Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Tanganmu Lisanmu


Kata orang, lisan pandai bersilat lidah karena tak bertulang. Emang apa sih silatnya, dari padepokan mana, dan siapa gurunya, kok bisa silat ya. Apalagi gak punya tulang.

Itulah lisan, tanpa harus berguru ia akan mahir sendiri dalam bersilat. Jurus dan ilmunya akan tertemu seiring banyaknya maklumat yang terserap. Lisan pandai bersilat dalam mengolah kata, entah itu baik atau buruk, benar atau salah, bermanfaat atau tidak.

Setiap insan yang terlahir dengan lisan yang normal akan pandai bersilat lidah. Hati adalah pengendalinya. Hati yang baik akan baik pula lisan dalam bersilat kata, menahannya dari cacian, celaan, ghibah, dusta, sombong atau keburukan lainnya.

Ia lebih memilih terdiam daripada harus berkata kasar atau buruk, karena diam ibarat emas dan berbicara bagai perak. Dan emas lebih berharga dari perak. Hanya hati yang baik lagi cerdik yang mau memilih sesuatu yang berharga untuk dirinya.

Diam ibarat emas, tapi tak selamanya diam bagai emas. Hanya diam [ tak berbicara ] dari kata-kata yang mengandung keburukan dan dusta yang teribaratkan emas. Dan diam dari kebenaran atau kebaikan yang sejatinya harus tertuturkan, bukanlah lagi ibarat emas tapi ia bagaikan bara api yang bisa membakar dirinya, cepat atau lambat.

Berbicara ibarat perak, lebih rendah harganya dari emas, karena berbicara kadang tak luput dari salah dan dusta. Tapi tak selamanya berbicara hanya sekadar perak. Ia bahkan bisa lebih mulia dari sekadar emas, yakni saat esensi pembicaraan berupa kebaikan dan kebenaran. Karena dengannya banyak manusia yang terinspirasi menjadi baik dan benar, tertuntun ke jalan hidayah dan kebaikan.

Dan tutur kata yang buruk lagi dusta, bukan sekadar bara api yang bisa menyulut kobaran api, tapi sejatinya ialah kobaran api yang bergelora. Apa saja yang disampingnya siap dilahapnya. Karena keburukan dan kedustaan sebuah tutur kata akan menyulut kebencian orang lain, permusuhan, bahkan hingga membunuh pun takkan terelakan.

Itulah lisan, hanya hati yang akan mengendalikan, hanya hati yang tahu kapan ia harus diam dan kapan saatnya untuk bertutur kata.

Itulah lisan, hanya hati yang akan mengendalikan, lisan hanyalah penerjemah dan sejatinya hatilah yang berkata-kata. Ia akan baik atau buruk tergantung hati yang menjadi sumber tertuturnya ribuan kata. 

Hati, jika baik ia, maka baik pula seluruh anggota tubuhnya, termasuk lisan. Jika buruk ia, buruklah seluruh tubuhnya, termasuk lisannya.

Seluruh tubuh adalah penerjemah bahasa hati. Lisan mengalihbahasakan ke dalam tutur kata, mata menerjemahkan dalam bentuk pandangan, telinga menerjemahkan dalam bentuk pendengaran, tangan mengalihbahasakan dalam bentuk beragam perbuatan, termasuk menuangkannya dalam tulisan, dan seterusnya.

Yang menarik di sini adalah tangan, kalau saya perhatikan antara tangan dan lisan ada kesamaan yang kuat, yakni dalam kaitannya alih bahasa isi hati. Kalau lisan mengalihbahasakan dalam bentuk kata-kata yang tersuarakan, dan tangan mengalihbahasakan dalam bentuk kata-kata yang tertuliskan. 

Tangan bagaikan lisan pula, pandai bersilat dalam kata-kata, kalau lisan bersilat lidah, sementara tangan bersilat pena. 

Banyak pula manusia yang terinspirasi dalam kebaikan dan jalan hidayah tersebab tulisan hasil coretan jari jemari tangan manusia yang ia baca. Dan tak sedikit pula manusia tertipu, terpropaganda, terprovokasi dan terjerembab dalam jurang keburukan dan kesesatan akibat tulisan yang dibacanya. 

Siapa sangka kalian hanya bisa menghibah hanya dengan lisannya, tanganmu juga bisa terjerumus dalam ghibah kala kau menulis keburukan atau kejelekan orang lain yang tiada kau suka. Siapa bilang kau hanya bisa berkata pedas lewat lisannya, tanganmu pula bisa berkata pedas saat kau menulis cacian, hinaan, hujatan, atau kata-kata kotor lainnya terhadap orang yang kau benci.

Lisan bisa berdusta, tanganmu pula bisa menuliskan kata-kata dusta. Jangan kira bahwa lisanmu hanya ada di mulutmu, kamu harus sadar pula bahwa lisanmu juga menempati jari jemarimu. Keduanya pandai bersilat dalam kata-kata, hanya juruslah yang membedakan mereka berdua. Lisan mulut berjurus kata bersusun suara, lisan tangan berjurus kata bersusun tulisan.

Semua tangan, mata, telinga, atau anggota tubuh lainnya akan mempersaksikan apa yang diperbuatnya kelak di hadapan peradilan Allah. Maka berbijaklah dalam beramal dan berbuat dengan meluruskan dan menjernihkan hati si empunya amal perbuatan.


Wallohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog