Aku dan kamu di mana ya dalam cerita keong yang
rakus!
Keong.... siapa yang tak mengenalnya, hatta si
belia pun tahu, ia tinggal di sawah, rawa, empang, pokoknya semua tempat yang digenangi
air yang masih nature alias belum tercemar, siapa yang tahu sifat dan kepribadiannya
? ya, menurutku ia dan the big family-nya sangat pemalu, pendiam, dingin dan
tenang, sedikit bicara, terlihat banyak merenung, jarang usil apalagi berbuat
gaduh yang lain. itulah secuil dari sifat yang aku tahu, mereka menuruni sifat
nenek moyangnya, ya karena satu gen, tidak mungkn lah jauh-jauh banget berbeda,
sikapnya tidaklah membuat risau, tapi membuat gamang dan benci spesies yang
lain. Kenapa ?
Kenapa ya ? Aku juga merasa tak
nyaman, meski tidak selamanya, ya kadang-kadang saja, juga kamu, ya mungkin
saja. tapi mereka yang anak metropolitan, jauh dari kehidupan kampung, sawah, rawa,
empang, dan dunia air, mungkin sulit membayangkannya, tapi aku berharap mereka
bisa merasakan ilustrasinya.
Waw...
Ya dibalik tenangnya, diamnya,
dinginnya, mereka sangtlah rakus, mungkin tanaman padi yang baru mulai
menghijau, ia babat habis, yang tersisa hany pangkal akar yang kelot ( sulit dan
keras untuk dimakan, dalam bahasa jawa ). inilah yang dirasakan pak tani dan bu
tani, mereka adalah manusia ya banyak ....
Banyak tawakal, maksudnya lho. Kenapa ?
karena mereka ga pernah nyerah ama keong rakus dan pasukannya yang melulu merusak
dan meluluhkan harapannya, padi yang akan menjadi bekal hayatnya telah dirampas
dan dijajah, biaya menanam pun hangus bagai kayu yang terbakar, yang tiada lagi
berguna, dan hanya mejadi…
Menjadi.....menjadi…..
Sampah yang mengonggok atau terhampar
kotor...itulah yang aku benci darinya, memang tidak semuanya buruk, banyak juga
yang baik dan berguna, tapi sekarang aku lagi ngomongin yan aku tidak suka, juga
pak tani sama bu tani, yaitu sifatnya yang rakus, meskipun pembawaannya dingin
dan pendiam. Semua ini......
Semua itu hanyalah sebagai ibroh atau
pelajaran,bahwa semua yang terlihat baik belum tentu baik, semua yang terbuat dari
perilaku dan sifat, tidaklah selalu cocok dengan harapan orang lain, apa yang
kita benci, belum tentu dibenci dan buruk menurut Alloh. Intinya banyak ibroh, hikmah
yang harus kita resapi dan pahami, tapi kebanyakan kita tak berbuat demikia, apa
yang terlihat, didengar, dirasakan, bahkan teralami sendiri. Ia bagai angin
berhembus, berlalu, menjauh, sesekali kembali dan berlalu lagi. Jadi di mana
kita, saat keong rakus membuat galau pak dan bu tani ?
Kamu lebih tau akan diri kamu sendiri
daripada aku, anda lebih pantas menilai dan menempatkan diri anda harus
bagaimana dan berbuat apa setelahnya, semua terserah masing-masing, tapi usahakan
jangan berlebih dalam bersikap, entah itu baik atau buruk.
Wallohu a’am bishowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar