Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Dosa-Dosa Pacaran

Cukuplah bagi kita, khususnya orang tua atau mereka yang di bawah tangannya tergenggam amanah akan pendidikan maupun perkembangan anak-anaknya, bahwa fakta maupun realita yang kerap terdengar dan menjadi santapan sehari-hari kita menunjukkan akan buruknya akibat dari sebuah pacaran yang banyak dilakukan oleh kalangan para remaja maupun anak muda akhir-akhir ini. Tiadakah hal itu menyadarkan kita atau malah menjadikan diri kita terbiasa dengannya yang memunculkan sikap apatis akan perkembangan anak maupun dampak buruk yang terjadi setelahnya.

Sungguh keburukan yang sangat buruk kala orang tua membiarkan keburukan anak-anaknya terjadi di rumahnya yang menjadi istananya dan dijadikannya keburukan itu menghiasi pandangannya. Adakah orang tua yang menginginkan keburukan bagi anak-anaknya ? secara naluri tentunya tidak ada, akan tetapi realita sikap orang tua yang terlalu memberikan ruang bebas pergaulan anak-anak perempuannya dengan laki-laki yang bukan mahramnya atau sebaliknya, bisa menjadi indikasi akan keinginan mereka bahwa anak-anaknya tetap tercebur dalam lumpur keburukan yang nyata.

Sesungguhnya orang tua-lah yang layak menjadi seorang raja, karena dibawah tangannya tergenggam kekuasaan dan wilayah yang tiada termiliki oleh anak-anaknya. Maka gunakanlah kekuasaan itu untuk mencegah keburukan menyemat di pundak anak-anaknya. Namun fakta pun berbicara lain, bahwa sering kita saksikan bahwa akhir-akhir ini anaklah yang lebih sering naik tahta menjadi seorang raja. Sementara orang tuanya, baik ibu maupun bapaknya, keduanya dijadikan sebagai pelayan untuk menuruti apa yang menjadi keinginan anak-anaknya.

Begitulah fakta dan realitanya. Siapakah yang salah, tentunya tak bijak menyalahkan salah satunya, dan sikap yang paling bijak layak kita sematkan bahwa kesalahan terletak pada kedua-duanya. Terlebih di zaman sekarang ini yang telah terkelilingi oleh buruknya pengaruh lingkungan sekitar dan kemajuan teknologi dan informasi yang semakin pesat.

Sebenarnya inti semua keburukan itu muncul karena minimnya pemahaman dan pengetahuan mereka akan ilmu agama. Orang tua kurang mengerti dan sedikit sekali pengetahuannya akan hukum-hukum syariat, sehingga pendidikan akhlak dan perilaku anak-anaknya kurang terkontrol dengan baik. Demikian pula yang terjadi pada anak-anaknya yang sangat kurang mendapatkan porsi pendidikan dan penanaman nilai-nilai agama yang baik. Akibatnya masing-masing merasa dan menganggap bahwa keburukan yang mereka lakukan adalah sesuatu yang wajar, terlebih jika hal itu sudah menjadi sebuah tradisi dan budaya di lingkungan masyarakat.

Sungguh, inilah keburukan yang terburuk, menganggap wajar sebuah keburukan dan menjadikan sebuah tradisi maupun budaya masyarakat - yang banyak terkandung di dalamnya penyimpangan-peyimpangan terhadap syariat - sebagai perkara yang baik dan benar. Demikianlah yang akan terjadi apabila amalan atau perbuatan kebanyakan [mayoritas] manusia yang menjadi titik acuan akan kebenaran maupun kebaikan sebuah perkara.

Bukanlah suara mayoritas yang menjadi tolak ukur kebenaran maupun kebaikan sebuah perkara atau perbuatan masyarakat, melainkan kekuatan hukum sebuah perkara atau perbuatan yang berdiri di atas dalil-dalil syar’I yang bersumber dari al-qur’an maupun hadits Nabi yang menjadi neraca akan baik dan benarnya sebuah perkara atau perbuatan. Maka apabila suatu perbuatan atau perkara yang dianggap baik oleh suara mayoritas masyarakat, telah berlangsung lama, tersebar dan turun temurun dari masa ke masa, namun perkara itu tiada berlandaskan pada dalil-dalil syar’I sedikit pun, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai dan hukum syariat, maka gugurlah kekuatan perkara itu untuk menjadi sebuah kebenaran atau kebaikan di tengah-tengah masyarakat.

.................


ANDA BERMINAT :
Lengkapi kepustakaan anda dengan Buku: 
DOSA-DOSA PACARAN yang dianggap biasa 
Penulis : Saed as-Saedy
Penerbit : WAFA Press, Solo
Cetakan : Ke-2
Halaman : 176 hal
Berat : +/-198 gram 
ISBN : 978 979 1414 791

Anda berMINAT, anda juga bisa hubungi langsung ke penulisnya via: 
HP/WA: 0878 8336 2047
Harga : Rp. 27.000, - (Free Ongkir khusus JABODETABEK)

.........

Oleh karena itu, Allah telah mewanti-wanti masalah ini bahwa tolak ukur kebenaran hanyalah apa yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya, dan bukan apa yang dilakukan atau dikatakan oleh mayoritas manusia.

Allah berfirman :

“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan manusia di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanyalah persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.” (QS. Al-An’am : 116)

Alloh juga berfirman :

“Dan sesungguhnya [al-Qur’an itu] adalah kitab yang mulia. [yang tidak] tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari belakang [pada masa lalu dan yang akan datang], yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana, Maha Terpuji.” (QS. Fushshilat : 41-42)

Alloh juga berfirman :

“Dan tidaklah yang diucapkannya itu [al-Qur’an] menurut keinginannya. Tidak lain [al-Qur’an itu] adalah wahyu yang diwahyukan [kepadanya].” (QS. An-Najm : 3-4)

Berikut ini adalah beberapa fakta dan realita yang terjadi akibat menjamurnya dunia pacaran di kalangan remaja maupun anak muda :

1. Tersebarnya hubungan intim di luar nikah

Penelitian yang dilakukan terhadap 633 siswa [345 pria dan 288 wanita] Sekolah Lanjutan Atas di kota besar di Bali didapatkan bahwa 27 % siswa pria mengaku pernah melakukan hubungan badan dengan lawan jenis dan 18 % pernah terjadi pada siswa puteri. (Pangkahila, W. 1981).[1] Dan pada tahun 1981 pernah dilakukan penelitian oleh Tempo yang menunjukkan angka 17,02 % responden yang setuju dengan senggama sebelum nikah.[2]

Hasil penelitian remaja di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta oleh Ramli Bandi dkk, 1991, menunjukkan bahwa dari responden yang berjumlah 3967 menyatakan bahwa 19,6 % perilaku/tindakan pada waktu pacaran yang dilakukan oleh remaja tersebut yaitu 41,4 % mengaku hanya berkunjung ke rumah dan bercanda, 37,4 % Menyatakan cium pipi, cium bibir dan yang menyatakan pernah melakukan senggama 4,1 %. Dari yang menyatakan pernah bersenggama dilakukan pertama kali pada usia 15–19 tahun menunjukkan 49,8 %. Dan, melakukan dengan pacarnya 37,5 %. Sedangkan dengan WTS [pelacur] sebanyak 20,8%.[3]

Hasil penelitian di atas dilakukan sekitar tahun 1980-an dan tahun 1990-an sebelum maraknya media sosial, mudahnya mengakses internet, penggunaan smartphone [ponsel canggih], serta semakin mudahnya menyantap media transportasi maupun informasi seperti sekarang ini yang bisa didapatkan oleh semua kalangan.

Kementerian Kesehatan RI, 2009, pernah merilis perilaku seks bebas remaja dari penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya. Hasil yang didapat sebanyak 35,9 persen remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, 6,9 persen responden telah melakukan hubungan seksual pranikah. (www.poskotanews.com)
   
2. Menjamurnya perzinaan di kalangan anak muda

Fakta mengejutkan ini diungkapkan Kepala Badan Koordinasi Keluarga berencana Nasional (BKKBN), Sugiri Syarief. Data yang dimilikinya menunjukkan sejak 2010 ini diketahui sebanyak 50 persen remaja perempuan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sudah tidak perawan karena melakukan hubungan seks pra nikah. Remaja putri ini mengaku sudah pernah melakukan hubungan suami istri diluar nikah. Bahkan, tidak sedikit di antaranya hamil di luar nikah.

“Dari data yang kita himpun dari 100 remaja, di mana 51 remaja perempuannya sudah tidak lagi perawan,” jelas Sugiri kepada sejumlah media dalam Grand Final Kontes Rap dalam memperingati Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Ahad (28/11/2010).

Selain di Jabodetabek, ungkap Sugiri, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain di Indonesia. Ia merinci, di Surabaya remaja perempuan lajang yang sudah hilang kegadisannya mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen. Menurutnya, data ini dikumpulkan BKKBN selama kurun waktu 2010 saja.

Dari kasus perzinaan yang dilakukan para remaja putri, yang paling dahsyat terjadi di Yogyakarta. Pihaknya menemukan dari hasil penelitian di Yogya kurun waktu 2010 setidaknya tercatat sebanyak 37 persen dari 1.160 mahasiswi di kota Gudeg tersebut menerima gelar MBA (marriage by accident) alias menikah akibat hamil maupun kehamilan di luar nikah. (www.nahimunkar.com)

3. Terjadinya perkelahian atau tawuran antar pelajar maupun mahasiswa

Data akhir tahun yang dihimpun Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menunjukan angka memprihatinkan. Sebanyak 82 pelajar tewas sepanjang 2012.

"Komnas PA mencatat 147 kasus tawuran. Dari 147 kasus tersebut, sudah memakan korban jiwa sebanyak 82 anak," ujar Arist dalam konferensi pers catatan akhir tahun di Kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat (20/12/2012) pagi.

Menurut Arist, angka itu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 128 kasus. Kondisi itu pun semakin menunjukkan kekerasan sesama anak dalam bentuk tawuran menjadi fenomena sosial yang patut diwaspadai. (www.kompas.com)

Kalau kita telisik lebih mendalam, salah satu yang memicu terjadinya perkelahian atau tawuran antar pelajar ialah saingan dalam berpacaran, atau merasa kekasihnya direbut oleh pelajar yang lain. Kondisi ini sangat disayangkan, hanya dilatarbelakangi perkara negatif saja [pacaran] mereka berani mengorbankan fisik maupun nyawanya.

4. Meningkatnya jumlah penderit HIV/AIDS dan pecandu narkoba

Data Kementerian Menteri Kesehatan akhir Juni 2010 mencatat, terdapat 21.770 kasus AIDS serta 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun, yakni 48,1 persen dan usia 30-39 tahun 30,9 persen. Selain itu, kasus penularan terbanyak adalah heteroseksual 49,3 persen, homoseksual 3,3 persen, dan IDU 40,4 persen. Sementara soal data penyalahgunaan narkoba menunjukkan, dari 3,2 juta jiwa yang ketagihan narkoba, 78 persennya adalah remaja. Sedangkan penderita HIV/AIDS terus meningkat setiap tahunnya. (www.liputan6.com)

Kementerian Kesehatan juga mengeluarkan data yang mengejutkan soal penderita penyakit HIV/AIDS. Diperkirakan sebanyak lebih dari 200.000 penduduk Indonesia menderita penyakit HIV/AIDS.

“Dengan total populasi 240 juta, kita memiliki prevalensi HIV 0,24 persen dengan estimasi ODHA 186.000. Data itu masih mungkin lebih besar dan bisa capai lebih dari 200.000” ungkap Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung dari Kementerian Kesehatan, M. Subuh, dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat, 25 November 2011. (www.tempo.co)

Prevalensi [4] penyalahgunaan narkoba dalam penelitian BNN dan Puslitkes UI serta berbagai universitas negeri terkemuka, pada 2005 terdapat 1,75 persen pengguna narkoba dari jumlah penduduk di Indonesia. Prevalensi itu naik menjadi 1,99 persen dari jumlah penduduk pada 2008. Tiga tahun kemudian, angka sudah mencapai 2,2 persen. Pada 2012, diproyeksikan angka sudah mencapai 2,8 persen atau setara dengan 5,8 juta penduduk. (www.kompas.com)

5. Kerap terjadi kematian, pembunuhan maupun bunuh diri

Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang angka kematian tertinggi di Asia tenggara disaat melahirkan. Dari 100 ribu angka kelahiran, 307 orang ibu meninggal akibat aborsi. Hal ini disampaikan oleh dr Budi Santoso dari Divisi Fertilitas Endrokinologi Reproduksi Obstetri dan Ginekolog Fakultas Kedokteran Unair-RSUD Dr Soetomo dalam Seminar Nasional Pengaturan Kesehatan Reproduksi : Legalisasi dan atau Liberalisasi Abortus ? di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, Selasa (24/11/2009). "Di Indonesia ada 1,5 juta ibu yang menjalani aborsi yang tidak aman," kata Budi.

Menurut Budi, dari persentase 11-13 persen angka kematian ibu (AKI) diakibatkan adanya kematian aborsi tidak aman (unsafe abortion). "Di Seluruh dunia tercatat kurang lebih ada 50 juta ibu menjalani unsafe abortion." (www.detik.com)

Kasus aborsi yang mengakibatkan kematian sering kali dilatarbelakangi oleh hubungan intim di luar nikah, karena mereka belum siap memiliki anak atau tidak mau menanggung malu dengan kehamilannya di luar nikah, maka tindakan aborsi pun terpaksa mereka lakukan, dan yang menjadi resikonya apabila gagal ialah kematian dirinya.

Kita juga sering mendengar berita, baik di media cetak maupun elektronik tentang terjadinya pembunuhan terhadap pacarnya karena dianggapnya telah berkhianat, atau akibat sakit hati ditinggal mantan kekasihnya. Demikian juga, tidak sedikit yang kita temukan seorang remaja wanita yang bunuh diri akibat telah diperkosa oleh pacarnya, atau tidak mau menahan malu akibat hamil di luar nikah yang mendorong dirinya untuk mengakhiri hidupnya. Dan berita-berita yang semisalnya yang merupakan sederet akibat buruk dari dunia pacaran dan pergaulan bebas di kalangan remaja maupun anak muda.

6. Kebobrokan moral, akhlak dan mental para remaja dan anak muda

Akibat marak dan tersebarnya tradisi pacaran di kalangan remaja dan anak muda, ternyata berdampak buruk dalam perkembangan moral, akhlak maupun mental mereka. Hal itu disebabkan oleh kebiasaan buruk yang terjadi selama pacaran, ditabraknya norma-norma agama maupun adat masyarakat, serta terbentuknya angan-angan maupun obsesi kosong mereka sebagai akibat dari pergaulan bebas yang banyak sekali melanggar nilai-nilai agama.

Inilah yang kemudian memunculkan kasus-kasus pemerkosaan, aborsi, pencurian, malas dalam beribadah, jauh dari nilai-nilai agama, menurunnya semangat belajar, maraknya prostitusi, kasus hamil di luar nikah, kelahiran anak yang tidak diinginkan, dan yang semacamnya.

Sebagai contohnya, pada tahun 1981 pernah dilakukan penelitian oleh Tempo yang menunjukkan angka 17,02 % responden yang setuju dengan senggama sebelum nikah.[5] Itu adalah hasil penelitian tahun 1980-an, maka bagaimana dengan sekarang ini? Bukankah pemikiran semacam ini menunjukkan akan bobroknya moral maupun akhlak mereka, jauhnya dari nilai-nilai dan pemahaman agama yang benar.

7. Maraknya perdagangangan anak-anak dan remaja

Perdagangan manusia secara global kini semakin meningkat. Menurut informasi Badan PBB untuk Anak-Anak UNICEF, saat ini lebih dari 25 persen korban yang ditemukan adalah anak-anak. Bentuk eksploitasi korban yang paling sering adalah pelacuran paksa dan pekerja paksa. Komisi Eropa memperkirakan, keuntungan yang diraup melalui perdagangan manusia di dunia lebih dari 25 miliar Eropa per tahun. Hal ini juga dibenarkan Jörg Ziercke, presiden jawatan kriminal Jerman. Kebanyakan dari korban perdagangan manusia yang ditemukan polisi Jerman dalam razia tahun 2011, berusia di bawah 21 tahun, ujar Ziercke. Dua belas persen berumur antara 14 dan 17 tahun, 13 korban bahkan lebih muda dari 14 tahun. (www.dw.de). Bahkan Indonesia dinyatakan menempati urutan terburuk di dunia bersama dengan beberapa negara lain di Asia dalam hal perdagangan anak dan perempuan. (www.hukumonline.com)

Adapun salah satu penyebabnya ialah banyaknya anak-anak maupun remaja yang terjebur dalam pergaulan bebas, di antaranya adalah dunia pacaran. Akibat pacaran yang sudah tidak mengenal batas ruang dan waktu, terkadang mereka terjebak oleh iming-iming uang oleh orang yang tidak dikenal, atau ditipu oleh laki-laki yang mengaku sebagai kekasihnya selama ini, atau diculik karena pulang rumah terlalu larut malam, atau karena dirinya sudah merasa hancur hidupnya disebabkan pemerkosaan oleh pacarnya sehingga dirinya masuk ke dunia pelacuran, dan yang semisalnya.

Pula merasa bahwa anak yang dihasilkannya adalah akibat perzinaan, maka dirinya tidak ragu-ragu untuk menjualnya, karena keberadaan anak itu hanya akan menambah beban hidupnya, terlebih dirinya terdesak oleh kebutuhan ekonomi. Inilah buruknya dunia pacaran yang ikut andil terhadap maraknya perdangangan anak maupun remaja.

8. Kerap terjadi kasus aborsi

Angka pengguguran kandungan [aborsi] jumlahnya sangat mencengangkan. Menurut data dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia [PKBI] setiap tahun dua juta aborsi terjadi di Indonesia, 750 ribu di antaranya remaja. Sementara, menurut polling dokter di Surabaya, enam dari 10 remaja di Jakarta dan Surabaya tidak perawan. (Republika, 8 Agustus 2000). [6]

Berdasarkan data yang dikeluarkan BKKBN, diperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa. Bahkan, 800 ribu di antaranya terjadi di kalangan remaja. Beberapa wilayah lain di Indonesia, seks pranikah juga dilakukan beberapa remaja. Seperti di Surabaya tercatat 54 persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan. (www.jurnas.com)

Data kasus aborsi yang tercatat di Komisi Nasional Perlindungan Anak meningkat pada 2012, yakni 121 kasus, dengan mengakibatkan delapan orang meninggal. Menurut Ketua Komnas Anak, pada 2011 kasus aborsi tercatat ada 86 kasus. "Ini berarti terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Sebanyak 121 kasus aborsi itu dilakukan oleh anak SMA dan SMP atau di bawah 18 tahun," kata Arist saat ditemui di kantornya, Rabu, 30 Januari 2013. (www.tempo.co)

9. Banyak terjadinya kasus pemerkosaan

Di awal 2013 saja tercatat sebanyak 25 kasus pemerkosaan yang tersebar di wilayah di Indonesia. Indonesia Police Watch (IPW) mencatat Jawa Barat adalah wilayah yang banyak terjadi tindak pidana pemerkosaan.

"Di Jawa Barat ada 8 kasus, Jakarta 5 kasus, Jawa Tengah 5 kasus dan Jawa Timur 3 kasus," ungkap Ketua Presidium Indonesian Police Watch, Neta S Pane. Yang lebih miris lagi bahwa kasus-kasus perkosaan itu dilakukan oleh oleh para pelajar setingkat SMP. (www.detikcom).

Di Mesir saja dalam angka penelitian yang dilakukan oleh Dr. Fadeya Abu Syuhbah menyebutkan bahwa telah terjadi 20 ribu kasus perkosaan di Mesir setiap tahunnya. Ini berarti setiap satu jam kurang lebih terjadi satu perkosaan di Mesir. Pelakunya 90% adalah orang-orang pengangguran (di Mesir terdapat 6 jutaan pengangguran). (www.arrahmah.com).

Demikianlah beberapa fakta sebagai akibat buruk dari menjamurnya dunia pacaran di kalangan remaja maupun anak muda. Untuk melengkapi fakta di atas, berikut ini penulis hadirkan pula hasil penelitian Dr. Sarlito Wirawan Sarwono yang diadakan terhadap remaja di Jakarta sekitar tahun 1980-an dari 417 responden. Adapun perinciaannya adalah sebagai berikut :[7]

Tabel I
Perbandingan Jumlah Responden Laki-laki dan Perempuan
Jenis kelamin
Jumlah
%
Laki-laki
Perempuan
226
191
54,2
45,8

Tabel II
Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat Pendidikan
Jumlah
%
SLP
SLA
Perguruan Tinggi
Pelajar / Tidak mengisi
28
231
101
57
6,7
55,4
24,2
13,7
Jumlah
417
100

Tabel III
Pelajar/Mahasiswa Yang Pernah Melihat Buku/Majalah
dan Filam Porno
Kegiatan
SLP
SLA
P.T.
f
%
f
%
f
%
Buku/Majalah 
Film
12 
8
42,9 
26,6
160
90
69,3 
39
89 
61
88,1 
60,4

Tabel IV
Responden Yang Pernah Bermasturbasi
Pernah Masturbasi
SLP
SLA
P.T.
F
%
f
%
f
%
Belum
Pernah
Tidak Menjawab
9
9
10
32,1
32,1
35,6
160
35
36
60,3
15,1
15,6
54
42
5
53,5
41,6
4,9

Tabel V
Tindakan Yang Dilakukan Pada Waktu Pacaran
Tingkah Laku
Jumlah
%
Berkunjung ke rumah pacar (sebaliknya)
Saling mengunjungi
Berjalan berduaan
Berpegang tangan
Mencium pipi
Mencium bibir
Memegang buah dada
Memegang alat kelamin di balik baju
Memegang kelamin di atas baju
Melakukan senggama
Tidak menjawab
186
124
164
157
136
119
51
35
29
17
18
64,6
43,1
57
54,5
47,2
41,3
17,7
12,1
10,1
5,9
6,3

Tabel VI
Sikap Terhadap Free Seks
Sikap
SLP
SLA
P.T.
f
%
f
%
f
%
Setuju
Tidak setuju
Tidak menjawab
3
18

7
16,7
64,3

25
18
136

77
7,8
58,9

33,3
19
65

17
18,8
64,4

16,8

Demikianlah hasil penelitian yang dilakukan oleh beliau sekitar tahun 1980-an di Jakarta. Meskipun angka-angka itu tidak bersifat mengikat bagi daerah lain, dan tidak bisa digunakan untuk mengeneralisir lokasi lain, karena perbedaan tingkat ekonomi, sosial, pendidikan, maupun lingkungan. Namun data itu cukup bagi kita sebagai bukti maupun gambaran akan buruknya perilaku yang dilakukan saat pacaran.

Kemudian bagaimana hasilnya jika penelitian itu dilakukan akhir-akhir ini, di mana kemajuan teknologi, transportasi dan informasi telah memberikan kemudahan tersendiri untuk mengakses hal-hal yang haram dan beraroma syahwat yang sangat mempengaruhi terhadap sikap seksualitas para remaja maupun anak muda serta pergaulan sehari-hari mereka?


--------------------
[1] Media Litbang Kesehatan, Depkes RI, Volume XI Nomor 1 Tahun 2001, hal 30.
[2] Pacaran Dalam Kacamata Islam, hal 52
[3] Media Litbang Kesehatan, Depkes RI, Volume XI Nomor 1 Tahun 2001, hal 32.
[4] Prevalensi : Jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah. (www.artikata.com)
[5] Pacaran Dalam Kacamata Islam, hal 52
[6] Pacaran Dalam Kacamata Islam, Abdurrahman Al-Mukaffi, hal 57.
[7] Pacaran Dalam Kacamata Islam, Abdurrahman Al-Mukaffi, hal 47-49.



Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers