MUQADDIMAH
Shalat berjamaah adalah satu dari
sekian banyak syiar islam yang sangat agung. Di mana dalam shalat berjamaah
terlihat dengan jelas kekuatan dan ukhuwah [ persaudaraan ] yang kokoh dari
kaum muslimin. Inilah kekuatan yang sangat di takuti oleh orang-orang kafir
tatkala bersatu dan berkumpulnya kaum muslimin dalam satu ikatan aqidah yang
sama.
Namun yang sangat disayangkan, di saat
gencar-gencarnya musuh-musuh islam untuk melemahkan dan menghancurkan islam dan
pemeluknya dari muka bumi ini, kaum muslimin malah terpecah belah dan
terkotak-kotak menjadi beberapa kelompok yang masing-masing kelompok berbangga
dengan kelompoknya sendiri.
Allah berfirman ;
فتقطعوا
أمرهم بينهم زبرا كل حزب بما لديهم فرحون
[ Kemudian mereka [ pengikut-pengikut
rasul itu ] menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan.
Tiap-tiap golongan mereka bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka [
masing-masing ] ] [ 1 ]
Lemahnya ukhuwah dan kekuatan umat
islam ini terlihat dan tercermin dari sepinya masjid, mushola, dan surau dari
shalat berjamaah. Banyak kaum muslimin yang terjebak dalam penggampangan dan
peremehan akan shalat berjamaah. Dan mayoritas mereka berdalih bahwa hukumnya
bukanlah wajib ‘ain yang tidak berdosa tatkala ditinggalkannya.
Inilah alasan utama yang telah menyebar
di kalangan mayoritas kaum muslimin. Tentunya keyakinan ini perlu diluruskan,
meski kita tidak menafikan adanya perbedaan ulama mengenai hukum shalat
berjamaah. Kita tidak bisa menyalahkan mereka yang berpendapat bahwa hukumnya
sunnah muakkad, atau fardhu kifayah, atau sebagai syarat sahnya shalat.
Tapi yang perlu kita luruskan bahwa
pendapat-pendapat itu tidak selayaknya menjadi dalih untuk meninggalkan shalat
berjamaah. Hal ini mengingat keutamaan-keutamaanya yang sangat banyak, juga
karena ia adalah salah satu syiar islam yang sangat agung yang sangat ditakuti
oleh musuh-musuh islam.
KEDUDUKAN SHALAT BERJAMAAH
Shalat berjamaah memiliki kedudukan
yang sangat mulia di hadapan Allah. Hal ini tertera dalam Firman-Nya ;
وأقيموا
الصلاة وآتوا الزكاة وركعوا مع الراكعين
[ Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan rukuklah beserta orang yang rukuk ] [ 2 ]
Berkata Ibnu Katsir, “ Banyak dari
kalangan ulama yang menjadikan ayat di atas sebagai dalil akan wajibnya shalat
berjamaah.” [ 3 ]
Shalat berjamaah juga memiliki
kedudukan yang sangat mulia di hadapan Rasulullah. Sebagai buktinya bahwa
beliau tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah melainkan karena adanya udzur
syari’ yang menghalanginya. Beliau juga sangat memperhatikan para sahabatnya
agar terus menjaga shalat berjamaah. Hal ini terlihat dari keinginan beliau
untuk membakar rumah-rumah mereka yang tidak mengikuti shalat berjamaah, hanya
karena anak-anak dan isteri-isteri merekalah yang membuat Nabi mengurungkan
niat beliau.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah - shallallahu
alaihi wa sallam - bersabda ;
والذي
نفسي بيده لقد هممت أن آمر بحطب فيحطب، ثم آمر بالصلاة فيؤذن لها، ثم آمر رجلا
فيؤم الناس ثم أخالف إلى رجال، فأحرق عليهم بيوتهم، والذي نفسي بيده لو يعلم أحدهم
أنه يجد عرقا سمينا أو مرماتين حسنتين لشهد العشاء
[ Demi jiwaku yang ada pada
genggaman-Nya, sungguh aku sangat berkeinginan untuk menyuruh mereka [ para
sahabat ] mencari kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk
melaksanakan shalat dan dikumandangkannya adzan serta menyuruh salah satu mereka
untuk menjadi imam, setelah itu aku menuju orang-orang [ yang tidak ikut shalat
berjamaah ] dan membakar rumah-rumah mereka. Demi jiwaku yang berada di
tangan-Nya, seandainya salah seorang dari mereka mengetahui bahwa ia akan
mendapatkan tulang yang gemuk [ penuh daging ] atau dua kaki lembu yang baik, niscaya
mereka akan menghadiri shalat isya [ berjamaah ] ] [ 4 ]
Demikian juga ia memiliki kedudukan
yang mulia bagi umat ini, karena shalat berjamaah adalah salah satu syiar islam
yang agung yang sangat di takuti oleh musuh-musuh islam. Oleh karena itu, mereka
berusaha keras menyebarkan beragam propaganda ke tengah-tengah kaum muslimin agar
umat islam jauh dari masjid dan lambat laun meninggalkan shalat berjamaah.
Adapun kedudukannya bagi umat islam
sendiri, bahwa shalat berjamaah memiliki banyak sekali keutamaan. Ia adalah
satu dari sekian banyak ladang pahala berlimpah ruah yang sudah selayaknya umat
islam berlomba-lomba di dalamnya. Kebaikan-kebaikan di dalamnya tidaklah
ditemukan di dalam syariat lain selain islam, dan sudah saatnya umat islam
berbangga dengannya dan berusaha untuk menjaga syiar ini agar terus nampak.
KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAAH
Banyak sekali keutamaan-keutamaan
shalat berjamaah yang akan didapatkan oleh seorang muslim, mulai dari sebelum
berangkat ke masjid sampai ia kembali ke rumahnya. Di antara keutamaan-keutamaannya
ialah sebagai berikut ;
[ 1 ] Shalat berjamaah lebih utama 27 atau
25 derajat dibandingkan shalat sendirian.
Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa
shalat berjamaah lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian, atau lebih
utama 25 derajat. Kedua perbedaan ini tidaklah bertentangan, karena
substansinya sama, yaitu keutaaman shalat berjamaah yang jauh lebih banyak
daripada shalat sendirian yang hanya satu derajat.
Ibnu umar meriwayatkan bahwa Rasulullah
- shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;
صلاة
الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة
[ shalat berjamaah lebih utama dua
puluh tujuh derajat di banding shalat sendirian ] [ 5 ]
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah - shallallahu
alaihi wa sallam - bersabda ;
صلاة
الجماعة أفضل من صلاة أحدكم وحده بخمسة وعشرين جزءا
[ Shalat berjamaah lebih utama dua
puluh lima bagian dari shalat salah seorang kalian yang dilakukan sendirian ] [
6 ]
As-Shon’ani menjelaskan dalam kitabnya
[ subulus salam ] mengenai kedua hadits di atas, “ Tidak ada pertentangan [
antara dua hadits tersebut], karena yang di maksud [ dalam hadits ] bukanlah
jumlahnya, maka riwayat [ dua puluh lima derajat ] masuk dalam makna riwayat [
dua puluh tujuh derajat ], atau Nabi mengabarkan dengan jumlah yang lebih
sedikit, baru kemudian mengabarkan dengan jumlah yang lebih banyak, dan hal itu
adalah tambahan yang Allah berikan.
Juga ada yang memaknai bahwa tujuh itu
bagi mereka yang shalat berjamaah di masjid, dan lima itu bagi mereka yang
shalat jamaah di selain masjid. Dikatakan pula bahwa tujuh itu bagi mereka [
yang shalat berjamaah ] yang tinggal jauh dari masjid, dan lima itu bagi yang
dekat dengan masjid.” [ 7 ]
[ derajat ] dan [ bagian ] bermakna
sama, karena masing-masing menjelaskan satu sama lain, tapi yang menjadi maksud
hadits tersebut berupa anjuran untuk menjaga shalat berjamaah dan tidak
meremehkannya.
Tapi, mengapa sabda beliau di atas
terasa kecil bagi sebagian kaum muslimin, terpandang remeh dan sebelah mata.
Berdalih ia hanya sekedar sunnah, kalau ditinggalkan tidak berdosa, dan
mengerjakannya mendapatkan pahala. Pula, berdalih yang penting kewajiban
tertunaikan dan tergugurkan, lantas shalat berjamaah mereka tinggalkan, dan
keutamaan-keutamaannya terabaikan.
Inilah yang selama ini terkecilkan, padahal
ia kelak besar yang dulunya terkecilkan dalam pandangan. Dan yang kita pandang
besar saat ini [ berupa harta, dunia dan beragam kesenangan di dalamnya, serta
kesibukan diri mencari dan menumpuknya ] kelak terkecilkan kala kehidupan dunia
ini telah berakhir.
[ 2 ] Di ampuni dosa-dosanya
Di antara keutamaan shalat berjamaah
ialah diampuni dosa-dosanya oleh Allah. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Utsman bin Affan bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa
sallam - bersabda ;
من توضأ للصلاة فأسبغ الوضوء، ثم مشى
إلى الصلاة المكتوبة، فصلاها مع الناس أو مع الجماعة أو في المسجد غفر الله له
ذنوبه
[ Barangsiapa berwudlu untuk shalat dan
menyempurnakan wudlunya, kemudian ia berjalan menuju shalat maktubah [ shalat
wajib yang lima ], dan mengerjakannya bersama manusia atau dengan berjamaah
atau di dalam masjid, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya ] [ 8 ]
Sungguh, ini adalah keutamaan yang
sangat besar, karena dengan shalat wajib yang dikerjakan secara berjamaah, maka
dosa-dosa kecil kita akan tergugurkan oleh pengamunan dari Allah.
Bukankah manusia adalah makhluk yang
sangat berharap akan ampunan dari-Nya. Bukankah manusia adalah tempatnya salah
dan lupa. Berapa banyak dosa yang terus kita kumpulkan dari anggota tubuh kita
dalam setiap harinya. Mulai dari bangun tidur sampai hendak tidur kembali, seluruh
raga kita tidak terlepas dari dosa-dosa yang kita lakukan, baik yang disengaja
ataupun tidak.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah - shallallahu
alaihi wa sallam - bersabda ;
إن الله كتب على ابن آدم حظه من الزنا،
أدرك ذلك لا محالة، فزنا العين النظر، وزنا اللسان المنطق، والنفس تمنى وتشتهي،
والفرج يصدق ذلك كله ويكذبه
[ Sesungguhnya Allah menetapkan atas
bani Adam [ manusia ] bagiannya dari zina, yang pasti akan mendapatkannya dan
tidak mungkin tidak, maka zina mata ialah melihat, dan zina lisan ialah berbicara, dan hati berangan-angan
dan bersyahwat, sementara farji [ kemaluan ] itulah yang akan membenarkan atau
mendustakan semuanya itu ] [ 9 ]
Bisa kita bayangkan, berapa banyak mata
kita tertatap untuk melihat hal-hal yang diharamkan dalam seharinya, begitu
sulitnya lisan kita tertahan dari perkataan yang diharamkan, betapa seringnya
telinga kita untuk mendengarkan hal-hal yang haram, dan kerap sekali hati kita
berbisik hal-hal yang diharamkan dan mendorong raga untuk berbuat haram, serta
masih banyak dosa-dosa lain yang dilakukan oleh anggota tubuh kita lainnya. Ini
dalam seharinya, bagaimana jika diakumulasi dalam sepekan, sebulan, setahun,
dan selama umur hidup kita ?
Dan shalat berjamaah adalah salah satu
cara untuk menggugurkan dosa-dosa kecil yang kita perbuat, karena Rasulullah
sendiri telah mewartakan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang
shalat secara berjamaah. Siapakah yang lebih baik petunjuknya daripada petunjuk
Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - ? maka bersegeralah untuk menjaga
shalat berjamaah.
[ 3 ] Diangkat derajatnya dan
dihapusnya kesalahan
Allah akan mengangkat derajat seseorang
yang benar-benar menjaga shalat berjamahnya di masjid. Dan tidak ada
pengangkatan derajat yang lebih mulia selain daripada pengangkatan derajat oleh
Allah. Ini adalah keutamaan yang akan diperoleh bagi mereka yang menjaga shalat
berjamaahnya di Masjid.
Hal ini sebagaimana yang ditegaskan
oleh Rasulullah dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa
beliau - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;
صلاة الجميع تزيد على صلاته في بيته
وصلاته في سوقه خمسا وعشرين درجة، فإن أحدكم إذا توضأ فأحسن، وأتى المسجد، لا يريد
إلا الصلاة، لم يخط خطوة إلا رفعه الله بها درجة وحط
عنه خطيئة.
[ Shalat berjamaah lebih tinggi dua
puluh lima derajat atas shalatnya [ yang ia kerjakan sendirian ] di rumah atau
di pasar. Maka, jika salah seorang kalian berwudlu dengan baik, kemudian
mendatangi masjid yang tidak lain hanyalah untuk shalat, maka tidaklah ia
melangkahkan langkahnya melainkan Allah akan mengangkatnya satu derajat dan
menghapusnya satu kesalahan ]. [ 10 ]
Musthafa Al-Bagha memberikan ta’liq [
catatan ] atas hadits tersebut tentang maksud diangkatnya satu derajat, bahwa
satu derajat itu ialah tingkatan di dalam surga. [ 11 ]
Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, “ Satu
langkah itu memiliki dua faidah, pertama : diangkatnya satu derajat, kedua :
dihapusnya satu kesalahan. Ini adalah pahala dan keutamaan yang besar, tidak
seyogyanya seorang mukmin yang berakal untuk mengabaikannya.
Seandainya dikatakan kepadamu, “ Barang
daganganmu ini jika kau jual di tempatmu hanya seharga seratus, tapi jika
dijual di tempat lain yang mengharuskanmu safar, bisa seharga seratus sepuluh.
“ Tentunya kau akan tempuh safar itu dan
tidak akan memberatkanmu hanya demi mendapatkan laba sepuluh.
Dan mayoritas manusia – kita berlindung
kepada Allah – mengharamkan untuk dirinya kebaikan. Kita mendapati mereka
tinggal dekat dengan masjid, namun mereka tinggalkan keutamaan yang agung dan
sumber penghasilan [ pahala ] yang besar ini, yang mana satu itu bernilai dua
puluh tujuh, yakni berlipat-lipat. Meskipun demikian mereka tetap tidak
mendatangi Masjid. “ [ 12 ]
Demikian pula, semakin jauh rumahnya
dari masjid semakin besar pula pahala yang akan diperolehnya saat ia shalat
berjamaah di masjid. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa
Al-Asyari bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;
أعظم
الناس أجرا في الصلاة أبعدهم فأبعدهم ممشى والذي ينتظر الصلاة حتى يصليها مع
الإمام أعظم أجرا من الذي يصلي، ثم ينام
[ Manusia yang
paling besar pahala shalatnya [ shalat berjama’ah ] ialah mereka yang paling
jauh, paling jauh berjalannya. Dan yang menunggu shalat hingga ia shalat [
berjamaah ] bersama Imam, pahalanya lebih besar daripada mereka yang shalat [
sendirian ] kemudian tidur ] [ 13 ]
Musthafa Al-Bagha
memberikan komentar mengenai hadits di atas. “ [ yang paling jauh berjalannya ]
ialah yang paling jauh jaraknya dari Masjid dan paling banyak langkahnya ke
Masjid, [ daripada mereka yang shalat ] ialah shalat sendirian atau tanpa mau
menunggu [ shalat berjamaah bersama Imam ].” [ 14 ]
Disebutkan dalam
riwayat Muslim bahwa Jabir bin Abdillah berkata, “ Sesungguhnya rumah-rumah
kami jauh dari Masjid, kemudian kami hendak menjualnya agar bisa tinggal dekat
dengan Masjid. Namun Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - melarangnya
dan bersabda ;
إن لكم بكل خطوة درجة
[ Sesungguhnya bagi
kalian setiap langkah adalah satu derajat ] [ 15 ]
[ 4 ] Terganjar
baginya pahala shalat selama ia masih di dalam masjid
Ini adalah kemuliaan
yang diberikan oleh Allah bagi orang-orang yang shalat berjamaah di Masjid, dan
kemuliaan ini tidak akan diperoleh bagi mereka yang shalat sendirian, baik di
rumahnya, di pasar atau di tempat lainnya.
Abu Hurairah telah
meriwayatkan bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;
صلاة الجميع تزيد على صلاته في بيته
وصلاته في سوقه خمسا وعشرين درجة ……. حتى يدخل المسجد، وإذا دخل
المسجد، كان في صلاة ما كانت تحبسه
[ Shalat berjamaah
lebih tinggi dua puluh lima derajat atas shalatnya [ yang ia kerjakan sendirian
] di rumahnya atau di pasar. ……… hingga ia masuk ke dalam masjid. Jika ia telah
masuk ke dalam masjid, maka ia tetap dalam keadaan shalat [ diganjar pahala
shalat ], selama shalat itu yang menahan dirinya [ untuk keluar dari masjid ] ]
[ 16 ]
Dalam lafadz yang
lain disebutkan ;
ولا يزال أحدكم في صلاة ما انتظر
الصلاة
[ Dan senantiasa
salah seorang kalian dalam keadaan shalat, selama ia menunggu shalat [ berikutnya
] ] [ 17 ]
Musthofa Al-Bagha
memberikan ta’liq [ catatan / komentar ] bahwa maksud “ dalam keadaan shalat “
ialah ia dihukumi seperti orang yang sedang shalat yang ditulis baginya
ganjaran atau pahala shalat. [ 18 ]
Maka, barangsiapa
yang tetap berada di dalam masjid, dan ia tidak keluar darinya karena hendak menunggu
shalat selanjutnya, kemudian ia menyibukan diri dengan ibadah dan amal shalih
lainnya, seperti berdzikir, membaca al-Qur’an, mengikuti kajian ilmiah, dan
yang semisalnya, niscaya ia akan diganjar oleh Allah dengan pahala shalat
sampai datang waktu shalat berikutnya, seolah-olah ia tetap dalam keadaan
sedang shalat.
Dan siapakah yang
akan mendapatkan keutamaan yang mulia ini, melainkan mereka yang benar-benar
menjaga shalat berjamaahnya di masjid ?
[ 5 ] Akan dido’akan oleh para Malaikat
Ini adalah keutamaan lain yang sangat
besar yang akan didapatkan oleh orang-orang yang menjaga shalat berjamaahnya di
dalam masjid. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah - shallallahu alaihi wa
sallam - berikut ini;
وتصلي
- يعني عليه الملائكة - ما دام في مجلسه الذي يصلي فيه: اللهم اغفر له، اللهم
ارحمه، ما لم يحدث فيه
[ Dan bershalawat [ para Malaikat itu ]
kepadanya selama ia masih berada di tempatnya di mana ia shalat, selama ia
belum berhadats ; “ Allohumaghfirlahu [ Ya Allah, ampunilah ia], Allohumarhamhu
[ Ya Allah, rahmatilah ia ]. “ [ 19 ]
Do’a Malaikat atas seorang hamba adalah
kemuliaan tersendiri yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang dicintai.
Seorang hamba yang mendapatkan do’a Malaikat berarti ia adalah seorang hamba
yang mulia. Hanya orang-orang mulia yang akan mendapatkan penghormatan mulia
dari para makhluk yang mulia, terlebih para Malaikat.
Dan apa yang akan menghalangi do’a
Malaikat, sementara mereka adalah makhluk yang setiap saatnya hanya disibukkan
dengan beribadah kepada Allah, ketaatan kepada-Nya dan tidak pernah bermaksiat
sedikitpun dalam hayatnya.
Allah telah mensifati mereka di dalam al-Qur’an ;
لا
يعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون
[ Yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ] [ 20
]
[ 6 ] Mendapatkan keutamaan khusus dari
shalat isya dan subuh berjamaah
Seseorang yang shalat isya berjamaah,
maka ia seperti menghidupkan separuh malamnya dengan ibadah shalat. Dan orang
yang shalat subuh berjamaah, ia seperti shalat semalam suntuk.
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Abdurrahman
bin Abi Amrah berkata, “ Utsman bin Affan masuk ke dalam Masjid setelah shalat
maghrib, kemudian ia duduk sendirian. Maka Aku pun duduk di dekatnya. Lantas ia
berkata, “ Wahai keponakanku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah - shallallahu
alaihi wa sallam - bersabda ;
من
صلى العشاء في جماعة فكأنما قام نصف الليل، ومن صلى الصبح في جماعة فكأنما صلى الليل
كله
[ Barangsiapa shalat isya berjamaah,
maka ia seperti shalat separuh malam. Dan barangsiapa shalat subuh berjamaah,
maka ia seperti shalat semalam suntuk ] [ 21 ]
Adapun dalam riwayat Abu Dawud
disebutkan bahwa Utsman bin Affan berkata bahwa Rasulullah - Shallahu alaihi wa
sallam - telah bersabda ;
من
صلى العشاء في جماعة كان كقيام نصف ليلة، ومن صلى العشاء والفجر في جماعة كان
كقيام ليلة
[ Barangsiapa shalat isya berjamaah,
maka ia seperti shalat separuh malam. Dan barangsiapa shalat isya dan subuh dengan
berjamaah, maka ia seperti shalat semalam suntuk ] [ 22 ]
Dari dua hadits di atas ada dua
pengertian ;
a. Dzahir riwayat Muslim menyebutkan bahwa
orang yang shalat isya dan subuh berjamaah, maka ia seperti menghidupkan satu
setengah malam dengan ibadah shalat.
b. Adapun dzahir riwayat Abu Dawud bahwa orang
yang shalat isya dan subuh berjamaah, maka ia seperti shalat semalam suntuk.
Dzahir dari dua pengertian di atas
terkesan bertentangan, namun sejatinya tidaklah demikian. Karena kedua maksud
hadits di atas masih bisa dikompromikan dan digabungkan satu sama lain.
Berkata Syaikh Al-Mubarakfury, “ Maksud
hadits [ Dan barangsiapa shalat subuh berjamaah ] dalam riwayat Muslim yakni
yang digabungkan dengan shalat isya berjamaah. Al-Munawi juga berpendapat
demikian.” [ 23 ]
Berkata Al-Qaari dalam Al-Mirqah
mengenai penjelasan hadits [ maka ia seperti shalat semalam suntuk ] dalam
riwayat Muslim, “ Yaitu dengan mengabungkan setengahnya lagi [ dari shalat isya
berjamaah ], maka ia seperti menghidupkan separuh malam yang terakhir.” [ 24
]
Syaikh Al-Mubarakfury berkata, “ Inilah
pengkompromian [ penggabungan ] antara dua riwayat hadits tersebut.” [ 25 ]
Terlepas dari perbedaan pengertian
hadits di atas, maka seorang yang mengerjakan shalat isya dan shalat subuh
berjamaah, ia akan mendapatkan keutamaan
yang luar biasa, yaitu ia layaknya seorang yang menghidupkan malamnya dengan
ibadah shalat. Bukankah sebaik-baik shalat setelah shalat maktubah adalah
shalat malam ?
Abu Hurairah berkata, “ pernah
Rasulullah ditanya, ‘ shalat apa yang lebih utama setelah shalat maktubah ? ’
Beliau menjawab :
أفضل
الصلاة بعد الصلاة المكتوبة الصلاة في جوف الليل
[ Shalat yang paling utama setelah
shalat maktubah ialah shalat di tengah malam ] [ 26 ]
Dan kabar gembira bagi mereka yang
menjaga shalatnya dengan berjamaah, terutama shalat isya dan shalat subuh,
karena dengannya ia akan mendapatkan keutamaan tersebut.
[ 7 ] Mendapatkan keutamaan ta’miin
Ta’miin yaitu mengucapkan kalimat amiin
seusai Imam membaca al-Fatihah. Jika ta’miinnya berbarengan dengan ta’miinnya
Malaikat, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa
Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;
إذا
أمن الإمام فأمنوا، فإنه من وافق تأمينه تأمين الملائكة، غفر له ما تقدم من ذنبه
[ Jika Imam mengucapkan amiin, maka
ucapkanlah amiin. Sesungguhnya, siapa yang ta’miinnya berbarengan dengan ta’minnya
Malaikat, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu ] [ 27 ]
Syaikh Al-Mubarakfury berkata, “ Yang
dimaksud al-muafaqah [ berbarengan, bersamaan, bersesuaian ] ialah dalam hal
ucapan dan waktunya, bukan dalam hal ikhlas atau kekhusyuan sebagaimana
pendapatnya Ibnu Hibban.” [ 28 ]
Siapakah yang dimaksud Malaikat dalam
hadits di atas, ada beberapa pendapat ; [ 29 ]
a. Semua Para Malaikat, ini adalah pendapat
Ibnu Bazizah
b. Malaikat para penjaga [ yang menjaga
orang-orang yang shalat ]
c. Malaikat yang menyertai orang-orang yang
shalat [ kalau dikatakan bahwa mereka bukanlah para penjaganya ]
d. Para Malaikat yang ikut menyaksikan shalat,
baik yang di langit maupun dibumi.
Syaikh Al-Mubarakfury
menjelaskan tentang siapakah malaikat tersebut, “ Yang nampak, bahwa yang
dimaksud dengan mereka [ Malaikat ] ialah para Malaikat yang ikut menyaksikan
shalat tersebut, baik yang ada di bumi maupun di langit.”
e. Malaikat yang ada dilangit
Dalam riwayat Bukhari
disebutkan bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;
إذا قال أحدكم: آمين،
وقالت الملائكة في السماء: آمين، فوافقت إحداهما الأخرى غفر له ما تقدم من ذنبه
[ Jika salah seorang kalian
mengucapkan amiin dan para Malaikat di langit juga mengucapkan amiin, kemudian
salah satunya membarengi yang lain, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu ] [ 30 ]
Abdurrazaq meriwayatkan
dari Ikrimah bahwa ia berkata ;
صفوف أهل الأرض على
صفوف أهل السماء، فإذا وافق آمين في الأرض آمين في السماء غفر له
[ Shafnya penduduk bumi
berada tepat pada shafnya penduduk langit [ para Malaikat ] , jika amiin yang
ada di bumi membarengi amiin yang ada di langit, maka akan diampuni [
dosa-dosanya ]] [ 31 ]
Terlepas dari perbedaan maksud siapakah
Malaikat tersebut, bahwa seorang yang menjaga shalat berjamaah ia akan mendapatkan
keutamaan ta’miin yang tidak didapatkan dalam shalat yang dikerjakan sendirian.
Ini adalah keutamaan yang sangat mulia yang diberikan oleh Allah bagi mereka
yang menjaga shalat berjamaahnya.
[ 8 ] Mendapatkan keutamaan shaf
Shaf [ barisan ] dalam shalat berjamaah
memiliki keutamaan tersendiri, terutama shaf terdepan bagi laki-laki dan shaf
terakhir bagi perempuan. Dan shaf ini hanya ada dalam shalat berjamaah, dan
tidak ditemui dalam shalat sendirian, sehingga keutamaannya pun hanya dapat
diraih dalam shalat berjamaah.
Berikut ini adalah beberapa keutamaan
shaf ;
a. Shaf terdepan akan mendapat shalawat dari
Allah dan Malaikat.
Hal ini sebagaimana sabda
Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - ;
إن
الله وملائكته يصلون على الصفوف الأول
[ Sesungguhnya Allah dan
para Malaikat-Nya bershalawat atas shaf yang terdepan ] [ 32 ]
Abu Al-Aliyyah berkata, “
Shalawat dari Allah ialah pujian-Nya terhadap mereka di depan para Malaikat.
Sedangkan shalawat para Malaikat ialah berupa do’a. “ [ 33 ]
Berkata Ibnu Abbas, ” Yusholluun
[ bershalawat ] ialah yubarrikuun [ mendo’akan dengan keberkahan ].” [
34 ]
b. Siapa yang menyambung shaf, ia akan mendapat
shalawat dari Allah dan Malaikat-Nya, pula akan diangkat satu derajat.
Rasulullah - shallallahu
alaihi wa sallam - telah bersabda ;
إن
الله وملائكته يصلون على الذين يصلون الصفوف ومن سد فرجة رفعه الله بها درجة
[ Sesungguhnnya Allah dan
para Malaikat-Nya bershalawat atas mereka yang menyambung shaf, dan siapa yang
menutupi celah longgarnya [ shaf ], Allah akan mengangkatnya satu derajat ] [
35 ]
Muhammad Fuad Abdul Baqi
menjelaskan makna “ menyambung shaf “ yakni saat mendapati celah atau longgar
dalam shaf, ia mengisinya. Atau shafnya kurang, kemudian ia melengkapinya. [
36 ]
[ 9 ] Mendapatkan keutamaan takbiratul
ihram
Di antara keutamaan lain shalat
berjamaah ialah keutamaan saat mendapati takbiratul ihram bersama imam, bahwa
ia akan terbebas dari api neraka dan nifaq.
Rasulullah - shallallahu alaihi wa
sallam - bersabda ;
من
صلى لله أربعين يوما في جماعة يدرك التكبيرة الأولى كتب له براءتان: براءة من
النار وبراءة من النفاق
[ Barangsiapa shalat berjamaah karena
Allah selama 40 hari dan mendapati takbiratul ula [ bersama imam ], maka akan
ditulis baginya dua kebebasan, terbebas dari api neraka dan terbebas dari nifaq
] [ 37 ]
Ath-Thiby menjelaskan maksud hadits di
atas, “ yaitu di dunia ia diselamatkan dari amalan orang munafik dan ditetapkan
baginya amalan ahli ikhlas, sementara di akhirat ia di selamatkan dari azabnya
orang-orang munafik dan dipersaksikan baginya bahwa ia bukanlah seorang
munafik, maksudnya bahwa orang-orang munafik ketika shalat, mereka
mengerjakannya dengan malas. Dan kondisi seperti ini bertentangan dengan mereka
[ orang-orang munafik ].” [ 38 ]
At-Tirmidzi berkata, “ Dan diriwayatkan
pula hadits ini dari Anas secara mauquf [ terhenti jalan periwayatannya hanya
sampai dirinya, dan tidak sampai kepada Rasulullah ], dan saya tidak mengetahui
seorang pun yang meriwayatkan secara marfu’ [ periwayatannya sampai kepada
Rasulullah ] kecuali hadits yang diriwayatkan oleh Salm bin Qutaibah dari Thu’mah bin Amr [ yaitu hadits di atas ].”
[ 39 ]
Al-Qari berkata, “ Mauqufnya adalah
dalam hukum marfu’.” [ 40 ]
Ibnu Hajar juga berkata, “ At-Tirmidzi meriwayatkan dengan
sanad yang munqathi [ terputus ], meskipun demikian hadits ini bisa diamalkan
dalam bab keutamaan-keutamaan amal.” [ 41 ]
Syaikh Al-Albani menghukumi hadits di
atas sebagai hadits hasan. Beliau berkata, “ Banyak yang mentshiqahkannya dan
sebagian lainnya mendhaifkan, maka ia adalah hadits hasan.” [ 42 ]
Ia juga berkata, “ Dan secara umum,
jalan-jalan periwayatan itu, meski secara satuannya tidak lepas dari ilah [
cacat ], menunjukkan bahwa ia ada asalnya.” [ 43 ]
[ 10 ] Mendapatkan keutamaan pahala
yang besar dari Allah
Seorang muslim yang benar-benar menjaga
shalat berjamaah di Masjid, maka ia akan mendapatkan keutamaan yang sangat
besar dari Allah.
Rasulullah - shallallahu alaihi wa
sallam - bersabada ;
لو
يعلم الناس ما في النداء والصف الأول، ثم لم يجدوا إلا أن يستهموا عليه لاستهموا،
ولو يعلمون ما في التهجير لاستبقوا إليه، ولو يعلمون ما في العتمة والصبح، لأتوهما
ولو حبوا
[ Seandainya manusia mengetahui apa
yang ada di dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak akan mendapatkannya
kecuali harus dengan undian, niscaya mereka mau diundi. Dan seandainya mereka
mengetahui apa yang ada di dalam at-tahjir [ bersegera ke Masjid], niscaya
mereka akan berlomba-lomba di dalamnya. Dan seandainya mereka mengetahui apa
yang ada di dalam al-atamah [ shalat isya ] dan subuh, niscaya mereka akan
mendatanginya [ meskipun harus merangkak ] [ 44 ]
Musthafa Al-Bagha berkata, “ Maksud [
Maa Fii : apa yang ada di dalam ] ialah berupa ganjaran, kebaikan, keberkahan
dan pahala.” [ 45 ]
Imam An-Nawawi berkata, “ Seandainya
mereka mengetahui keutamaan adzan, kedudukan dan pahalanya yang agung,
sementara tidak ada jalan untuk mendapatkannya kecuali hanya satu, dikarenakan
sempitnya waktu dari adzan setelah adzan sebelumnya atau di Masjid tersebut
hanya dikumandangkan satu adzan, niscaya mereka akan melakukan undian untuk
mendapatkannya. Dan seandainya mereka mengetahui keutamaan shaff pertama
seperti yang telah lewat [ penjelasannya ], sementara mereka hanya bisa
mendatanginya sekali saja dan itu pun sulit bagi mereka, dan sebagian mereka
tidak mengizinkan sebagian yang lainnya [ saling berebut ], niscaya mereka akan
melakukan undian untuk mendapatkannya.” [ 46 ]
Coba bayangkan, seandainya kita mau
menghitung keutamaan-keutamaan dan pahala yang dijanjikan oleh Allah bagi orang
yang menjaga shalat berjamaah di Masjid, mulai dari persiapan wudlu sebelum
berangkat ke Masjid sampai ia kembali ke rumahnya, niscaya kita akan mendapati
keutamaan yang begitu besar dan pahala yang agung dari Allah. Belum lagi jika
Allah menghendaki baginya untuk melipat gandakan pahala tersebut. Sungguh, ini
adalah keutamaan dan karunia dari Allah yang sangat besar terhadap umat Nabi
Muhammad - shallallahu alaihi wa sallam -.
Oleh karena itu, marilah kita
berlomba-lomba untuk mengamalkan kebajikan dan ketaqwaan kepada Allah, seperti
menjaga shalat wajib secara berjamaah di Masjid.
Allah telah berfirman ;
فاستبقوا
الخيرات إلى الله مرجعكم جميعا فينبئكم بما كنتم فيه تختلفون
[ Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan ] [ 47 ]
Demikianlah pembahasan tentang beberapa
keutamaan-keutamaan shalat berjamaah, dan masih banyak keutamaan lainnya yang
belum tersebutkan di sini. Semoga bermanfaat bagi semua pembaca dan menjadikannnya
sebagai amalan yang akan memberatkan timbangan kebajikan bagi si penulis kelak
di hari kiamat.
Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan atas Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan seluruh
umatnya yang senantiasa istiqamah di atas sunnah-sunnahnya sampai hari kiamat.
Wallohu a’lam bishowab
-----------------------------------
[ 1 ] QS.
Al-Mu’minun ; 53
[ 2 ] QS.
Al-Baqarah ; 43
[ 3 ] Tafsir
Al-Qur’an Al-Adzim [ Tafsir Ibnu Katsir ], Abu Al-Fida Ismail bin Umar bin
Katsir [ wafat 774 H ], Tahqiq Saamii bin Muhammad Salaamah, Dar Thoyyibah, 1 /
246
[ 4 ] HR.
Bukhari ; 644, 7224, dan An-Nasai ; 848
[ 5 ] HR. Muslim;
650
[ 6 ] HR. Muslim ;
649, An-Nasai ; 838
[ 7 ] Subulus
Salam, Muhammad bin Ismail bin Shalah bin Muhammad Al-Hasani As-Shan’ani [
wafat 1182 ],
[ 8 ] HR. Muslim ;
232, An-Nasai ; 856
[ 9 ] HR. Bukhari ;
6243, 6612, Muslim ; 2657, Abu Dawud ; 2152
[ 10 ] HR. Bukhari ;
447, 647, 2119, Abu Dawud ; 559, At-Tirmidzi ; 603.
[ 11 ] Shahih
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi [ wafat
256 H ], Tahqiq Muhammad Zuhair bin Nashir An-Nashir, dan dita’liq oleh
Musthafa Daib Al-Bagha, Dar Thauq An-Najah, 1 / 131.
[ 12 ] Syarh
Riyadi As-Shalihin, Muhammad bin Shalih bin Muhammad Al-Utsaimin [ wafat
1421 H ], Dar Al-Wathan, Riyadh, 5 / 71
[ 13 ] HR. Bukhari ;
651, Muslim ; 662
[ 14 ] Shahih
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi [ wafat
256 H ], Tahqiq Muhammad Zuhair bin Nashir An-Nashir, dan dita’liq oleh
Musthafa Daib Al-Bagha, Dar Thauq An-Najah, 1 / 131
[
15 ] HR. Muslim ; 664
[ 16 ] HR. Bukhari ;
447, Abu Dawud ; 559, At-Tirmidzi ; 603.
[ 17 ] HR. Bukhari ;
647
[ 18 ] Shahih
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi [ wafat
256 H ], Tahqiq Muhammad Zuhair bin Nashir An-Nashir, dan dita’liq oleh
Musthafa Daib Al-Bagha, Dar Thauq An-Najah, 1 / 131.
[
19 ] HR. Bukhari ; 447
[
20 ] QS. At-Tahrim ; 6
[ 21 ] HR. Muslim ; 656
[ 22 ] HR. Abu Dawud ; 555
[ 23 ] Tuhfatul Ahwadzi, Abu
Al-Alaa Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfury [ wafat 1353 H ],
Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 2/11
[ 24 ] Ibid, 2/11
[ 25 ] Ibid. 2/11
[ 26 ] HR. Muslim ; 1163
[ 27 ] HR. Musllim ; 410, Abu Dawud ;
936, At-Tirmidzi ; 250
[ 28 ] Tuhfatul Ahwadzi, Abu Al-Alaa
Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfury [ wafat 1353 H ], Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 2/70
[ 29 ] Ibid, 2/70
[ 30 ] HR. Bukhari ; 781, Muslim ;
410
[ 31 ] Mushanif Abdurrazaq ; no 2648
[ 32 ] HR. Abu Dawud ; 664, An-Nasai
; 881, Ibnu Majah ; 997
[
33 ] Shahih Al-Bukhari, Muhammad
bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi [ wafat 256 H ], Tahqiq Muhammad
Zuhair bin Nashir An-Nashir, dan dita’liq oleh Musthafa Daib Al-Bagha, Dar
Thauq An-Najah, 6 / 120.
[ 34 ] Ibid, 6 / 120
[ 35 ] HR. Ibnu Majah ; 995
[
36 ] Sunan Ibnu Majah, Ibnu Majah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid
Al-Quzwaini [ Wafat 273 H ], Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, Dar Ihya Al-Kutub
Al-Arabiyyah, 1 / 318
[
37 ] HR. At-Tirmidzi ;241
[
38 ] Tuhfatul Ahwadzi, Abu Al-Alaa Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim
Al-Mubarakfury [ wafat 1353 H ], Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 2/40
[
39 ] Sunan At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin
Adh-Dhahak, At-Tirmidzi, Abu Isa [ wafat 279 H ], Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir
[ juz 1 dan 2 ], Syarikah Maktabah wa Mathba’ah Musthofa Al-baby Al-Halaby,
Mesir, 2/7
[
40 ] Tuhfatul Ahwadzi, Abu Al-Alaa Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim
Al-Mubarakfury [ wafat 1353 H ], Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 2/40
[
41 ] Ibid, 2/40
[ 42 ] Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah, Abu Abdirrahman Muhammad Nashirudin bin Al-Hajaj
Nuh bin Najati bin Adam Al-Asyqudari Al-Albani [ wafat 1420 H ], Maktabah
Al-Ma’arif, Ar-Riyadh, no. 1979, 4/629
[
43 ] Ibid, no.1979, 4/630-631
[
44 ] HR. Bukhari ; 615 dan 2689, Muslim ; 437, An-Nasai ; 540 dan 671
[
45 ] Shahih Al-Bukhari, Muhammad
bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi [ wafat 256 H ], Tahqiq Muhammad
Zuhair bin Nashir An-Nashir, dan dita’liq oleh Musthafa Daib Al-Bagha, Dar Thauq
An-Najah, 1 / 126.
[ 46 ] Al-Minhaj
Syarh Shahih Muslim bin Al-Hijaj, Abu Zakaria Muhyiddin Yahya bin Syaraf
An-Nawawi [ wafat 676 H ], Dar Ihya At-Turats Al-Araby, Beirut, 4 / 158
[ 47 ] QS. Al-Maidah
; 48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar