina.

Namun, jika dari sekian ragam masalah yang melilit rumah tangga, sementara berbagai jalan telah ditempuhnya dan tidak ada jalan untuk keluar darinya, atau dengan mempertahankan keberadaannya akan menjadikan rumah tangga semakin tidak harmonis lagi, kecuali harus diakhiri dengan perpisahan dengan sebuah thalak [ cerai ], maka hal itu tidaklah mengapa dilakukan.

Dengan catatan bahwa thalak itu benar-benar telah dipikirkan secara matang-matang dan menjadi jalan terakhir yang terpaksa ditempuhnya. Dengan terawali niatan yang baik, niscaya Allah Ta’ala akan menggantinya dengan yang lebih baik.

Demikianlah, tidak semua yang dikehendaki manusia sesuai dengan kehendak Allah Ta’ala, bisa jadi apa yang kita benci, justru itulah yang terbaik untuk kita, atau bisa jadi apa yang kita cintai itu adalah buruk adanya bagi kita.

Alloh Ta’ala berfirman ;

وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسى أن تحبوا شيئا وهو شر لكم والله يعلم وأنتم لا تعلمون

[ Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu, dan boleh jadi [ pula ] kamu menyukai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui ] [ 5 ]


Wallohu a’lam bishowab

------------------------------------------

[ 1 ] QS. At-Takwir ; 29
[ 2 ] HR. Abu Dawud ; 2178
[ 3 ] Subulus Salam, Muhammad bin Ismail As-Shan’ani, Ta’liq Muhammad Nashirudin Al-Albani, Maktabah Al-Maarif, hal 459
[ 4 ] HR. Abu Dawud ; 2194, At-Tirmidzi ; 1184, Ibnu Majah ; 2039
[ 5 ] QS. Al-Baqarah ; 216
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog