Hidup adalah perjuangan, pengorbanan,
ada sengsara maupun bahagia, ada suka dan duka, ada manis dan pahit, ada susah
dan mudah dan sebaginya. Inilah retorika dan sandiwara dunia, seni dan warna
kehidupan. Semua orang sepakat bahwa kemuliaan harus dicapai dengan semangat
juang dan pengorbanan yang tinggi, dan hal itu berlaku umum untuk semua jenis
kemuliaan, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrowi.
Maka, untuk meraih kemuliaan dan
kedudukan yang tinggi di sisi Alloh kelak di hari kiamat jauh lebih membutuhkan
semangat juang, pengorbanan, dan prioritas yang tinggi dibandingkan yang
lainnya. Karena kemuliaan seorang hamba di sisi-Nya tak ada satupun yang dapat
mengimbanginya dari kemuliaan-kemuliaan dunia yang telah mereka capai dan
rasakan, dan seandainya seluruh kemuliaan dunia dikumpulkan menjadi satu,
niscaya hal itu tidak akan mampu menandingi satu kemuliaan seorang hamba yang
ada di sisi-Nya.
Dan kehidupan dunia berujung dan
bertepi, ajal dan kematian adalah tepi-tepi yang menjadi batas penuh misteri. Pengorbanan
dalam lautan hidup terkait erat dengan waktu yang menjadi ajalnya. Saat sang
misteri ini menampakkan kehadirannya, datang menyapa dan mengisyaratkan akan
habisnya waktu untuk berjuang, maka pada saat yang sama tidak ada tawar menawar
diantara mereka. Meskipun ia menangis darah sekalipun atau bersimpuh dalam
sujud penyesalan yang paling sesal kepada-Nya.
Misteri kematian tetap tidak akan
mengurungkan langkahnya sedikitpun, menerima tawaran untuk menangguhkan
perjanjian, atau memberinya tenggang waktu walau sedetik. Ia tetap komitmen
untuk mengakhiri masa perjungan manusia yang sudah menjadi ajalnya,
bagaimanapun kondisinya. Dan inilah tugas mereka tanpa ada penyimpangan
sedikitpun di dalamnya dalam melaksanakan perintah Alloh.
Alloh telah berfirman:
ولكل أمة
أجل فإذا جاء أجلهم لا يستأخرون ساعة ولا يستقدمون
[ Dan setiap umat mempunyai ajal [
batas waktu ], apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau
percepatan sesaat pun ] [ QS. Al-A’raf ; 34 ]
Perjungan hidup untuk meraih kemuliaan
memiliki interaksi yang sangat erat dengan dimensi waktu. Waktu adalah
perjalanan dan perputaran tanpa mengenal kata kembali. Manusia tumbuh dan
berjalan seiring dengan waktu, mulai dari buaian sang ibu sampai menjadi sosok
yang sangat renta dan lemah. Setelah itu tak mungkin baginya untuk mengulang.
Masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa telah ia lalui hingga sampailah
ia pada masa tua yang renta yang sudah sangat dekat dengan ajalnya.
Salah seorang penyair berdendang
dengan syairnya:
ليت
الشباب يعود يوما
Duhai masa muda itu kembali dalam
sehari saja
Orang yang cerdas dan berakal pasti
akan melihat dan memilih yang terbaik untuknya. Ia pun akan memanage waktunya
dengan sebaik-baiknya, mengerjakan tugas tanpa ditunda-tunda, membuang jauh
lamunan, khayalan atau sekedar angan-angan kosong, tapi ia ganti dengan
cita-cita yang tinggi dan mulia, berusaha sekuat tenaga untuk melakukan belbagai
hal yang akan mendukung tercapainya cita-cita yang menjadi impiannya, do’a
kepada-Nya juga tak luput ia panjatkan, bahkan senantiasa mengiringinya setiap
saat.
Dirinya berusaha untuk
mengapresiasikan motto yang sudah tidak asing lagi, yaitu hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Dengan demikian, hari-harinya akan terlewati dengan nilai-nilai yang baik,
bermanfaat, dan jauh dari perbuatan dosa dan sia-sia.
Bahkan ia akan merasakan bahwa waktu
yang dimilikinya benar-benar begitu singkat dan hari-hari yang ia lalui begitu
cepat terlewatkan dan berlalu. Padahal masih banyak sekali kebaikan-kebaikan
yang belum sempat ia kerjakan. Begitulah usia kita, begitu singkat dan
pendeknya, cepat berlalu, dan di saat yang sama ia sedang mengantarkan kita
untuk mendekati pintu gerbang akhirat.
Jikalau dirinya ingat akan perputaran
waktu yang begitu cepat, jatah waktu yang diberikan begitu singkat, dan
kematian yang akan menjemputnya dengan tiba-tiba, niscaya ia akan meneteskan
butiran-butiran beningnya air mata yang tulus keluar dari lubuk hatinya yang
paling dalam. Ia pun takkan kuasa untuk menahan isak tangisnya, hatinya akan
luluh tergetar merasakan apa yang sesungguhnya, dan akhirnya ia pun kembali
bersimpuh di hadapan Alloh, takut dan berharap penuh kesungguhan, cinta pun
mengalir penuh dengan kerinduan akan rahmat dan ampunan-Nya.
Namun, semua itu tertutup dan
tersumbat dalam hati orang-orang yang bodoh dan tertipu, atau mereka yang
berakal namun enggan untuk menggunakan akalnya. Saat hiasan dunia dan syahwat
terus meliputi dirinya, ia telah membuat dirinya larut dalam kelalaian,
kenistaan, dan kehancuran yang tak terelakan dan menyedihkan.
Wallohu
a’lam bishowab