Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Keutamaan Shalat Berjamaah


MUQADDIMAH

Shalat berjamaah adalah satu dari sekian banyak syiar islam yang sangat agung. Di mana dalam shalat berjamaah terlihat dengan jelas kekuatan dan ukhuwah [ persaudaraan ] yang kokoh dari kaum muslimin. Inilah kekuatan yang sangat di takuti oleh orang-orang kafir tatkala bersatu dan berkumpulnya kaum muslimin dalam satu ikatan aqidah yang sama.

Namun yang sangat disayangkan, di saat gencar-gencarnya musuh-musuh islam untuk melemahkan dan menghancurkan islam dan pemeluknya dari muka bumi ini, kaum muslimin malah terpecah belah dan terkotak-kotak menjadi beberapa kelompok yang masing-masing kelompok berbangga dengan kelompoknya sendiri.

Allah berfirman ;

فتقطعوا أمرهم بينهم زبرا كل حزب بما لديهم فرحون

[ Kemudian mereka [ pengikut-pengikut rasul itu ] menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan mereka bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka [ masing-masing ] ] [ 1 ]

Lemahnya ukhuwah dan kekuatan umat islam ini terlihat dan tercermin dari sepinya masjid, mushola, dan surau dari shalat berjamaah. Banyak kaum muslimin yang terjebak dalam penggampangan dan peremehan akan shalat berjamaah. Dan mayoritas mereka berdalih bahwa hukumnya bukanlah wajib ‘ain yang tidak berdosa tatkala ditinggalkannya.

Inilah alasan utama yang telah menyebar di kalangan mayoritas kaum muslimin. Tentunya keyakinan ini perlu diluruskan, meski kita tidak menafikan adanya perbedaan ulama mengenai hukum shalat berjamaah. Kita tidak bisa menyalahkan mereka yang berpendapat bahwa hukumnya sunnah muakkad, atau fardhu kifayah, atau sebagai syarat sahnya shalat.

Tapi yang perlu kita luruskan bahwa pendapat-pendapat itu tidak selayaknya menjadi dalih untuk meninggalkan shalat berjamaah. Hal ini mengingat keutamaan-keutamaanya yang sangat banyak, juga karena ia adalah salah satu syiar islam yang sangat agung yang sangat ditakuti oleh musuh-musuh islam.

KEDUDUKAN SHALAT BERJAMAAH

Shalat berjamaah memiliki kedudukan yang sangat mulia di hadapan Allah. Hal ini tertera dalam Firman-Nya ;

وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة وركعوا مع الراكعين

[ Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang yang rukuk ] [ 2 ]

Berkata Ibnu Katsir, “ Banyak dari kalangan ulama yang menjadikan ayat di atas sebagai dalil akan wajibnya shalat berjamaah.” [ 3 ]

Shalat berjamaah juga memiliki kedudukan yang sangat mulia di hadapan Rasulullah. Sebagai buktinya bahwa beliau tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah melainkan karena adanya udzur syari’ yang menghalanginya. Beliau juga sangat memperhatikan para sahabatnya agar terus menjaga shalat berjamaah. Hal ini terlihat dari keinginan beliau untuk membakar rumah-rumah mereka yang tidak mengikuti shalat berjamaah, hanya karena anak-anak dan isteri-isteri merekalah yang membuat Nabi mengurungkan niat beliau.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

والذي نفسي بيده لقد هممت أن آمر بحطب فيحطب، ثم آمر بالصلاة فيؤذن لها، ثم آمر رجلا فيؤم الناس ثم أخالف إلى رجال، فأحرق عليهم بيوتهم، والذي نفسي بيده لو يعلم أحدهم أنه يجد عرقا سمينا أو مرماتين حسنتين لشهد العشاء

[ Demi jiwaku yang ada pada genggaman-Nya, sungguh aku sangat berkeinginan untuk menyuruh mereka [ para sahabat ] mencari kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk melaksanakan shalat dan dikumandangkannya adzan serta menyuruh salah satu mereka untuk menjadi imam, setelah itu aku menuju orang-orang [ yang tidak ikut shalat berjamaah ] dan membakar rumah-rumah mereka. Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, seandainya salah seorang dari mereka mengetahui bahwa ia akan mendapatkan tulang yang gemuk [ penuh daging ] atau dua kaki lembu yang baik, niscaya mereka akan menghadiri shalat isya [ berjamaah ] ] [ 4 ]

Demikian juga ia memiliki kedudukan yang mulia bagi umat ini, karena shalat berjamaah adalah salah satu syiar islam yang agung yang sangat di takuti oleh musuh-musuh islam. Oleh karena itu, mereka berusaha keras menyebarkan beragam propaganda ke tengah-tengah kaum muslimin agar umat islam jauh dari masjid dan lambat laun meninggalkan shalat berjamaah.

Adapun kedudukannya bagi umat islam sendiri, bahwa shalat berjamaah memiliki banyak sekali keutamaan. Ia adalah satu dari sekian banyak ladang pahala berlimpah ruah yang sudah selayaknya umat islam berlomba-lomba di dalamnya. Kebaikan-kebaikan di dalamnya tidaklah ditemukan di dalam syariat lain selain islam, dan sudah saatnya umat islam berbangga dengannya dan berusaha untuk menjaga syiar ini agar terus nampak.

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAAH

Banyak sekali keutamaan-keutamaan shalat berjamaah yang akan didapatkan oleh seorang muslim, mulai dari sebelum berangkat ke masjid sampai ia kembali ke rumahnya. Di antara keutamaan-keutamaannya ialah sebagai berikut ;

[ 1 ] Shalat berjamaah lebih utama 27 atau 25 derajat dibandingkan shalat sendirian.

Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa shalat berjamaah lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian, atau lebih utama 25 derajat. Kedua perbedaan ini tidaklah bertentangan, karena substansinya sama, yaitu keutaaman shalat berjamaah yang jauh lebih banyak daripada shalat sendirian yang hanya satu derajat.

Ibnu umar meriwayatkan bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة

[ shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat di banding shalat sendirian ] [ 5 ]  

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

صلاة الجماعة أفضل من صلاة أحدكم وحده بخمسة وعشرين جزءا

[ Shalat berjamaah lebih utama dua puluh lima bagian dari shalat salah seorang kalian yang dilakukan sendirian ] [ 6 ]

As-Shon’ani menjelaskan dalam kitabnya [ subulus salam ] mengenai kedua hadits di atas, “ Tidak ada pertentangan [ antara dua hadits tersebut], karena yang di maksud [ dalam hadits ] bukanlah jumlahnya, maka riwayat [ dua puluh lima derajat ] masuk dalam makna riwayat [ dua puluh tujuh derajat ], atau Nabi mengabarkan dengan jumlah yang lebih sedikit, baru kemudian mengabarkan dengan jumlah yang lebih banyak, dan hal itu adalah tambahan yang Allah berikan.

Juga ada yang memaknai bahwa tujuh itu bagi mereka yang shalat berjamaah di masjid, dan lima itu bagi mereka yang shalat jamaah di selain masjid. Dikatakan pula bahwa tujuh itu bagi mereka [ yang shalat berjamaah ] yang tinggal jauh dari masjid, dan lima itu bagi yang dekat dengan masjid.” [ 7 ]

[ derajat ] dan [ bagian ] bermakna sama, karena masing-masing menjelaskan satu sama lain, tapi yang menjadi maksud hadits tersebut berupa anjuran untuk menjaga shalat berjamaah dan tidak meremehkannya.

Tapi, mengapa sabda beliau di atas terasa kecil bagi sebagian kaum muslimin, terpandang remeh dan sebelah mata. Berdalih ia hanya sekedar sunnah, kalau ditinggalkan tidak berdosa, dan mengerjakannya mendapatkan pahala. Pula, berdalih yang penting kewajiban tertunaikan dan tergugurkan, lantas shalat berjamaah mereka tinggalkan, dan keutamaan-keutamaannya terabaikan.

Inilah yang selama ini terkecilkan, padahal ia kelak besar yang dulunya terkecilkan dalam pandangan. Dan yang kita pandang besar saat ini [ berupa harta, dunia dan beragam kesenangan di dalamnya, serta kesibukan diri mencari dan menumpuknya ] kelak terkecilkan kala kehidupan dunia ini telah berakhir.


[ 2 ] Di ampuni dosa-dosanya

Di antara keutamaan shalat berjamaah ialah diampuni dosa-dosanya oleh Allah. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

من توضأ للصلاة فأسبغ الوضوء، ثم مشى إلى الصلاة المكتوبة، فصلاها مع الناس أو مع الجماعة أو في المسجد غفر الله له ذنوبه

[ Barangsiapa berwudlu untuk shalat dan menyempurnakan wudlunya, kemudian ia berjalan menuju shalat maktubah [ shalat wajib yang lima ], dan mengerjakannya bersama manusia atau dengan berjamaah atau di dalam masjid, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya ] [ 8 ]

Sungguh, ini adalah keutamaan yang sangat besar, karena dengan shalat wajib yang dikerjakan secara berjamaah, maka dosa-dosa kecil kita akan tergugurkan oleh pengamunan dari Allah.

Bukankah manusia adalah makhluk yang sangat berharap akan ampunan dari-Nya. Bukankah manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Berapa banyak dosa yang terus kita kumpulkan dari anggota tubuh kita dalam setiap harinya. Mulai dari bangun tidur sampai hendak tidur kembali, seluruh raga kita tidak terlepas dari dosa-dosa yang kita lakukan, baik yang disengaja ataupun tidak.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

إن الله كتب على ابن آدم حظه من الزنا، أدرك ذلك لا محالة، فزنا العين النظر، وزنا اللسان المنطق، والنفس تمنى وتشتهي، والفرج يصدق ذلك كله ويكذبه


[ Sesungguhnya Allah menetapkan atas bani Adam [ manusia ] bagiannya dari zina, yang pasti akan mendapatkannya dan tidak mungkin tidak, maka zina mata ialah melihat, dan zina  lisan ialah berbicara, dan hati berangan-angan dan bersyahwat, sementara farji [ kemaluan ] itulah yang akan membenarkan atau mendustakan semuanya itu ] [ 9 ]

Bisa kita bayangkan, berapa banyak mata kita tertatap untuk melihat hal-hal yang diharamkan dalam seharinya, begitu sulitnya lisan kita tertahan dari perkataan yang diharamkan, betapa seringnya telinga kita untuk mendengarkan hal-hal yang haram, dan kerap sekali hati kita berbisik hal-hal yang diharamkan dan mendorong raga untuk berbuat haram, serta masih banyak dosa-dosa lain yang dilakukan oleh anggota tubuh kita lainnya. Ini dalam seharinya, bagaimana jika diakumulasi dalam sepekan, sebulan, setahun, dan selama umur hidup kita ?

Dan shalat berjamaah adalah salah satu cara untuk menggugurkan dosa-dosa kecil yang kita perbuat, karena Rasulullah sendiri telah mewartakan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang shalat secara berjamaah. Siapakah yang lebih baik petunjuknya daripada petunjuk Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - ? maka bersegeralah untuk menjaga shalat berjamaah.

[ 3 ] Diangkat derajatnya dan dihapusnya kesalahan

Allah akan mengangkat derajat seseorang yang benar-benar menjaga shalat berjamahnya di masjid. Dan tidak ada pengangkatan derajat yang lebih mulia selain daripada pengangkatan derajat oleh Allah. Ini adalah keutamaan yang akan diperoleh bagi mereka yang menjaga shalat berjamaahnya di Masjid.

Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa beliau - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

صلاة الجميع تزيد على صلاته في بيته وصلاته في سوقه خمسا وعشرين درجة، فإن أحدكم إذا توضأ فأحسن، وأتى المسجد، لا يريد إلا الصلاة، لم يخط خطوة إلا رفعه الله بها درجة وحط عنه خطيئة.


[ Shalat berjamaah lebih tinggi dua puluh lima derajat atas shalatnya [ yang ia kerjakan sendirian ] di rumah atau di pasar. Maka, jika salah seorang kalian berwudlu dengan baik, kemudian mendatangi masjid yang tidak lain hanyalah untuk shalat, maka tidaklah ia melangkahkan langkahnya melainkan Allah akan mengangkatnya satu derajat dan menghapusnya satu kesalahan ]. [ 10 ]

Musthafa Al-Bagha memberikan ta’liq [ catatan ] atas hadits tersebut tentang maksud diangkatnya satu derajat, bahwa satu derajat itu ialah tingkatan di dalam surga. [ 11 ]

Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, “ Satu langkah itu memiliki dua faidah, pertama : diangkatnya satu derajat, kedua : dihapusnya satu kesalahan. Ini adalah pahala dan keutamaan yang besar, tidak seyogyanya seorang mukmin yang berakal untuk mengabaikannya.

Seandainya dikatakan kepadamu, “ Barang daganganmu ini jika kau jual di tempatmu hanya seharga seratus, tapi jika dijual di tempat lain yang mengharuskanmu safar, bisa seharga seratus sepuluh. “  Tentunya kau akan tempuh safar itu dan tidak akan memberatkanmu hanya demi mendapatkan laba sepuluh.

Dan mayoritas manusia – kita berlindung kepada Allah – mengharamkan untuk dirinya kebaikan. Kita mendapati mereka tinggal dekat dengan masjid, namun mereka tinggalkan keutamaan yang agung dan sumber penghasilan [ pahala ] yang besar ini, yang mana satu itu bernilai dua puluh tujuh, yakni berlipat-lipat. Meskipun demikian mereka tetap tidak mendatangi Masjid. “ [ 12 ]

Demikian pula, semakin jauh rumahnya dari masjid semakin besar pula pahala yang akan diperolehnya saat ia shalat berjamaah di masjid. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asyari bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

أعظم الناس أجرا في الصلاة أبعدهم فأبعدهم ممشى والذي ينتظر الصلاة حتى يصليها مع الإمام أعظم أجرا من الذي يصلي، ثم ينام

[ Manusia yang paling besar pahala shalatnya [ shalat berjama’ah ] ialah mereka yang paling jauh, paling jauh berjalannya. Dan yang menunggu shalat hingga ia shalat [ berjamaah ] bersama Imam, pahalanya lebih besar daripada mereka yang shalat [ sendirian ] kemudian tidur ] [ 13 ]

Musthafa Al-Bagha memberikan komentar mengenai hadits di atas. “ [ yang paling jauh berjalannya ] ialah yang paling jauh jaraknya dari Masjid dan paling banyak langkahnya ke Masjid, [ daripada mereka yang shalat ] ialah shalat sendirian atau tanpa mau menunggu [ shalat berjamaah bersama Imam ].” [ 14 ]

Disebutkan dalam riwayat Muslim bahwa Jabir bin Abdillah berkata, “ Sesungguhnya rumah-rumah kami jauh dari Masjid, kemudian kami hendak menjualnya agar bisa tinggal dekat dengan Masjid. Namun Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - melarangnya dan bersabda ;

إن لكم بكل خطوة درجة

[ Sesungguhnya bagi kalian setiap langkah adalah satu derajat ] [ 15 ]

[ 4 ] Terganjar baginya pahala shalat selama ia masih di dalam masjid

Ini adalah kemuliaan yang diberikan oleh Allah bagi orang-orang yang shalat berjamaah di Masjid, dan kemuliaan ini tidak akan diperoleh bagi mereka yang shalat sendirian, baik di rumahnya, di pasar atau di tempat lainnya.

Abu Hurairah telah meriwayatkan bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

صلاة الجميع تزيد على صلاته في بيته وصلاته في سوقه خمسا وعشرين درجة ……. حتى يدخل المسجد، وإذا دخل المسجد، كان في صلاة ما كانت تحبسه

[ Shalat berjamaah lebih tinggi dua puluh lima derajat atas shalatnya [ yang ia kerjakan sendirian ] di rumahnya atau di pasar. ……… hingga ia masuk ke dalam masjid. Jika ia telah masuk ke dalam masjid, maka ia tetap dalam keadaan shalat [ diganjar pahala shalat ], selama shalat itu yang menahan dirinya [ untuk keluar dari masjid ] ] [ 16 ]

Dalam lafadz yang lain disebutkan ;

ولا يزال أحدكم في صلاة ما انتظر الصلاة

[ Dan senantiasa salah seorang kalian dalam keadaan shalat, selama ia menunggu shalat [ berikutnya ] ] [ 17 ]

Musthofa Al-Bagha memberikan ta’liq [ catatan / komentar ] bahwa maksud “ dalam keadaan shalat “ ialah ia dihukumi seperti orang yang sedang shalat yang ditulis baginya ganjaran atau pahala shalat. [ 18 ]

Maka, barangsiapa yang tetap berada di dalam masjid, dan ia tidak keluar darinya karena hendak menunggu shalat selanjutnya, kemudian ia menyibukan diri dengan ibadah dan amal shalih lainnya, seperti berdzikir, membaca al-Qur’an, mengikuti kajian ilmiah, dan yang semisalnya, niscaya ia akan diganjar oleh Allah dengan pahala shalat sampai datang waktu shalat berikutnya, seolah-olah ia tetap dalam keadaan sedang shalat.

Dan siapakah yang akan mendapatkan keutamaan yang mulia ini, melainkan mereka yang benar-benar menjaga shalat berjamaahnya di masjid ?

[ 5 ] Akan dido’akan oleh para Malaikat

Ini adalah keutamaan lain yang sangat besar yang akan didapatkan oleh orang-orang yang menjaga shalat berjamaahnya di dalam masjid. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - berikut ini;

وتصلي - يعني عليه الملائكة - ما دام في مجلسه الذي يصلي فيه: اللهم اغفر له، اللهم ارحمه، ما لم يحدث فيه

[ Dan bershalawat [ para Malaikat itu ] kepadanya selama ia masih berada di tempatnya di mana ia shalat, selama ia belum berhadats ; “ Allohumaghfirlahu [ Ya Allah, ampunilah ia], Allohumarhamhu [ Ya Allah, rahmatilah ia ]. “ [ 19 ]

Do’a Malaikat atas seorang hamba adalah kemuliaan tersendiri yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang dicintai. Seorang hamba yang mendapatkan do’a Malaikat berarti ia adalah seorang hamba yang mulia. Hanya orang-orang mulia yang akan mendapatkan penghormatan mulia dari para makhluk yang mulia, terlebih para Malaikat.

Dan apa yang akan menghalangi do’a Malaikat, sementara mereka adalah makhluk yang setiap saatnya hanya disibukkan dengan beribadah kepada Allah, ketaatan kepada-Nya dan tidak pernah bermaksiat sedikitpun dalam hayatnya.

Allah telah  mensifati mereka di dalam al-Qur’an ;

لا يعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون

[ Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ] [ 20 ]

[ 6 ] Mendapatkan keutamaan khusus dari shalat isya dan subuh berjamaah

Seseorang yang shalat isya berjamaah, maka ia seperti menghidupkan separuh malamnya dengan ibadah shalat. Dan orang yang shalat subuh berjamaah, ia seperti shalat semalam suntuk.

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Abdurrahman bin Abi Amrah berkata, “ Utsman bin Affan masuk ke dalam Masjid setelah shalat maghrib, kemudian ia duduk sendirian. Maka Aku pun duduk di dekatnya. Lantas ia berkata, “ Wahai keponakanku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

من صلى العشاء في جماعة فكأنما قام نصف الليل، ومن صلى الصبح في جماعة فكأنما صلى الليل كله

[ Barangsiapa shalat isya berjamaah, maka ia seperti shalat separuh malam. Dan barangsiapa shalat subuh berjamaah, maka ia seperti shalat semalam suntuk ] [ 21 ]

Adapun dalam riwayat Abu Dawud disebutkan bahwa Utsman bin Affan berkata bahwa Rasulullah - Shallahu alaihi wa sallam - telah bersabda ;

من صلى العشاء في جماعة كان كقيام نصف ليلة، ومن صلى العشاء والفجر في جماعة كان كقيام ليلة

[ Barangsiapa shalat isya berjamaah, maka ia seperti shalat separuh malam. Dan barangsiapa shalat isya dan subuh dengan berjamaah, maka ia seperti shalat semalam suntuk ] [ 22 ]

Dari dua hadits di atas ada dua pengertian ;

a.    Dzahir riwayat Muslim menyebutkan bahwa orang yang shalat isya dan subuh berjamaah, maka ia seperti menghidupkan satu setengah malam dengan ibadah shalat.

b.    Adapun dzahir riwayat Abu Dawud bahwa orang yang shalat isya dan subuh berjamaah, maka ia seperti shalat semalam suntuk.


Dzahir dari dua pengertian di atas terkesan bertentangan, namun sejatinya tidaklah demikian. Karena kedua maksud hadits di atas masih bisa dikompromikan dan digabungkan satu sama lain.

Berkata Syaikh Al-Mubarakfury, “ Maksud hadits [ Dan barangsiapa shalat subuh berjamaah ] dalam riwayat Muslim yakni yang digabungkan dengan shalat isya berjamaah. Al-Munawi juga berpendapat demikian.” [ 23 ]

Berkata Al-Qaari dalam Al-Mirqah mengenai penjelasan hadits [ maka ia seperti shalat semalam suntuk ] dalam riwayat Muslim, “ Yaitu dengan mengabungkan setengahnya lagi [ dari shalat isya berjamaah ], maka ia seperti menghidupkan separuh malam yang terakhir.” [ 24 ]

Syaikh Al-Mubarakfury berkata, “ Inilah pengkompromian [ penggabungan ] antara dua riwayat hadits tersebut.” [ 25 ]

Terlepas dari perbedaan pengertian hadits di atas, maka seorang yang mengerjakan shalat isya dan shalat subuh berjamaah, ia akan  mendapatkan keutamaan yang luar biasa, yaitu ia layaknya seorang yang menghidupkan malamnya dengan ibadah shalat. Bukankah sebaik-baik shalat setelah shalat maktubah adalah shalat malam ?

Abu Hurairah berkata, “ pernah Rasulullah ditanya, ‘ shalat apa yang lebih utama setelah shalat maktubah ? ’ Beliau menjawab :

أفضل الصلاة بعد الصلاة المكتوبة الصلاة في جوف الليل

[ Shalat yang paling utama setelah shalat maktubah ialah shalat di tengah malam ] [ 26 ]

Dan kabar gembira bagi mereka yang menjaga shalatnya dengan berjamaah, terutama shalat isya dan shalat subuh, karena dengannya ia akan mendapatkan keutamaan tersebut.

[ 7 ] Mendapatkan keutamaan ta’miin

Ta’miin yaitu mengucapkan kalimat amiin seusai Imam membaca al-Fatihah. Jika ta’miinnya berbarengan dengan ta’miinnya Malaikat, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

إذا أمن الإمام فأمنوا، فإنه من وافق تأمينه تأمين الملائكة، غفر له ما تقدم من ذنبه

[ Jika Imam mengucapkan amiin, maka ucapkanlah amiin. Sesungguhnya, siapa yang ta’miinnya berbarengan dengan ta’minnya Malaikat, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu ] [ 27 ]

Syaikh Al-Mubarakfury berkata, “ Yang dimaksud al-muafaqah [ berbarengan, bersamaan, bersesuaian ] ialah dalam hal ucapan dan waktunya, bukan dalam hal ikhlas atau kekhusyuan sebagaimana pendapatnya Ibnu Hibban.” [ 28 ]

Siapakah yang dimaksud Malaikat dalam hadits di atas, ada beberapa pendapat ; [ 29 ]

a.    Semua Para Malaikat, ini adalah pendapat Ibnu Bazizah
b.    Malaikat para penjaga [ yang menjaga orang-orang yang shalat ]
c.    Malaikat yang menyertai orang-orang yang shalat [ kalau dikatakan bahwa mereka bukanlah para penjaganya ]
d.    Para Malaikat yang ikut menyaksikan shalat, baik yang di langit maupun dibumi.
Syaikh Al-Mubarakfury menjelaskan tentang siapakah malaikat tersebut, “ Yang nampak, bahwa yang dimaksud dengan mereka [ Malaikat ] ialah para Malaikat yang ikut menyaksikan shalat tersebut, baik yang ada di bumi maupun di langit.”
e.    Malaikat yang ada dilangit
Dalam riwayat Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

إذا قال أحدكم: آمين، وقالت الملائكة في السماء: آمين، فوافقت إحداهما الأخرى غفر له ما تقدم من ذنبه

[ Jika salah seorang kalian mengucapkan amiin dan para Malaikat di langit juga mengucapkan amiin, kemudian salah satunya membarengi yang lain, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu ] [ 30 ]

Abdurrazaq meriwayatkan dari Ikrimah bahwa ia berkata ;

صفوف أهل الأرض على صفوف أهل السماء، فإذا وافق آمين في الأرض آمين في السماء غفر له

[ Shafnya penduduk bumi berada tepat pada shafnya penduduk langit [ para Malaikat ] , jika amiin yang ada di bumi membarengi amiin yang ada di langit, maka akan diampuni [ dosa-dosanya ]] [ 31 ]

Terlepas dari perbedaan maksud siapakah Malaikat tersebut, bahwa seorang yang menjaga shalat berjamaah ia akan mendapatkan keutamaan ta’miin yang tidak didapatkan dalam shalat yang dikerjakan sendirian. Ini adalah keutamaan yang sangat mulia yang diberikan oleh Allah bagi mereka yang menjaga shalat berjamaahnya.

[ 8 ] Mendapatkan keutamaan shaf

Shaf [ barisan ] dalam shalat berjamaah memiliki keutamaan tersendiri, terutama shaf terdepan bagi laki-laki dan shaf terakhir bagi perempuan. Dan shaf ini hanya ada dalam shalat berjamaah, dan tidak ditemui dalam shalat sendirian, sehingga keutamaannya pun hanya dapat diraih dalam shalat berjamaah.

Berikut ini adalah beberapa keutamaan shaf ;

a.    Shaf terdepan akan mendapat shalawat dari Allah dan Malaikat.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - ;

إن الله وملائكته يصلون على الصفوف الأول

[ Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat atas shaf yang terdepan ] [ 32 ]

Abu Al-Aliyyah berkata, “ Shalawat dari Allah ialah pujian-Nya terhadap mereka di depan para Malaikat. Sedangkan shalawat para Malaikat ialah berupa do’a. “ [ 33 ]

Berkata Ibnu Abbas, ” Yusholluun [ bershalawat ] ialah yubarrikuun [ mendo’akan dengan keberkahan ].” [ 34 ]

b.    Siapa yang menyambung shaf, ia akan mendapat shalawat dari Allah dan Malaikat-Nya, pula akan diangkat satu derajat.

Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - telah bersabda ;

إن الله وملائكته يصلون على الذين يصلون الصفوف ومن سد فرجة رفعه الله بها درجة

[ Sesungguhnnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat atas mereka yang menyambung shaf, dan siapa yang menutupi celah longgarnya [ shaf ], Allah akan mengangkatnya satu derajat ] [ 35 ]

Muhammad Fuad Abdul Baqi menjelaskan makna “ menyambung shaf “ yakni saat mendapati celah atau longgar dalam shaf, ia mengisinya. Atau shafnya kurang, kemudian ia melengkapinya. [ 36 ]

[ 9 ] Mendapatkan keutamaan takbiratul ihram

Di antara keutamaan lain shalat berjamaah ialah keutamaan saat mendapati takbiratul ihram bersama imam, bahwa ia akan terbebas dari api neraka dan nifaq.

Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;

من صلى لله أربعين يوما في جماعة يدرك التكبيرة الأولى كتب له براءتان: براءة من النار وبراءة من النفاق

[ Barangsiapa shalat berjamaah karena Allah selama 40 hari dan mendapati takbiratul ula [ bersama imam ], maka akan ditulis baginya dua kebebasan, terbebas dari api neraka dan terbebas dari nifaq ] [ 37 ]

Ath-Thiby menjelaskan maksud hadits di atas, “ yaitu di dunia ia diselamatkan dari amalan orang munafik dan ditetapkan baginya amalan ahli ikhlas, sementara di akhirat ia di selamatkan dari azabnya orang-orang munafik dan dipersaksikan baginya bahwa ia bukanlah seorang munafik, maksudnya bahwa orang-orang munafik ketika shalat, mereka mengerjakannya dengan malas. Dan kondisi seperti ini bertentangan dengan mereka [ orang-orang munafik ].” [ 38 ]

At-Tirmidzi berkata, “ Dan diriwayatkan pula hadits ini dari Anas secara mauquf [ terhenti jalan periwayatannya hanya sampai dirinya, dan tidak sampai kepada Rasulullah ], dan saya tidak mengetahui seorang pun yang meriwayatkan secara marfu’ [ periwayatannya sampai kepada Rasulullah ] kecuali hadits yang diriwayatkan oleh Salm bin Qutaibah  dari Thu’mah bin Amr [ yaitu hadits di atas ].” [ 39 ]

Al-Qari berkata, “ Mauqufnya adalah dalam hukum marfu’.” [ 40 ]

Ibnu Hajar juga  berkata, “ At-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad yang munqathi [ terputus ], meskipun demikian hadits ini bisa diamalkan dalam bab keutamaan-keutamaan amal.” [ 41 ]

Syaikh Al-Albani menghukumi hadits di atas sebagai hadits hasan. Beliau berkata, “ Banyak yang mentshiqahkannya dan sebagian lainnya mendhaifkan, maka ia adalah hadits hasan.” [ 42 ]    
                                                                        
Ia juga berkata, “ Dan secara umum, jalan-jalan periwayatan itu, meski secara satuannya tidak lepas dari ilah [ cacat ], menunjukkan bahwa ia ada asalnya.” [ 43 ]

[ 10 ] Mendapatkan keutamaan pahala yang besar dari Allah

Seorang muslim yang benar-benar menjaga shalat berjamaah di Masjid, maka ia akan mendapatkan keutamaan yang sangat besar dari Allah.

Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabada ;

لو يعلم الناس ما في النداء والصف الأول، ثم لم يجدوا إلا أن يستهموا عليه لاستهموا، ولو يعلمون ما في التهجير لاستبقوا إليه، ولو يعلمون ما في العتمة والصبح، لأتوهما ولو حبوا

[ Seandainya manusia mengetahui apa yang ada di dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak akan mendapatkannya kecuali harus dengan undian, niscaya mereka mau diundi. Dan seandainya mereka mengetahui apa yang ada di dalam at-tahjir [ bersegera ke Masjid], niscaya mereka akan berlomba-lomba di dalamnya. Dan seandainya mereka mengetahui apa yang ada di dalam al-atamah [ shalat isya ] dan subuh, niscaya mereka akan mendatanginya [ meskipun harus merangkak ] [ 44 ]

Musthafa Al-Bagha berkata, “ Maksud [ Maa Fii : apa yang ada di dalam ] ialah berupa ganjaran, kebaikan, keberkahan dan pahala.” [ 45 ] 

Imam An-Nawawi berkata, “ Seandainya mereka mengetahui keutamaan adzan, kedudukan dan pahalanya yang agung, sementara tidak ada jalan untuk mendapatkannya kecuali hanya satu, dikarenakan sempitnya waktu dari adzan setelah adzan sebelumnya atau di Masjid tersebut hanya dikumandangkan satu adzan, niscaya mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya. Dan seandainya mereka mengetahui keutamaan shaff pertama seperti yang telah lewat [ penjelasannya ], sementara mereka hanya bisa mendatanginya sekali saja dan itu pun sulit bagi mereka, dan sebagian mereka tidak mengizinkan sebagian yang lainnya [ saling berebut ], niscaya mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya.” [ 46 ]

Coba bayangkan, seandainya kita mau menghitung keutamaan-keutamaan dan pahala yang dijanjikan oleh Allah bagi orang yang menjaga shalat berjamaah di Masjid, mulai dari persiapan wudlu sebelum berangkat ke Masjid sampai ia kembali ke rumahnya, niscaya kita akan mendapati keutamaan yang begitu besar dan pahala yang agung dari Allah. Belum lagi jika Allah menghendaki baginya untuk melipat gandakan pahala tersebut. Sungguh, ini adalah keutamaan dan karunia dari Allah yang sangat besar terhadap umat Nabi Muhammad - shallallahu alaihi wa sallam -.

Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba untuk mengamalkan kebajikan dan ketaqwaan kepada Allah, seperti menjaga shalat wajib secara berjamaah di Masjid.

Allah telah berfirman ;

فاستبقوا الخيرات إلى الله مرجعكم جميعا فينبئكم بما كنتم فيه تختلفون        

[ Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan ] [ 47 ]

Demikianlah pembahasan tentang beberapa keutamaan-keutamaan shalat berjamaah, dan masih banyak keutamaan lainnya yang belum tersebutkan di sini. Semoga bermanfaat bagi semua pembaca dan menjadikannnya sebagai amalan yang akan memberatkan timbangan kebajikan bagi si penulis kelak di hari kiamat.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan atas Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah di atas sunnah-sunnahnya sampai hari kiamat.


Wallohu a’lam bishowab

-----------------------------------
[ 1 ] QS. Al-Mu’minun ; 53
[ 2 ] QS. Al-Baqarah ; 43
[ 3 ] Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim [ Tafsir Ibnu Katsir ], Abu Al-Fida Ismail bin Umar bin Katsir [ wafat 774 H ], Tahqiq Saamii bin Muhammad Salaamah, Dar Thoyyibah, 1 / 246
[ 4 ] HR. Bukhari ; 644, 7224, dan An-Nasai ; 848
[ 5 ] HR. Muslim; 650
[ 6 ] HR. Muslim ; 649, An-Nasai ; 838
[ 7 ] Subulus Salam, Muhammad bin Ismail bin Shalah bin Muhammad Al-Hasani As-Shan’ani [ wafat 1182 ],
[ 8 ] HR. Muslim ; 232, An-Nasai ; 856
[ 9 ] HR. Bukhari ; 6243, 6612, Muslim ; 2657, Abu Dawud ; 2152
[ 10 ] HR. Bukhari ; 447, 647, 2119, Abu Dawud ; 559, At-Tirmidzi ; 603.
[ 11 ] Shahih Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi [ wafat 256 H ], Tahqiq Muhammad Zuhair bin Nashir An-Nashir, dan dita’liq oleh Musthafa Daib Al-Bagha, Dar Thauq An-Najah, 1 / 131.
[ 12 ] Syarh Riyadi As-Shalihin, Muhammad bin Shalih bin Muhammad Al-Utsaimin [ wafat 1421 H ], Dar Al-Wathan, Riyadh, 5 / 71
[ 13 ] HR. Bukhari ; 651, Muslim ; 662
[ 14 ] Shahih Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi [ wafat 256 H ], Tahqiq Muhammad Zuhair bin Nashir An-Nashir, dan dita’liq oleh Musthafa Daib Al-Bagha, Dar Thauq An-Najah, 1 / 131
[ 15 ] HR. Muslim ; 664
[ 16 ] HR. Bukhari ; 447, Abu Dawud ; 559, At-Tirmidzi ; 603.
[ 17 ] HR. Bukhari ; 647
[ 18 ] Shahih Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi [ wafat 256 H ], Tahqiq Muhammad Zuhair bin Nashir An-Nashir, dan dita’liq oleh Musthafa Daib Al-Bagha, Dar Thauq An-Najah, 1 / 131.
[ 19 ] HR. Bukhari ; 447
[ 20 ] QS. At-Tahrim ; 6
[ 21 ] HR. Muslim ; 656
[ 22 ] HR. Abu Dawud ; 555
[ 23 ] Tuhfatul Ahwadzi, Abu Al-Alaa Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfury [ wafat 1353 H ], Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 2/11
[ 24 ] Ibid, 2/11
[ 25 ] Ibid. 2/11
[ 26 ] HR. Muslim ; 1163
[ 27 ] HR. Musllim ; 410, Abu Dawud ; 936, At-Tirmidzi ; 250
[ 28 ] Tuhfatul Ahwadzi, Abu Al-Alaa Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfury [ wafat 1353 H ], Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 2/70
[ 29 ] Ibid, 2/70
[ 30 ] HR. Bukhari ; 781, Muslim ; 410
[ 31 ] Mushanif Abdurrazaq ; no 2648
[ 32 ] HR. Abu Dawud ; 664, An-Nasai ; 881, Ibnu Majah ; 997
[ 33 ] Shahih Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi [ wafat 256 H ], Tahqiq Muhammad Zuhair bin Nashir An-Nashir, dan dita’liq oleh Musthafa Daib Al-Bagha, Dar Thauq An-Najah, 6 / 120.
[ 34 ] Ibid, 6 / 120
[ 35 ] HR. Ibnu Majah ; 995
[ 36 ] Sunan Ibnu Majah, Ibnu Majah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Quzwaini [ Wafat 273 H ], Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyyah, 1 / 318
[ 37 ] HR. At-Tirmidzi ;241
[ 38 ] Tuhfatul Ahwadzi, Abu Al-Alaa Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfury [ wafat 1353 H ], Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 2/40
[ 39 ] Sunan At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Adh-Dhahak, At-Tirmidzi, Abu Isa [ wafat 279 H ], Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir [ juz 1 dan 2 ], Syarikah Maktabah wa Mathba’ah Musthofa Al-baby Al-Halaby, Mesir, 2/7
[ 40 ] Tuhfatul Ahwadzi, Abu Al-Alaa Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfury [ wafat 1353 H ], Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 2/40
[ 41 ] Ibid, 2/40
[ 42 ] Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Abu Abdirrahman Muhammad Nashirudin bin Al-Hajaj Nuh bin Najati bin Adam Al-Asyqudari Al-Albani [ wafat 1420 H ], Maktabah Al-Ma’arif, Ar-Riyadh, no. 1979, 4/629
[ 43 ] Ibid, no.1979, 4/630-631
[ 44 ] HR. Bukhari ; 615 dan 2689, Muslim ; 437, An-Nasai ; 540 dan 671
[ 45 ] Shahih Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi [ wafat 256 H ], Tahqiq Muhammad Zuhair bin Nashir An-Nashir, dan dita’liq oleh Musthafa Daib Al-Bagha, Dar Thauq An-Najah, 1 / 126.
[ 46 ] Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hijaj, Abu Zakaria Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi [ wafat 676 H ], Dar Ihya At-Turats Al-Araby, Beirut, 4 / 158
[ 47 ] QS. Al-Maidah ; 48

Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog