Banyak
tingkah, langkah, gerak dan sikap seseorang menjadi bernilai, berharga, dan
berhikmah bagi yang lainya, entah itu baik atau buruk, sengaja maupun tidak,
besar atau kecil, langsung maupun tidak. Masalahnya hanya perbedaan daya
tangkap dan kualitas loading yang beragam antara yang satu dan lainnya. Apa
yang terlihat, terdengar, terasa, bahkan teralami sendiri, sepontan ia
merespons dan menjadi sesuatu yang berharga baginya, menjadi ibroh [ pelajaran
hidup ], dan hikmah yang tak terlupakan. juga ada di antara mereka, setiap apa
yang terlewat, terlihat, terdengar atau terlalami sendiri, ia anggap bagai angin
yang berhembus dan berlalu, tiada bermakna, tanpa arti dan tak pernah terbekas
dalam lembaran hidupnya.
Kali ini, saya
akan mengajak anda berlarut dalam sedikit kisah singkat yang baru saja saya
alami [ kisah ini sangat berharga, penuh arti, hikmah, ibroh, dan berbekas
dalam hati penulis, mungkin bagi anda tidak sama sekali, bahkan bisa jadi ia
hanya seperti sampah, tanpa makna dan arti, yang ibarat debu terhempas angin
dan tercecer tanpa terbekas dalam pandangan ]. Ini adalah kisah yang terajut
dalam beragam lembaran hidupku, harapan
ia membawa manfaat untuk pribadi penulis dan juga anda yang mau membacanya.
Bermula,
seusai shalat isya berjama’ah di Mushola Baiturrohiim gang Asnawi, aku bergegas
kembali ke kamar kos, hendak menyantap makan malam, tapi apa boleh buat menu
belum tersiapkan, aku pun segera membuat menu mie goreng campur telur yang
digoreng ulang ala chef miftah sururi, dalam kata lain; gorengan indomie
telur, itulah nama menu menurutnya [ bang miftah ] yang hendak menjadi santapan
malam saya.
Selepas
menyantap makan malam, serentak mas imron mengajak saya untuk menemani beliau
mengembalikan piring dan panci bekas wadah sop daging tulang kambing campur
sapi, ia adalah menu ternikmat hasil racikan ibu asiah dan puterinya[ ambiya ] saat kegembiraan adha menyelimuti
umat islam. Sop hangat yang menyegarkan dan tentunya rasambayar, telah menyihir
teman-teman se-kos termasuk saya untuk memanjakan lidah dengan rasa dan aroma
khasnya. Berulang kali aku meminum air sopnya meskipun tanpa isi yang berarti,
ya memang yang banyak hanya tulangnya, sedangkan dagingnya hanya terselip di
antara ruas-ruas tulang, atau menempel sedikit di beberapa pangkalnya. Tapi
justru itulah yang menambah nikmatnya sop ala bu asiah.
Meski awalnya
aku ragu untuk ikut, tapi akhirnya aku mengiyakan tawaran beliau, itung-itung
main sambil silaturahmi ke rumah bu asiah yang selama ini aku belum pernah
lewat di depannya apalagi masuk ke rumahnya. Selang kemudian aku bersama mas
imron berjalan menyusuri gang remang-remang yang terselip di antara
dinding-dinding rumah penduduk kompleks asnawi, sesekali kami berdua tersorot
terangnya cahaya lampu rumah yang menembus di antara dinding-dinding yang
saling berhimpitan. Tidak lama kemudian, kami berdua pun sampai di depan pintu
rumahnya, langkah kaki terhenti, dan jari tangan mas imron mulai mengetuk pintu
rumahnya, pintu terketuk selama tiga kali, tapi tak sekali pun terdengar
jawaban dari dalam rumah, hatiku bergumam, mungkin pak salam [ suami bu asiah ]
dan bu asiah sudah terlelap tidur bersama selimutnya. Hati kecil berontak, gak
mungkin tidur, lho wong masih jam 20.15, mungkin saja keduanya sedang
terasyikan dengan acara tv yang lagi seru-serunya sampai suara dari luar pun
tak terdengar olehnya.
Lain dengan
mas imron, ia langsung berinsiatif [ ya karena mas imron yang paling dekat dan
paling tau seluk beluk keduanya, saking dekatnya, sampai-sampai teman-teman
se-kos menyebutnya sebagai morotuone [ mertuanya ]] mencari ke rumah
tetangganya, ternyata feeling beliau benar, ia sedang berada di salah satu
rumah tetangganya yang ada di sebelah barat. Sekilas bu asiah pun datang
menyambut kami berdua dengan tingkahnya yang khas [ murah senyum, banyak canda,
cerewet, dan banyak cerita, ya maklum namanya juga perempuan, rata-rata wanita
memang bertabiat seperti itu, lebih cerewet di banding suaminya ], tapi di
balik semua itu, obrolan bersama bu asiah terasa berbeda dari yang lainnya.
Lebih renyah dan unik terasa. Tentunya banyak ibroh dan cerita yang harus
tertulis dan terpetik darinya.
Setelah kami
berdua dipersilakan masuk dan duduk, pak salam [ suami bu asiah ] turun dari kamar
lantai atas, beliau pun mulai menyalami kami berdua, menghidupkan kipas angin,
dan mempersilakan kami lagi untuk duduk, kami pun duduk di atas hamparan karpet
bercorak kembang beragam warna cantik lagi menarik, obrolan pun termulai,
basa-basi mulai mengalir, senyuman kecil terlihat sering, canda bercampur tawa akhirnya membubuhi hangatnya suasan
obrolan di malam itu, sementara bu asiah sibuk menjamu kami berdua meski hanya
segelas air dingin nutri sari yang baru saja dibeli dari warung sebelah.
Banyak cerita
yang menjadi tema malam itu, mulai dari cerita saat masih tinggal di kampoeng
halaman bersama bapak ibunya, cerita awal-awal rumah tangganya yang berusaha
tinggal di kampoeng halaman [ kampoeng pak salam, di daerah magelang ] yang
terakhiri dengan ketidakbetahan dan kemudian membawanya kembali ke Jakarta,
cerita keinginannya menunaikan umroh sekeluarga ke tanah suci meski sekarang
belum cukup uang untuk melaksanakannya, cerita harapannya agar anak bungsunya [
ambiya ] bisa kuliah di kampus lipia yang tidak begitu jauh dari rumahnya, cerita
lika liku puteri sulungnya yang menarik dan menguggah emosi siapa yang
mendengarnya,…..dan seterusnya.
Obrolan tidak
terasa telah meninabobokan kami berdua dalam keasyikan yang luar biasa. Jarang
aku temui suasana sehangat itu selama gulungan lembar hidupku terus bergulir,
suasana canda yang seakan-akan keluarga besar yang baru tergabung selepas
berpisahnya berberapa masa, tiada batas, tak ada canggung, tak terlihat angkuh,
yang terasa hanya ceria, gembira, renyah, penuh canda maupun tawa, persis
seperti anggota keluarga sendiri, padahal kami berdua tidak memiliki hubungan
darah sedikitpun dengan mereka, walau hanya sekedar sepupu, cucu atau bahkan
cicit, sama sekali tidak ada. Itulah keindahan terbaru yang terlihat, keunikan
teranyar yang terasa, keragaman ceria yang terbina, dan kehangatan bersama yang
langka.
Tak terasa
memang obrolan berjalan, kurang lebih sejam lamanya kami berdua terasyikan
tenggelam dalam sembarang obrolan bersama mereka, malam telah berdetak di pukul
21.15, kami pun bergegas berpamitan, kami berdua pulang dengan terakhiri salam
dan dua sachet nutri sari rasa jeruk yang harus terbawa pulang.
Sebenarnya
masih banyak cerita yang belum tertuliskan, tapi cukuplah ini mewakili apa yang
teralami olehku, apa yang terasakan oleh jiwaku, dan apa yang telah melewati
rajutan lembaran hidupku, semuanya banyak ibroh [ pelajaran ] bagiku dan
kalian, meski terlihat sepele dan tak berarti, tapi semua akan menjadi mahal
dan berarti bagi mereka yang mau mempergetarkan hatinya, membuka pikiran dan
melatih kepekaan batinnya.
Terakhir,
semoga apa yang menjadi harapan keluarga pak salam dan bu asiah
terkabulkan oleh Alloh, Dzat yang Maha
Mendengar lagi Maha yang mengabulkan do’a. Amiin, tak terlupa juga ucapan
terima kasih dan jazakumullohu khoiron katsiron kepada keluarga besar pak salam
dan bu asiah atas segala kebaikan yang selama ini terasakan oleh anak kos-an MABES
FosKi, semoga Alloh menerimanya dan menjadi timbangan kebaikan baginya kelak di
hari kiamat.
Ibroh [ pelajaran ] yang
terpetik dari sekilas cerita di atas;
[1] Bermasyarakatlah dengan baik, bermuamalahlah dengan indah, niscaya
kebaikan dan keindahan akan turut menyertai tanpa harus dipaksakan.
[2] Bermurah senyumlah dengan siapapun, karena ia adalah sodaqoh,
jangan beraura masam lagi kecut, karena ia menjadi penghalang keakraban kita
dengan masyarakat di sekeliling kita. yang berakhir sulitnya dakwah ishlahiah [
perbaikan ] menembus relung-relung hati mereka.
[3] Banyak metode dakwah yang dapat ditempuh untuk menyampaikan
kebenaran kepada masyarakat awam, usahakan serileks mungkin dan step by step [bertahap
].
[4] Langkah pertama hidup harmonis dalam bermasyarakat majemuk ialah
jaga hubungan baik dengan mereka , jangan pernah membuatnya tersakiti, jangan
pernah mendiskreditkan [ menyudutkan ] mereka dalam beragam hal, karena satu
jurang tergali, niscaya kebenaran akan tertolak dari hati mereka.
[5] Sering memberi hadiah kepada mereka, sekecil apapun itu, dan
seringlah membantu kesulitan maupun kesusahan yang mereka alami, tanpa harus
diminta, bahkan kita harus menawarkan terlebih dahulu saat mereka terlihat
membutuhkan.
Semoga
bermanfaat……..