Siapa yang tiada
mengenal Imam An-Nawawi [ Abu Zakaria Muhyidin
Yahya bin Syaraf An-Nawawi, wafat 676 H ]. Beliau adalah seorang ulama
syafi’iul madzhab yang telah menelurkan karya-karya luar biasa dalam hidupnya,
seperti Kitab Al-Majmu’ Syarh Al-muhadzab dalam disiplin ilmu fiqih islam, pula
kitab Raudhatu Ath-Thalibin Wa Umdatul Muftin, atau Kitab Minhaju Ath-Thalibin.
Atau dalam
disiplin ilmu hadits beliau juga telah mengarang sebuah Kitab Riyadhu
Ash-Shalihin, kitab yang sangat terkenal dan menjadi rujukan bagi umat islam,
sehingga banyak sekali para ulama yang berhasrat dan berhajat untuk mensyarah
kitab tersebut agar semakin terbentang lagi faidah yang terdulang darinya bagi
umat islam. Pula ada kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hijaj [ syarh
shahih Muslim ] yang menjadi referensi utama bagi para ulama dan para thulabul
ilmi. Dan kitab-kitab yang lainnya yang menjadi karya beliau yang sangat
berfaidah bagi umat manusia.
Dan siapa yang
tiada mengenal Ibnu Hajar Al-Asqalani [ Ahmad bin Ali bin Hajar Abu Al-Fadhl
Al-Asqalani Asy-Syafi’I, wafat 852 H ]. Beliau pula seorang ulama syafi’iul
madzhab yang telah menulis karya-karya yang sangat luar biasa, terutama dalam
disiplin ilmu rijalul hadits yang menjadi rujukan pokok bagi para ulama dan
thulabul ilmi dalam ilmu hadits.
Seperti Kitab
Al-Ishobah Fi Tamyizi Ash-Shahabah, atau Kitab Tahdzib At-Tahdzib, atau Taqribu
At-Tahdzib, dan kitab yang lainnya dalam disiplin ilmu rijalul hadits. Beliau juga
telah mensyarh Kitab Shahih Al-Bukhari yang diberi judul Fathul Bari yang tersusun
dalam berjilid-jilid tebal. Atau kitab-kitab lainnya yang sangat bermanfaat
bagi umat islam.
Dan siapa pula
yang tiada mengenal Imam Abu Hanifah [ An-Nu’man bin Tsabit, wafat 150 H ].
Beliau adalah seorang faqih yang mana pendapat-pendapatnya dalam disiplin ilmu
fiqih menjadi salah satu madzhab fiqih dari empat madzhab fiqih yang termasyhur
di dunia, terkenal dan tersebar di beberapa Negara islam. Sehingga banyak pula
kitab-kitab fiqih Hanafi yang dikarang dan menjadi rujukan dalam ibadah maupun
muamalah.
Itulah sebagian
ulama-ulama yang sangat terkenal hingga saat ini dan sampai akhir zaman pun
akan terus terkenal adanya serta akan terus harum nama dan karya-karyanya. Hal
itu karena ilmu dan karya-karya mereka yang sangat luar biasa yang sangat
berfaidah bagi manusia selama usia dunia ini masih tersisakan.
Sungguh, betapa
agungnya jasa mereka terhadap umat islam. Dan kita, pula umat islam seluruhnya
sangatlah berhutang budi terhadap karya dan jerih payah mereka yang sangat
bermanfaat bagi kita dalam dunia ulum syariah. Semoga Allah membalas kebaikan,
segala amal shalihnya, serta menjadikan usaha dan segala jerih payahnya sebagai
amal shalih yang akan memberatkan timbangan kebaikan baginya kelak di hari
penghisaban.
Tapi, mereka
juga manusia layaknya seperti kita. Mereka pula tak luput dari ketergelinciran
dan kesalahan.
Imam Abu Hanifah
diketahui tergelincir dalam masalah aqidah dalam memaknai Iman, karena
menurutnya iman itu adalah hanyalah keyakinan dalam hati dan pengikraran dalam
lisan, dan tidak memasukan amalan bagian dari makna iman. Definisi iman menurut
beliau adalah definisi yang menyelisihi Ahlus sunnah wal jamaah.
Begitu pula Imam
An-Nawawi dan Ibnu Hajar yang diketahui tergelincir pula dalam masalah aqidah,
dimana keduanya keliru di dalam mentakwil sebagian sifat-sifa Allah.
Ketahuilah,
bahwa ketergelinciran mereka bukanlah atas ketersengajaan untuk menyimpang dari
aqidah ahlus sunnah. Melainkan hal itu adalah hasil dari sebuah ijtihad yang
mereka simpulkan, karena mereka termasuk ulama yang terpenuhi syarat-syarat di
dalamnya untuk menjadi seorang mujtahid mu’tabar.
Jika mereka
memang salah dan menyimpang dalam berijtihad, maka mereka tidaklah berdosa dan malah
akan mendapatkan satu pahala berupa pahala atas ijtihadnya. Adapun jika mereka
benar dalam ijtihadnya, maka mereka akan mendapatkan dua pahala, pahala atas
kebenarannya dan pahala atas ijjtihadnya.
Rasulullah telah
bersabda ;
إذا حكم الحاكم
فاجتهد ثم أصاب، فله أجران، وإذا حكم فاجتهد ثم أخطأ، فله أجر
[
Jika seorang hakim memutuskan suatu perkara dan berijtihad, kemudian benar [
dalam ijtihadnya ], maka baginya dua pahala. Dan jika ia memutuskan suatu
perkara yang kemudian berijtihad dan salah [ dalam ijtihadnya ], maka baginya
satu pahala ] [ HR. Muslim ; 1716 ]
Dengan
demikian, lantas janganlah ketergelinciran mereka dijadikan arang hitam untuk
menabur celaan dan hinaan terhadap mereka. Atau menjadikannya sebagai tabir [
penutup ] untuk tersebarnya kebaikan bagi umat manusia yang hendak mendulang
dari karya-karyanya. Pula janganlah ia dijadikan sebagai stempel yang akan
menutupi setiap kebaikan-kebaikan yang telah mereka telurkan dan sebarkan bagi
umat manusia di seluruh penjuru dunia.
Sungguh,
jikalau kebaikan salah satu dari mereka tertumpukan dalam satu timbangan., niscaya
kebaikan yang terpunya olehmu selama hayatmu, begitu pula denganku, tiadalah cukup untuk menandinginya, terlebih
untuk mengalahkannya. Keberkahan ilmu yang mereka timba dan sebarkan telah
terbukti dengan harumnya nama-nama mereka dan juga karya-karyanya hingga saat
ini dan sampai akhir zaman nantinya.
Sungguh,
kebaikan mereka sangatlah banyak sekali dan akan terus bertambah lagi seiringnya
manusia yang akan terus mendulang faidah darinya dan mengamalkannya. Bukankah Rasulullah
telah bersabda ;
من سن في الإسلام سنة
حسنة، فله أجرها، وأجر من عمل بها بعده، من غير أن ينقص من أجورهم شيء
[ Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik dalam islam, maka
baginya adalah pahala dan pahala dari orang yang mengamalkannya setelahnya, di
mana pahala mereka itu tidak akan berkurang sedikitpun karenanya ] [ HR.
Muslim ; 1017 ]
Beliau juga bersabda ;
من دل على خير فله
مثل أجر فاعله
[ Barangsiapa yang menunjukan ke jalan kebaikan, maka baginya
adalah pahala seperti pahala yang telah mengamalkannya ] [ HR. Muslim ; 1893,
Abu Dawud ; 5129, At-Tirmidzi ; 2671 ]
Wallohu a’lam bishowab
-------------------------------------
Terinspirasi dari muhadharah DR. Shalih Al-‘Idan saat mengisi mata
kuliah aqidah tentang masalah iman [ kamis, 21 - 2 - 2013 ]. Beliau adalah
Dosen aqidah di fakultas syariah semester 7 di LIPIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar