Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Filosofi Kaca

Kaca adalah benda antik dan memiliki nilai artistik tersendiri jika telah dicetak menjadi sebuah hiasan. Kita sering temukan dan melihat kaca di sekeliling kita, ia ada di jendela, di pintu, di meja, ada juga yang di jadikan genteng, asbak, pot bunga, hiasan beragam replika, gelas, piring, cermin, dan sebagainya.

Ternyata, kaca yang sudah menjadi bagian dari kehidupan kita, memiliki banyak filosofinya. Filosofi yang mengilustrasikan kita sebagai manusia, sifat-sifat manusia, atau nilai-nilai lain yang apabila kita mau beribrah darinya, maka banyak pelajaran yang dapat terambil darinya.

Jika kau punya kaca, dan kaca itu ada dalam genggaman tanganmu, apa yang akan kau perbuat darinya ? Entah kaca itu hanya sebuah gelas atau piring yang biasa kau gunakan untuk wadah makanan kala kau hendak menyantap sarapan pagi atau yang lainnya. Tentu kau akan berhati-hati dalam memegangnya, kencang dan erat mencengkram jari-jemarimu. Karena kau tak ingin agar kaca itu jatuh, lalu terpecahlah ia.

Sementara kala gelas atau piring kacamu telah menjadi sebuah serpihan kecil-kecil atau paling tidak menggoreskan sebuah retakan di permukaannya, tentu hal itu sangatlah sulit untuk bisa menggembalikan menjadi sebuah gelas atau piring kaca untuh seperti sebelumnya. Butuh waktu dan beragam tahapan dalam pengolahan dan tempaan agar serpihan itu kembali menjadi kaca yang halus seperti semula.

Terlebih jika kaca yang kau pegang itu adalah sebuah replika mainan antik atau hiasan menarik lainnya, dan ia menjadi sebuah benda yang sangat kau sukai, sementara untuk mendapatkannya tidaklah begitu mudah, dan kau hanya bisa mendapatkannya hanya di kota lain atau bahkan di negeri lain, pula dengan harga yang tidak terbilang murah, tentu kau akan sangat lebih berhati-hati lagi dalam memperlakukan barang berharga itu.

Kenapa demikian ? semua pun bisa menjawabnya, karena barang itu terbuat dari kaca, dan kaca adalah benda yang sangatlah mudah terpecah kala terjatuhnya. Semua pun tahu, sampai anak kecil pun mengerti, bahwa saat membawa atau memegang barang yang terbuat dari kaca, ia pun harus berhati-hati dan tidak ceroboh dalam memperlakukan kaca. Karena tergelincir sedikit, kaca pun akan terjatuh dan fatallah akibatnya, jadilah ia retakan-retakan yang menyayat kelembutan dan kehalusannya, atau bahkan akan terpecah menjadi seprihan kecil-kecil yang bisa melukai orang yang menjatuhkannya atau orang lain yang ada di dekatnya.

Ketahuilah, wanita yang menjadi isterimu, pendamping hidupmu, mitra dan sosok yang sangat berjasa dalam perjalanan hidupmu adalah ibarat sebuah kaca yang ada dalam genggamanmu. Perlakukanlah wanita seperti halnya perlakuanmu terhadap hiasan kaca yang ada dalam tanganmu. Pergaulilah wanita seperti halnya pergaulanmu terhadap replika hiasan kaca yang ada di rumahmu.

Berhati-hatilah, genggamlah erat dan lebih berhati-hati lagi dalam mempergauli dan memperlakukan wanita melebihi kehati-hatianmu dalam memperlakukan hiasan kaca dalam genggamanmu.

Karena wanita tak jauh dari sebuah kaca, kalau kau tak berhati-hati dalam memperlakukan sebuah kaca, bahkan kau terlalu memaksa dan menekannya, maka kaca itu akan retak dan terpecah menjadi sebuah serpihan-serpihan tajam yang sebelumnya adalah sebuah kehalusan dan kelembutan yang kau rasakan.

Begitu pula dengan wanita, wanita adalah sosok insan yang identik dengan kehalusan dan kelembutannya, namun jika kau tidak berhati-hati dalam memperlakukan seorang wanita, tidak lembut dan halus dalam mempergaulinya, tidak mau menerima kekurangannya atau kau terlalu memaksakan sesuatu yang menjadi kebengkokannya, maka sosok wanita yang tadinya lembut dan halus akan retak, terpecah, patah dan bisa remuk menjadi sebuah serpihan-serpihan yang menajam.

Wanita tetaplah wanita, ia akan tetap memiliki kekurangan dan kebengkokan, maka terimalah apa yang menjadi sifat kekurangannya, dan tutuplah kekurangan itu dengan kelebihan yang terpunya olehmu, janganlah pernah kau paksakan dirimu untuk meluruskan apa yang menjadi kebongkokannya, karena perlakuanmu itu akan menjadikannya retak dan patah, dan ini menjadi sesuatu yang tidak terelakan lagi.

Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - telah mewanti-wanti kepada umatnya agar berhati-hati dan berbaik diri dalam memperlakukan seorang wanita, terimalah kebongkokannya dan janganlah memaksakan diri untuk meluruskannya, karena retak dan pecah adalah akibatnya.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda ;


اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ، فَإِنَّ المَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

" Hendaklah kalian saling menasihati dengan kebaikan terhadap wanita, sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, sementara bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas, jika kau paksakan untuk meluruskannya, maka kau akan mematahkannya, dan jika kau biarkan begitu saja, maka ia akan tetap bengkok. Oleh karena itu, hendaklah kalian saling menasihati dengan kebaikan terhadap para wanita." [ HR. Bukhari : 3331, Muslim : 1468 ]

Musthafa Al-Bagha mengomentari hadits di atas, “ Demikian pula seorang wanita memiliki kebengkokan yang kuat dalam hal akhlak dan pola pikirnya, jika kau hendak meluruskannya hingga sempurna dalam akhlaknya, pasti hal itu akan berakibat pada perpisahan dengannya [ perceraian ] .“ [ Shahih Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja’fi, Tahqiq Muhammad Zuhair bin Nashir An-Nashir, Dar Thuq An-Najah, 4 / 133 ]

Wallohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog