Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Lucu Sendiri


Kala kecilmu, kau mungkin pernah menulis sesuatu, atau mencoret-mencoret buku tulis, entah itu puisi, atau pengalaman pribadi kah, atau artikel kecil kah, atau kerap kali mengisi buku diary-mu dengan  coretan-coretan kecil, memuntahkan rasa atau gejolak hatinya, atau coretan-coretan lain yang semisalnya.

Di saat kau duduk di jenjang bangku sekolah tingkat lanjutan, ternyata coretan-coretan kecilmu saat kau di tingkat sekolah dasar masih tersimpan rapih. Kau pun merasa penasaran untuk membukanya, membaca dan bernostalgia dengannya. Bisa dipastikan kau akan tersenyum dan lucu sendiri di saat melihat dan membaca ulang tulisanmu hasil coretan lentik jari jemarimu di masa kecilmu.

Dan saat itu kau pun merasa, seandainya tulisannya dulu itu ditambah ini, dikurangi itu, ditulis begini dan disusun begitu. Pula kau merasa argumentmu yang dulu kau tuliskan masih banyak kekurangan, masih perlu pengeditan dan tambahan, masih membutuhkan perbaikan atau perubahan. Dan kau pun akan bergumam, “ Kalau dulu aku menulis begini dan begitu, tentu tulisanku akan terasa lebih apik dan sempurna.”

Pula demikian, saat kau menulis sesuatu di tingkat jenjang sekolah lanjutan. Kemudian saat kau membacanya ulang tulisanmu itu kala kau duduk di bangku sekolah menengah, tentu kau akan melucu sendiri dan merasa ternyata tulisannya itu masih banyak terdapat kekurangan dan membutuhkan tambahan di sana sini, ternyata dulu saya hanya mampu menulis sebatas itu. Kau pun akan bergumam, “ Seandainya aku tambah ini dan kurangi itu, tentu akan terasa lain tulisanku itu.”

Atau saat kau duduk di bangku kuliah, kemudian kau ambil dan baca ulang tulisanmu yang pernah kau tulis saat duduk di bangku sekolah menengah. Kau pula akan merasakan hal yang sama dengan kapasitas keilmuan dan bertambahnya bentangan pengalamanmu saat ini, kau akan tersenyum-senyum sendiri dan merasa lucu diri membaca tulisanmu tempo doeloe.

Atau di saat kau sedang menggarap tugas tesis untuk meraih gelar magistermu, kau pula akan merasa bahwa tulisan sekripsimu dulu saat meraih gelar sarjananya kok terasa biasa, norak dan masih perlu banyak pengeditan di sana sini. Seandainya dulu ditambah ini dan dikurangi itu, tentu sekripsi itu akan lebih apik lagi. Dan pastinya kau akan tersenyum dan merasa lucu sendiri.

Pula nantinya di saat Allah anugerahkan kau menempuh jenjang doktoral [ semoga Allah mengkaruniakan pula kepada penulis artikel ini dan teman-teman sekelasnya ]. Kau pula akan melucu sendiri saat melihat tulisan tesis yang kau garapnya dulu, terlebih jika membuka dan membaca ulang tulisan-tulisanmu semenjak kecilmu, dipastikan kau akan lebih melebar senyumnya dan lebih ngakak lagi.

Demikianlah seterusnya, sampai si empunya tulisan terkubur dalam tanah. Semakin jauh terbentangkan umurmu, maka akan semakin ngakak pula kau melihat tulisan-tulisan yang pernah kau coretkan oleh jari-jemarimu.

Kualitas bahasa dan isi tulisanmu adalah ilustrasi akan tingkat kemampuanmu, keilmuanmu, dan jenjang periwayatan hidupmu yang pernah kau tapakinya. Semua penilaianmu akan perkataan dan tulisanmu akan terus membutuhkan penambahan dan pengurangan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

Hanya kalam Allah dan Rasul-Nya yang sudah sempurna dan tiada lagi membutuhkan pengurangan ataupun penambahan. Maka, perkataan siapakah yang lebih benar dan sempurna daripada perkataan Allah, dan petunjuk siapakah yang lebih benar dan sempurna dari pada petunjuk Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - .
Allah telah berfirman ;

ومن أصدق من الله حديثا

[ Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah ? ] [ QS. An-Nisa ; 87 ]

Rasulullah bersabda - shallallahu alaihi wa sallam - ;

إن أصدق الحديث كتاب الله وأحسن الهدى هدى محمد

[ Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah ( al-Qur’an ), dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Nabi Muhammad ] [HR. An-Nasai ; 1578 dan Ahmad ; 14373 ]

Adapun perkataan manusia, maka ia tiada habis dan tiada batasnya, tiada sempurna dan tidak mutlak benarnya, akan terus terasa adanya penambahan dan pengurangan di sana sini untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

Disebutkan dalam matsal arab [ peribahasa arab ] ;

كلام الناس لا ينتهي

[ Perkataan manusia itu tiada habisnya ]

Maksudnya, bahwa manusia akan terus mengatakan ini dan itu, mengomentari itu dan ini, mengkritik begini dan begitu, melihat kekurangan di sini dan di situ, dan seterusnya. Jika mengikuti setiap perkataan manusia, maka tiada ada berakhirnya dan takkan pernah berbatas adanya.

Demikian pula perkataan manusia yang terterjemahkan dalam bentuk tulisan, maka hal itu tiada ada batas habisnya dari kritikan dan editan setelah berlalunya masa, masih terus perlu adanya penambahan dan pengurangan, masih butuh adanya perubahan dan yang semisalnya, dan seterusnya sampai terasa lebih baik dan sempurna adanya.

Tapi saranku, sebagaimana sarannya DR. Murad Al-Mishri,biarkanlah tulisan-tulisanmu tempo doeloe terjaga apa adanya seperti awalnya tertulis. Karena hal itu akan menjadi kenangan tersendiri bagimu yang memiliki nilai tak tergantikan oleh yang lainnya setelah bermasa lalunya umurmu. Demikian pula bahwa tulisanmu itu adalah gambaran periwayatan hidupmu yang pernah kau tapakinya, dan menunjukan akan kemampuan dan kapasitas ilmumu yang terkumpul melalui tahapan-tahapan dalam hidupmu.


Wallohu a’lam bishowab

----------------------------------

Tulisan ini terinsiprasi dari muhadharah DR. Murad Al-Mishri saat mengisi mata kuliah faraidh di saat beliau menyinggung tentang pengalaman pribadinya. Beliau adalah dosen mata kuliah faraidh semester 7 di LIPIA jakarta.
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog