Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

TERNYATA, dan ...


Yang sudah bisa ngarab, atau sedikit ngarab, atau pernah belajar ngarab meski sebentar. Serasanya tak asing dengan kitab-kitab ngarab, yang kata banyak orang disebut kitab gundul. 

Dikenal gundul karena tak berharokat sama sekali, bahkan orang yang mahir membaca al-Qur'an namun tiada pernah belajar bahasa arab sama sekali, ia takkan pernah bisa membacanya sama sekali tanpa bantuan harakatnya. 

Inilah satu keunikan bahasa ngarab, orang bisa membaca tulisan ngarab yang berharakat dengan syarat bisa membaca al-Qur'an, meski tak faham maknanya. Namun, tanpa berharakat alias gundul, tulisan ngarab tak mungkin terbaca sama sekali tanpa pernah belajar kaidah dasarnya, ilmu nahwu dan sharaf.

Nah, bagi yang sudah mengenal bahasa gundul ini, jika disodorkan dihadapannya kitab-kitab gundul, jelas terasa biasa, tak ada beda dengan buku-buku berbahasa indonesia. Terlebih yang kesehariaannya menyantap kitab-kitab gundul, entah di pesantren, ma'had, atau ma'had ali seperti LIPIA. Dan melihat literatur-literatur ngarab yang berpuluh-puluh jilid adalah lumrah adanya. Padahal yang nulis hanya satu orang lho ! 

Contoh,

a. Jami Al-Bayan Fi Ta'wil Al-Qur'an [ Tafsir Ath-Thabari ], ditulis oleh Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib Al-Aamali [ Abu Ja'far Ath-Thabari ], wafat 310 H, berjumlah 24 jilid, cetakan Muasasah Ar-Risalah.

b. Shahih Al-Bukhari, ditulis oleh Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja'fi,wafat 256 H, berjumlah 9 jilid dalam cetakan Dar Thuq An-Najah. 

c. Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, ditulis oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad As-Syaibani, wafat 241 H, berjumlah 45 jilid dalam cetakan Muasasah Ar-Risalah.

d. Fathul Baari Syarh Shahih Al-Bukhari, ditulis oleh Ahmad bin Ali bin Hajar Abu Al-Fadhl Al-Asqalani, wafat 852 H. Berjumlah 13 jilid dalam cetakan Dar Al-Ma'rifah.

e. Majmu' Al-Fatawa, ditulis oleh Taqiyudin Abu Al-Abbas Ahmad bin Abdulhaliim bin Taimiyyah Al-Hurani, wafat 728 H. Berjumlah 35 jilid dalam cetakan Majma' Al-Malik Fahd.

f. Al-Ishabah Fi Tamyizi As-Shabah, ditulis oleh Abu Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar Al-Asqalani, wafat 852 H. Berjumlah 8 jilid dalam cetakan Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

g. Siar A'lam An-Nubala, ditulis oleh Syamsudin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Ustman bin Qaiymaz Adz-Dzahabi, wafat 748 H. Berjumlah 18 jilid dalam cetakan Dar Al-Hadits.

h. Tahdzib Al-Kamal Fi Asma'i Ar-Rijal, ditulis oleh Yusuf bin Abdurrahman bin Yusuf Abu Al-Hajaj Jamaludin bin Az-Zaki Abi Muhammad Al-Qadhi Al-Kalbi Al-Mizzi, wafat 742 H. Berjumlah 35 jilid dalam cetakan Muasasah Ar-Risalah.

i. Al-Bidayah Wa An-Nihayah, ditulis oleh Abu Al-Fida Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qursyi Ad-Dimasqi, wafat 774 H. Berjumlah 14 jilid dalam cetakan Dar Ihya At-Turats Al-Arabi.

Itulah beberapa contoh kitab-kitab gundul ngarab yang tercetak berjilid-jilid, dan masing-masing jilid biasanya terdiri lebih dari 200 atau 300 halaman, bahkan ada yang berjumlah sampai 600 halaman dalam satu jilid. 

Bayangkan berapa lembar halaman dalam satu judul kitab, padahal ia hanya dikarang oleh satu orang penulis. Belum lagi ia menulis judul kitab-kitab lain yang berjilid-jilid pula.

Dan masih banyak karangan ulama lainnya yang berjilid-jilid banyaknya, padahal di masanya belum ada komputer, laptop atau alat-alat tulis canggih lainnya seperti sekarang ini.

Yang kita lihat di atas baru zahirnya saja, belum terselami isi dan ilmu yang tertulis di dalamnya.

Yang bisa ngarab atau sedikit ngarab tak lah mengapa untuk merasa biasa dan tak tercengang melihat zahirnya, tapi saya yakin sebenarnya hatinya terkagum sangat akan karya-karya ulama di atas.

Saya khawatir jika mereka merasa biasa dengan zahir karya-karya ulama, nantinya merasa biasa pula dengan isi dan ilmu yang terkandung di dalamnya. Dan hal ini mulai ramai dan menjangkiti hati-hati mereka. 

Padahal, kalau kita mau berenang di lautan ilmu yang ada di dalamnya, terlebih menyelam dan menyelami lebih dalam lagi, hati dan pikiran kita pasti akan ternohok keras karenanya.

Kita pasti sangat terkagum dan heran, begitu luas ilmu para ulama, betapa cerdasnya mereka, sungguh seluruh hayat mereka adalah ilmu.

Bandingkan dengan kita, untuk menulis satu tema beberapa halaman yang bersifat ilmiah saja, kita sangat kerepotan, butuh bermasa hari lamanya, begitu terpusingkan karenanya.

TERNYATA, kita bukanlah apa-apa dibanding mereka para ulama. Ilmu kita tak seberapa jika ditimbang dengan ilmunya. 

Tapi, dimana penghormatan kita terhadap para ulama, kemana rasa terima kasih kita akan karya luar biasa yang telah mereka telurkan ! 

Karena, tak sedikit di antara kita yang merasa biasa terhadap karya-karyanya, bahkan ada di antara kita dengan kedangkalan ilmunya yang seolah-olah ia merasa lebih tahu dan lebih berilmu dari para ulama.

TERNYATA, semakin dalam kita menyelami ilmu para ulama, semakin kerdilnya kita terasa. Kita bukanlah apa-apanya mereka.

Wallohu a'lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog