Ustadz juga saling
dorong-dorongan lho, tapi bukan saat demo atau ngantri sembako. Fenomena ini
hanya terjadi di Mushola Baitturrohiim Jl. H Asnawi jati padang [ itu menurut
hemat saya ], mudah-mudahan gak terjadi di tempat lain. Kasus ini bisa anda
temui saat sholat subuh tiba, atau waktu-waktu sholat yang lainnya. Itu bukan
hanya sekali, dua kali, bahkan sering dan berulang kali.
Kok ustadz dorong-dorongan sih,
ya mereka bukan sedang bermain, tapi lagi
berebut siapa yang menjadi imam sholat.
[ 1 ] " Ustadz, maju ustadz, ga ada yang
maju lho "gumam ame [ nama fiktif ] sambil mendorong punggung abe [ nama
samara ] dengan tangan kanannya. Si abe pun menampiknya seraya berkata, " antum
aja ustadz, antm lebih afdhol dari ana ". Bahkan si abe ini
mendorongnya dengan kedua tangannya.
[ 2 ] Ada yang lebih iseng dan nakal lagi. Adalah
si uje [nama samaran ] yang tepat berdiri di depan mihrob, didorong dengan kerasnya oleh ade [ nama samara
]. Ia langsung mendorongnya tanpa isyarat dan suara sebelumnya. Ia pun terlempar tepat di tengah-tengah
mihrob. Dengan roman kecut Uje langsung
balik badan dan berontak berusaha kembali ke shof semula seraya berkata, "
gak, gak ustadz, antum aja, jangan ana ". Ia berkata seperti itu
karena terlintas dalam hatinya, " suara saya pas-pasan, bahkan lebih
dari itu, hafalannya juga masih minim, banyak
kok yang lebih bagus dari saya, juga telah hafal 30juz, ntar sholat jadi gak khusyu
lagi ". Dorong mendorong pun tak terelakan.
Tapi ada yang kasusnya mirip uje, taruhlah adi [ nama fiktif ], ia juga di dorong sampai ke tengah mihrob. Ia gak bisa mengelak, akhirnya pun ia menjadi imam dengan keterpaksaan dan gerogi penuh peluh keringat, apalagi ia belum murojaah hafalan karena baru bangun tidur. Ia pun cukup membaca al-ma'un dan al falaq. Yang penting sah dan khusyu, pikirnya.
[ 3 ] Dorong-
mendorong tak hanya fisik belaka. Suara pun tak mau kalah saling mendorong dan
bersahutan satu sama lain.
- " pak haji, pak haji, maju pak haji " maklum di antara mereka sudah ada yang berhaji.
- " pak wali, pak wali cepet maju gak ada yang
mau jadi imam " sahut udin [ nama samara ] kepada si aping [ nama
samaran ] yang berdiri di sampingnya.
Nadanya emang canda, karena ia seneng bercanda dengan pak wali tadi.
- " suf, maju suf, ayo suf " kata amin kepada yusuf dari belakangnya.
- " ustadz amir, monggo ustadz, monggo..." sahut ale dengan nada merendah kepada ustadz amir.
Dan suara-suara lain ya tak aku tuliskan semua di sini. Cukuplah apa yang aku sebutkan sudah mewakili fakta yang ada.
Itulah fenomena yang akan anda temui jika anda berkunjung ke mushola tersebut. kurang lebihnya seperti itu ilustrasinya. Namun kasus itu hampir tidak kita temui saat musim libur soifiah [ musim panas di Saudi ] tiba [ liburan semester genap bagi mahasiswa LIPIA ], ya karena kebanyakan mereka pulang kampoeng atau cari kegiatan lain saat liburan, tidak lagi tinggal di kos-an atau kontrakan, kecuali hanya sedikit saja. Dan mushola pun kembali lagi ke tangan masyarakat dalam masalah imam sholat.
Mungkin kita bertanya, " kenapa kok bisa seperti itu sih? "
jawabannya...,,,!
.....Inilah beberapa opini yang aku simpulkan, bisa benar dan juga bisa salah, semua itu relatif, namanya juga argument kok. Diantara sebab " ustadz kok dorong-dorongan " :
[ 1 ] Itsar [ mendahulukan yang lain daripada dirinya ]
Dalam kasus ame, misalnya. Ia memandang orang lain
[ teman satu kos, atau semustawa, atau juga sekampus ] lebih pantas jadi imam, mungkin
karena berjenggot, atau merasa hafalannya lebih banyak, atau pakaiannya rapih
dan berpeci, atau lebih tinggi mustawa/level akademiknya, atau lebih tua
umurnya, atau juga perawakannya yang dianggap pantas dan nyaman dilihat secara
dzohir daripada dirinya untuk menjadi imam. Juga, Mungkin ada motif-motif lain yang
membuatnya harus itsar. Anda mungkin tahu yang lain! Karena masing-masing
pengen itsar, dorong mendorong pun tak terelakan.
[ 2 ] [ Takut riya ]
Di samping ingin itsar, mungkin ame juga hendak
menjaga hatinya dari riya, ia mencari jalan yang lebih selamat untuk tetap
terjaga hatinya. Itulah yang mungkin ia rasakan dan harus dipilihnya. Akhirnya
pun ia mendorong yang lain agar menjadi imam. Yang lain juga demikian. Dorong
mendorong pun terekam ulang.
[ 3 ] [ Grogi dan Gampang Berkeringat Dingin ]
Mungkin ini yang di alami uje, ia merasa hafalannya
sedikit, suaranya yang serak-serak lagi sumbang, jarang tampil di depan kalayak
ramai, apalagi harus jadi imam bagi temen-temennya yang jauh lebih baik darinya
[ tingkat akademik, kecerdasan, kesholehan ataupun yang lainnya], ia gak pede [
percaya dere ] lagi. Keringat pun becucuran dan hafalannya juga buyar saat
harus di paksa jadi imam.
[ 4 ] [ Terlalu banyak ustadz di mushola itu ]
Ya emang semuanya ustadz / calon ustadz sih, dan hanya di situ yang jam'ah sholatnya
bertitel ustadz-ustadz, tanpa terkecuali. Kok bisa? karena semua temen-temen di kampus LIPIA manggil temennya sendiri dengan sebutan ustadz,
tanpa terkecuali. Mungkin ini hanya kita temui di kampus lipia,gak di kampus
lain. Adapun jamaah mushola semuanya mahasiswa lipia, seringnya. Ya jadilah
jamaah sholat yang berlebel usadzt-ustadz.
Kalau aku sebenarnya lebih srek [ pas di hati ] di panggil dan memanggil yang lainnya dengan akhi, pak, mas, bang, kak atau memanggil namanya langsung,seperti " me, Amelia". Itu aku, kalau anda mungkin lebih nyaman dengan sebutan " tadz,ustadz ". Itu terserah anda, hukumnya kan gak wajib. Tapi ya terkadang aku juga memanggil yang lain, " tadz, ustadz ". Ya, itu hanya ikut-ikutan sih. Biar gak terlalu beda banget sama yang lain. Entah itu Takrim [ rasa hormat ] atau yang lainnya, tapi menurut hematku memanggil " mas, akhi, pak..." juga gak mengurangi rasa hormat terhadap lawan bicaranya.
[ 5 ] [ Kurang ihtimam / perhatian penuh dari pihak
DKM [ dewan kepengurusan masjid/mushola] atau ta'mir ]].
Ya itulah jadinya, gak ada imam rowatib yang tetap,
masing-masing jamaah saling tunjuk dan saling dorong.
Itu yang bisa saya simpulkan, anda juga boleh nambain, kalau emang ada! Itu faktanya yang aku amati akhir-akhir ini.
Solusi...
solusinya gampang kok, Inti semuanya di tangan DKM dan takmir masjid.
Kalau mau share, ya pihak takmir harus menunjuk imam rawatib yang siap standby sekalian muadzinnya, jangan lupa rotib [ honor ] nya, ya sewajarnya aja. banyak kok anak lipia yg siap,bahkan ngantri. Beres kan..so no problem. Tapi masalahnya tinggal mau apa gak pihak takmir....!
Itu argument saya, kalau setuju, thanks. Kalau gak, ga masalah, masalah buat lho. Tapi setidaknya share dan bagi-bagi solusi, ini kan masalah bersama.
Dan setidaknya mahasiswa LIPIA yang tinggal di Jl. H Asnawi harus berbuat, bukan hanya diam dan asyik dengan kenyataan yang ada. Harus ada perubahan ke arah yang lebih baik, kalau bukan kita siapa lagi?
Semoga menjadi
bahan renungan…….