Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Para Penjilat Tehi Pitiek !


Pitiek atau ayam, bisa dibilang banyak manusia [ bila tak bisa dikata semuanya, karena memang ada yang sebaliknya ] suka daging ayam, termasuk saya. Entah dibakar, digoreng, diopor, direndang, disop, disate atau bentuk sajian lain, sesuai selera masing-masing, kalau saya termasuk suka semua, apa yang ada di hadapan saya, semuanya sama-sama lezatnya, terlebih saat lapar dan perut keroncongan sembari teriringi irama keroncong dari dalam perut.

Itu nikmatnya ayam setelah matinya, mati disembelih dan bukan mati membangkai, kalau jadi bangkai itu sudah lain lagi ceritanya.

Dan saat masih hidup, banyak pula yang suka melihat ayam, bahkan ada sebagian manusia tergila-gila dengan satu jenis ayam [ ayam bangkok misalnya ], dan ia pun bisa menjadi gila, bukan gila-gilaan tapi gila beneran dan bener-bener gila, sedih dan galau kala melihat jagoannya mati atau kalah tarung, atau hilang, entah dicuri atau melarikan diri dari empunya.

Kita pun gemes, terlebih anak kecil jika melihat induk ayam mengiring anak-anaknya yang super imut lagi lucu. Lebih gemes lagi menyaksikan ayam-ayam kampus yang super ngemut lagi capcus, pengen banget menggamparnya.

Ayam terlihat baik adanya, saat hidup atau setelah matinya. Tapi, kala ayam itu buang kotoran [ TEH-I ] sembarang tempat, dan kau injak si teh-i itu, kau cepat-cepat usir tuh ayam dari muke ente, sebal, marah, kesal, dan setengah mati kau maki-maki tuh si ayam. Ente buat ia lari atau ente yang lari darinya, mungkin merasa jijiek kali. 

Padahal teh-i ayam juga manfaat mas bro, bisa buat pupuk kandang yang nyuburin kangkung, kol, atau sayur mayur yang jadi favorit makanan ente.

Dan padahal barusan paginya ente itu sarapan pakai ayam goreng. Dan kemarin malam baru dibeliin ibu sate ayam, ente habisiin 15 tusuk tuh, paling banyak sendiri jatahnya [ bayangkan 15 tusuk bambu, dagingnya dah dilahap adeknya kali ].

Ente, gara-gara nginjek kotoran ayam yang cuma seukuran jempol, atau baru lihat teh-inya, atau sekedar cium aroma sedap darinya, lu sudah lari, tutup hidung, sipitkan mata, dan tak jarang lu lempar tu ayam yang barusan buang hajat hidupnya. 

Waktu itu lu pada lupa semua, ayam-ayam itulah yang telah buat lu semua kenyang, merem melek saat santap malam, buat lu pada gemuk, bugar, sehat dan segar beraktivitas sesaat setelah santapanmu mas bro!

Cuma kotoran atau aromanya yang kecil, ente lupain jasa baik tuh ayam pada lu lu semua. Itukah ente, mas bro! Hanya ambil yang baik, tapi saat keluar yang kotor darinya lu pada lari atau buat ia lari dan yang lain ikut lari menjauhinya, lu gak sadar emangnya, tuh kotoran yang kecil janganlah melupakan kebaikan yang jauh lebih gede yang terberikan olehnya.

Inikah cermin kita, atau benarkah itu kita ? Banyak manusia [ ustadz, syaikh, guru, teman, sahabat, rekan kerja, atau yang lainnya ] telah memberi manfaat banyak pada diri kita, hadiahkan kebaikan pada kita, tapi kala kita melihat ia salah, atau terpleset dalam keburukan, atau jatuh dalam kejelekan, meski kecil hal itu. Serta merta kita hakimi ia dengan keburukan, seakan-akan ia tak pernah berbuat atau berbagi kebaikan sama sekali.

Inikah keadilan kita, atau balas budi kita akan jasa baiknya selama ini ? 

Terutama para penyeru dan penegak kebenaran [ para syaikh, ustadz, kyai, gus, dan guru agama ], kelompok ini paling sensitif terbalas hal-hal semacam di atas. Paling gampang kena getahnya dan bisa kotor para penjilat kotoran manusia.

Bukankah setiap manusia punya kotoran, kalau kotoran itu gak pernah terinjak olehmu atau terlihat wujudnya, paling tidak kau pernah mencium aroma klentik darinya.

Itulah manusia, keburukan, kesalahan, ketergelinciran, kejelekan, aib, atau cela pasti dipunya masing-masing, dan cela itu pasti akan terlihat paling tidak terendus oleh orang lain, entah kawan atau lawan.

Tapi masalahnya, janganlah cela itu dijadikan alat untuk menghakimi baik atau buruk pribadi si empunya cela dengan mengkebiri beragam kebaikan dan jasanya yang banyak terberikan olehnya, dan kau sendiri banyak mengambil faidah darinya.

Lalu, pantaskah kau berlaku seperti itu kepada mereka yang telah banyak berbaik hati menebar kebaikan atau kebenaran kepada anda dan juga manusia lainnya ?

Kau lari darinya, atau membuat ia lari dan menjadikan manusia lain lari darinya!

Wallohu a'lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers

Arsip Blog