Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

TRAGEDI TUCUXI, Pembenaran Atas Tradisi Ruwatan ?


Tragedi : peristiwa yang menyedihkan.

Tradisi : 
- Adat kebiasaan turun temurun [ dari nenek moyang ] yang masih dijalankan dalam masyarakat.
- Penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. [ 1 ]

Ruwatan : upacara tradisional untuk membebaskan diri atau keluarganya dari nasib buruk atau sial yang akan menimpanya. [ 2 ]

Inilah tradisi yang kental dan dikenal di masyarakat jawa, namanya ruwatan. Meski tata caranya tidak persis sama antara satu tempat dengan tempat lain, ada yang berupa siraman air kembang, membuat sesajen, ditambahi dzikir dan doa, dan sebagainya, tetapi esensinya sama, sama-sama berkeyakinan dengan ritual itu, diri dan keluarganya akan terlepas dari nasib buruk dan sial.

Ritual dan keyakinan yang sama juga banyak tertemukan di luar jawa, hanya berbeda cara dan namanya saja. Bahkan hal ini sudah terjadi sedari dulu, semasa sebelum nubuah [ kenabian ] Nabi Muhammad keyakinan berbubuh ritual khusus pula telah kental terasa, kalau kalangan arab mengenalnya dengan istilah tiaroh atau tathoyyur.

THIAROH : merasa sial dengan apa yang dilihat, didengar, atau sesuatu yang ma'lum [ tidak terdengar atau terlihat ]. [ 3 ]

Contoh,

Yang dilihat     : merasa sial saat melihat burung gagak terbang malam hari.
Yang didengar : merasa sial saat mendengar suara gagak di atas rumahnya.
Yang ma'lum   : merasa sial dengan hari, bulan, tempat atau tahun tertentu. 

Dan untuk membebaskan diri atau keluarganya dari kesialan atau musibah itu dibuatlah ritual ruwatan [ dalam istilah jawa ], adat ini pun turun temurun bergenerasi hingga sekarang ini, dan akan masih terus teryakini oleh sebagian manusia ke depannya.

Dan adat seperti biasanya memiliki kekuatan norma yang kuat di tengah masyarakat, siapa yang melanggar atau berani menentang adat itu, maka diyakini ia akan tertimpa sial atau malapetaka. Inilah kekuatan sihir dari sebuah adat masyarakat yang berimbas ketidakberanian masyarakat untuk melanggarnya.

Contoh, 

Yang belum lama terjadi, tragedi remuknya mobil tucuxi Dahlah Iskan beberapa saat setelah ritual ruwatannya akibat ditabrakan ke tebing karena rem yang blong, ia menjadi pembenaran paradigma masyarakat akan absahnya ritual ruwatan, siapa yang melanggar atau kurang syarat-syaratnya akan tertimpa bala atau kesialan.

Mereka yang meyakini ruwatan atau ritual semacamnya, menilai kejadian yang menimpa Pak Menteri tersebab ruwatannya yang kurang syarat. Begitulah mereka berkilah dan mencari celah akan keabsahan ritual yang mereka yakini.

Tapi, bagi yang tidak meyakini kehalalan ruwatan atau ritual semacamnya, peristiwa tucuxi adalah bumerang atau dalil akan kebatilan ritual itu, tradisi batil atau semacamnya tidaklah berpengaruh sedikitpun dalam menolak bala atau mendatangkan manfaat.

Musibah yang menimpa manusia adalah atas kehendak Allah, dan kebaikan yang diraup manusia pula atas izin-Nya. Baik atau buruk yang menimpa seseorang tak ada kaitannya sama sekali dengan hari, tempat, burung, atau sesuatu lain yang dilihatnya, atau didengarnya, atau yang lain.

Dalam hadits,

لا عدوى ولا طيرة

[ Tak ada adwa atau pula thiaroh ] [ 4 ]
                                      
Adwa : penularan penyakit [ dengan sendirinya ] dari yang sakit ke yang sehat. Karena penularan penyakit itu adalah atas kehendak Allah, dan bukan karena penyakit itu sendiri. Seandai ada anak duduk di dekat orang yang berpenyakit menular, maka ia takkan tertular melainkan atas izin-Nya.

Allah berfirman,

ما أصاب من مصيبة إلا بإذن الله

[ Tidak ada suatu musibah yang menimpa [ seseorang ] melainkan dengan izin Allah ] [5]

Apa alasan merasa sial dengan sesuatu hukumnya haram, ada dua alasan :

[ 1 ] Ia telah memutus rasa tawakalnya terhadap Allah, dan malah bersandar pada selain Allah. Walhasil, ia berkeyakinan selain-Nya adalah yang mendatangkan manfaat atau mencegah dari mudarat.

[ 2 ] Ia bergantung pada sesuatu yang tak berhakikat, yaitu hanya sekedar pada sangkaan atau khayalan belaka. Ini jelas bertentangan sekali dengan tauhid, sementara tauhid adalah ibadah. [ 6 ]

Inilah alasan haramnya thiaroh [ merasa sial ], maka beragam ritual yang menguatkan keyakinannya menjadi haram pula hukumnya, ruwatan misalnya.

Jika ia meyakininya dan meninggalkan amal karenanya, inilah seburuk-buruknya tathoyyur. Atau tetap berbuat namun dalam hatinya masih ada was-was atau khawatir akan pengaruh buruk yang ia yakini, maka ini adalah jenis tathoyyur yang paling ringan. Dan kedua-duanya tetap haram hukumnya.

Tinggalkanlah kedua thiaroh [ merasa sial ] itu, dan berpalinglah kepada Allah, karena Dia-lah yang mendatangkan manfaat, Dia pula yang mencegah keburukan dari ragamu. 

Alloh telah berfirman ;

وإن تطع أكثر من في الأرض يضلوك عن سبيل الله إن يتبعون إلا الظن وإن هم إلا يخرصون

[ Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta [ terhadap Allah ]]. [ 7 ]

Wallohu a'lam bishowab


--------------------------------------

[ 1 ] KBBI, hal 1727
[ 2 ] KBBI , hal 1332-1333
[ 3 ] Al-Qoul al-Mufid, Syaikh al-Utsaimin, Muassasah Ar-Risalah, hal 333
[ 4 ] HR. Muslim, 1744
[ 5 ] QS. At-Taghabun ; 11
[ 6 ] Al-Qoul Al-Mufid , hal 333
[ 7 ] QS. Al-An'am ; 116 
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog