Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Jamur Hadits Maudhu


Rasulullah – shallallahu alaihi wa sallam - pernah bersabda yang berisi ancaman keras terhadap manusia yang berdusta dengan mengatasnamakan dirinya. Adalah Al-Mughirah berkata, “ aku pernah mendengar Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam – bersabda ;

إن كذبا علي ليس ككذب على أحد، من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

[ Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah seperti berdusta atas nama orang lain. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan ketersengajaan, maka bersiap-siaplah ia untuk menempati tempat duduknya dari api neraka ] [ 1 ]

Meski begitu keras ancaman Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam -, namun jamur-jamur kedustaan yang mengatasnamakan Rasulullah terus saja berkembang. Banyak manusia yang dengan sengaja ataupun tidak menisbatakan [ menyandarkan ] suatu perkataan kepada Rasulullah, padahal beliau tidaklah pernah mengatakan sedikitpun tentangnya. Inilah yang dikenal oleh para ahli hadits sebagai hadits maudhu.

Sebelum saya menyebutkan beberapa sebab, motif atau alasan yang melatarbelakangi menjamurnya hadits maudhu di antara manusia, saya akan mengenalkan beberapa point penting mengenai hadits maudhu dan hadits dhaif. Hal ini perlu diketahui agar pemahaman tentang hal-hal yang berkaitan tentang hadits maudhu’ lebih komprehensif [ utuh ].

DR. Mahmud Ath-Thahan berkata, “ [ Hadits maudhu’ ] itu adalah sejelek-jeleknya hadits dhaif dan yang paling buruk. Bahkan sebagian ulama menganggapnya sebagai bagian yang terpisah, dan bukan termasuk dalam kategori hadits dhaif “ [ 2 ]

Hadits dhaif

Pada pembahasan sebelumnya saya telah menyebutkan makna hadits, yaitu Apa yang disandarkan kepada Nabi - Shallallahu alaihi wa sallam -, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, atau berupa sifat.[ 3 ] Jadi, hadits tidaklah terbatas maknanya hanya berupa perkataan yang disandarkan kepada Rasulullah- Shallallahu alaihi wa sallam -.

Para ulama telah mengklasifikasikan hadits menjadi dua macam, hadits maqbul [ yang diterima ] dan hadits mardud [ yang tertolak ]. Masing-masing memiliki macamnya tersendiri.

Dalam masalah hadits mardud [ yang tertolak ], para ulama telah membaginya menjadi bagian yang banyak sekali, bahkan ada di antara mereka yang membaginya menjadi empat puluh lebih hadits mardud. Banyak di antara pembagian itu yang memiliki nama khusus, ada juga yang tidak memiliki nama khusus, namun para ulama hadits menyebutnya dengan nama yang universal, yaitu hadits dhaif. 

Banyak sebab yang menjadikan hadits itu dhaif, akan tetapi semua sebab itu mengerucut pada dua sebab yang pokok, yaitu :

a.    Saktun min al-isnad [ gugur atau hilangnya salah seorang rawi [ 4 ] atau lebih dari mata rantai periwayatan hadits ]
b.    Tha’nun fi ar-rawi [ cela atau cacat yang disandang oleh seorang rawi ] [ 5 ]

Adapun makna hadits dhaif secara bahasa [ etimologis ], bahwa dhaif [ lemah ] adalah lawan dari kata qawi [ kuat ]. Yang dimaksud lemah ialah lemah secara maknawi.

Sedangkan secara istilah [ terminologis ], hadits dhaif ialah hadits yang tidak terkumpul di dalamnya syarat-syarat hadits hasan, yaitu dengan gugurnya salah satu syarat dari hadits hasan. [ 6 ]

Adapun syarat-syarat hadits hasan yang tersimpulkan dari definisi Ibnu Hajar tentang hadits hasan [ 7 ] ialah ;

a.    Itisholu sanad [ sanad atau mata rantai periwayatan haditsnya tersambung, maksudnya bahwa setiap rawi itu mendengarkan haditsnya secara langsung dari gurunya ]
b.    Adalatu ar-ruwah [ bahwa setiap rawinya memiliki sifat yang adil, yaitu muslim, baligh, berakal, tidak fasiq, dan tidak melakukan perbuatan tercela yang akan menghilangkan muru’ah [ sifat baik dan kewibawaannya ]]
c.    Khaffa dhabthu ar-ruwah [ bahwa setiap rawinya memiliki sifat dhabth [ ketelitian dan kekuatan ] yang lemah, baik yang berupa hafalan ataupun tulisan ]
d.    Adamu asy-syudzudz [ maksudnya hadits tersebut tidak syadz. Adapun syudzudz ialah periwayatan rawi yang tsiqoh [ terpercaya ] menyelisihi riwayat rawi yang lebih tsiqah darinya ]
e.    Adamu al-‘ilah [ bahwa hadits tersebut tidak memiliki ‘ilah. Adapun ‘ilah ialah sebab yang lembut dan tersembunyi yang bisa menodai dan merusak keshahihan sebuah hadits, yang mana secara dzahirnya hadits tersebut selamat darinya ]

Syarat-syarat di atas [ selain pada point c ] adalah syarat hadits shahih. [ 8 ] Karena dalam hadits shahih dhabtu ruwah itu harus kuat dan sempurna, baik dalam hafalan maupun tulisan. Sehingga apabila ketelitian dan kekuatan hafalan maupun tulisan seorang perawi itu lemah, maka hadits itu menjadi hadits hasan.

Dan apabila syarat-syarat di atas tidak terkumpul dalam sebuah hadits, yaitu dengan gugurnya salah satunya atau lebih, maka hal itu menjadikan hadits tersebut dhaif [ lemah ].

Hadits maudhu’

Secara bahasa [ etimologis ], kata maudhu’ [ موضوع ] berasal dari kata [ وضع الشيء ] yang bermakna meletakkan sesuatu. Disebut demikian karena merosot dan rendahnya kedudukannya.

Sementara secara istilah [ terminologis ], hadits maudhu’ ialah kedustaan yang diciptakan, dibuat-buat dan dinisbatkan [ disandarkan ] kepada Rasulullah.[ 9 ] Baik kedustaan itu berupa perkataan, perbutaan, persetujuan ataupun sifat yang disandarkan kepada Rasulullah.

Jadi, sebab pokok yang menjadikan sebuah hadits itu maudhu’ ialah tha’nun fi ar-rawi yang berupa kedustaan yang dibuat-buat oleh seorang perawi. Oleh karena itu, para ulama hadits menjadikan hadits ini sebagai hadits dhaif yang paling buruk dan rendah derajatnya, bahkan sebagian mereka menganggapnya bukan bagian dari hadits dhaif.

Para ulama telah sepakat bahwa haram hukumnya meriwayatkan hadits maudhu’ kepada orang lain entah apa itu maknanya dan ia mengetahui kedudukannya kecuali disertai penjelasan tentangnya [ bahwa hadits tersebut benar-benar maudhu’ ]. [ 10 ] Hal ini berdasarkan hadits dalam riwayat Muslim, bahwa Rasulullah bersabda ;

من حدث عني بحديث يرى أنه كذب، فهو أحد الكاذبين

[ Barang siapa yang menceritakan dariku sebuah hadits, dimana ia menyangkanya sebagi sebuah kedustaan, maka ia termasuk salah satu dari dua pendusta ] [ 11 ]

Sebab dan motif menjamurnya hadits maudhu’ [ 12 ]

Setelah mengetahui makna hadits maudhu’, dimana ia merupakan sejelek-jeleknya hadits dhaif karena sebuah kedustaan yang dinisbatkan kepada Rasulullah. Berikut ini akan saya sebutkan beberapa alasan, sebab dan motif yang mendorong seseorang begitu beraninya mengarang sebuah hadits maudhu’ yang kemudian disandarkan bahwa hal itu bersumber dari Rasulullah. Di antaranya ialah ;

a.    Untuk mendorong manusia  bertaqarub [ mendekatkan diri ] kepada Allah.

Inilah salah satu yang mendorong seseorang untuk mengarang sebuah hadits maudhu’, ia membuat beberapa hadits untuk memberikan semangat dan mendorong manusia berbuat kebaikan. Atau bisa berupa hadits yang menjadikan manusia takut dari berbuat kemunkaran.

Kebanyakan mereka adalah kaum yang menisbatkan diri kepada kezuhudan dan kebaikan [ kaum sufi ]. Mereka adalah seburuk-buruknya manusia yang membuat hadits maudhu’, dikarenakan manusia lain menerima hadits tersebut atas kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Contohnya,
Masirah bin Abdi Rabbih, Ibnu Hibban telah meriwayatkannya dalam Adh-Dhu’afa, dari Ibnu Mahdy ia berkata, “ Aku berkata kepada Masirah bin Abdi Rabbih, “ Dari mana kamu mendapatkan hadits [ Barangsiapa yang membaca ini dan itu, maka baginya adalah ini dan itu ] ?” Ia Menjawab, “ Aku karang sendiri untuk menyemangati manusia “

b.    Demi membela dan menguatkan Madzhab atau argumentasinya

Terutama madzhab para kelompok yang bergelut dalam perpolitikan. Dan hal itu muncul setelah terjadinya fitnah [ khawarij ] dan berkembangnya kelompok yang bergelut dalam politik. Seperti kelompok khawarij dan syiah. Mereka telah mengarang beberapa hadits palsu hanya demi menguatkan madzabnya. Seperti, “ Ali adalah sebaik-baiknya manusia. Barangsiapa yang ragu terhadapnya, maka ia telah kafir “

c.    Untuk mencela dan menghancurkan islam

Kelompok ini adalah para zindiq [ 13 ] yang tidak mampu mengkelabuhi islam secara terang-terangan. Sehingga dengan sengaja mereka menempuh jalan yang keji semacam ini, mengarang beragam hadits palsu untuk mendistorsi [ menyimpangkan dan memutarbalikkan ] dan menikam islam dari dalam.

Contohnya,
Muhammad bin Sa’id As-Syamy, seorang yang kokoh dengan kezindiqannya. Telah diriwayatkan dari Humaid dari Anas secara marfu’, “ Saya adalah penutup para Nabi yang tidak ada Nabi setelahku, melainkan jika Allah menghendaki “

Para Zahabidzatul Hadits [ 14 ] telah menjelaskan perkara hadits di atas.

d.    Agar dekat dengan para penguasa

Mereka adalah orang-orang yang lemah imannya yang berusaha untuk dekat dengan sebagian para penguasa, yaitu dengan mengarang hadits-hadits palsu yang sesuai dengan kepentingan para penguasa.

Contohnya,
Kisah Ghiats bin Ibrahim An-Nakha’I Al-Kufi bersama Amirul Mukminin Al-Mahdi, di mana saat menemuinya, ia [ Amirul mukminin ] sedang bermain burung merpati. Kemudian ia menyertakan sanad yang sampai kepada Rasulullah, bahwa beliau bersabda,

لا سبق إلا في نصل أو خف أو حافر ] أو جناح  [

[ Tidak ada perlombaan melainkan dalam panahan, menunggang unta, berkuda, [ 15 ] dan burung merpati ].

Ia [ Giats ] memberikan tambahan “ dan burung merpati “ hanya demi dekat dengan Al-Mahdi. Akan tetapi Al-Mahdi mengetahui hal itu, lantas ia memerintahkan untuk menyembelih burung merpati itu dan berkata, “ saya melakukannya untuk itu “. Maka ia pun mengusir si pembuat hadits maudhu’ yang hendak mendekatkan diri kepadanya, yaitu dengan melakukan kebalikan dari apa yang ia kehendaki.

e.    Untuk mencari dan menumpuk harta

Yaitu seperti sebagian para tukang dongeng yang mencari penghasilan dari dongengnya kepada manusia, maka ia membawakan beberapa kisah yang menarik dan memikat sehingga manusia mau mendengarkannya dengan antusias. Seperti Abu Sa’id Al-Madaini.

f.     Mencari popularitas

Yaitu dengan membawakan hadits-hadits gharib [ asing ] yang tidak pernah ada sedikit pun dalam kamus para syaikh ahli hadits, kemudian mengatur sanad haditsnya agar terkesan asing sehingga mereka [ para syaikh ahli hadits ] antusias untuk mendengarkan penyebutan sanadnya. Seperti Ibnu Abi Dihyah dan Hamad An-Nashiby.

Demikianlah beberapa alasan dan motif seseorang yang dengan beraninya untuk mengarang sebuah hadits palsu yang dinisbatkan kepada Rasulullah, semua itu bermuara pada satu hulu, yaitu hanya demi meraih dan mendapatkan keuntungan duniwai saja.

Wallohu a’lam bishowab

---------------------------------
[ 1 ]  Ini adalah lafadz dalam riwayat Bukhari. HR. Bukhari ; 1291, Muslim ; 3, Abu Dawud ; 3651, At-Tirmidzi ; 2659, Ibnu Majah ; 30
[ 2 ] Taisir Mustholah Al-Hadits, DR. Mahmud Ath-Thahan, Maktabah Al-Ma’arif, Ar-Riyadh, hal 111
[ 3 ] Ibid, Hal 17
[ 4 ] Rawi adalah periwayat atau orang yang meriwayatkan dan memberitakan sebuah hadits kepada orang lain
[ 5 ] Taisir Mustholah Al-Hadits, hal 77
[ 6 ] Ibid, hal 78
[ 7 ] Ibid, hal 58
[ 8 ] Ibid, hal 44-45
[ 9 ] Ibid, hal 111
[ 10 ] Ibid, hal 111
[ 11 ] Muqaddimah Imam Muslim dalam Shahihnya, 1 / 8
[ 12 ] Taisir Mustholah Al-Hadits, hal 113 -115
[ 13 ] Orang kafir yang berpura-pura beriman
[ 14 ] Para Ahli hadits yang kompeten dalam menemukan baik buruknya dalam sebuah hadits
[ 15 ] HR. At-Tirmidzi ; 1700, An-Nasai ; 3585, 3586
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog