Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Hargailah Buku-Bukumu


Coretan ini bukan bermaksud menggurui teman-temanku sesama thulab ilmi, tapi sekedar nasihat menasihati dalam kebaikan, termasuk mengingatkan diri penulis, karena agama islam adalah agama nasihat. Mudah-mudahan bermanfaat dan memberatkan tibangan kebaikan kelak di hari penghisaban.

Ada sedikit yang perlu aku coretkan teruntuk para thulab ilmi syar’I khususnya. Adalah berupa adab-adab yang mulai termarginalkan oleh mereka. Mungkin lupa, atau sengaja, atau menganggapnya hal biasa, atau bahkan terbiasa meremehkan hal-hal kecil yang sebenarnya berbuah besar.
Banyak sekali adab-adab seorang thulab ilmi yang harus menjadi cerminannya, bukan lain hanyalah demi mendapat kebaikan dan keberkahan dari usahanya menutut ilmu. Dan sudah banyak tersebar penjelasan mengenai adab-adab tersebut, baik yang tercetak dalam buku, terekam, maupun yang tertulis dan terpampang di dunia maya.

Tapi, masih jauh panggang dari apinya. Banyak di antara thulab ilmi yang belum terhiasi olehnya. Apakah ini yang membuatnya lebur keberkahan sebuah ilmu ? mungkinkah ini yang menjadikan dirinya tak berhikmah dalam dakwah ? atau inikah awal terkuburnya ia dalam kejumudan yang tak pernah maju ?

jawabannya semua itu mungkin dan sangat mungkin sekali. karena sumber terangkatnya keberkahan sebuah ilmu saat dirinya tak lagi hormat akan adab-adab menutut ilmu. baik adab terhadap dirinya sendiri, kepada gurunya, kepada ilmunya, dan kepada orang-orang yang telah membantunya.

Di antara adab yang terabaikan, ialah adab terhadap ilmu, dalam hal ini terhadap buku-buku atau kitab-kitab yang menjadi referensi [ rujukan ] sebuah ilmu yang selama ini tergalikan darinya.

Bukan hanya sekali atau dua kali, dan bukan hanya seorang atau segelintir orang dari para penuntut ilmu, tapi bisa terbilang banyak yang aku lihat sangat tidak beradab, tidak hormat dan kurang menaruh rasa sopan dan santunnya terhadap kitab-kitab atau buku-buku yang berisikan ilmu yang selama ini telah mencerahkan hatinya, atau hati orang lain lewat lisan dan tulisannya.

Bagi mereka [ thulab ilmi ] yang duduk di bangku kuliah [ belajar formal ], duduk di kursi yang nyaman, ruang yang bersih lagi rapi, suasana yang tersejukan oleh AC, dan fasilitas lainnya. Tapi di balik kenyamanannya dalam belajar, terlihat mereka begitu tak beradab, kitab-kitab di letakkannya di rak-rak kursi yang ada di bawah duduknya [ maaf, pantatnya ], padahal dalam kitab-kitab itu berisikan kalamullah, sabda Rasul, kalam para ulama salaf, dan kalimat-kalimat tayyib lainnya.

Atau bagi mereka yang belajar tanpa tempat duduk alias lesehan, tak ubahnya kitab-kitab itu seperti bantal atau mainan, berserakan dan tak terhiraukan. Bahkan terkadang menjadi tatakan saat tiduran atau tidur beneran. Dan juga saat kitab-kitab itu ditaruhnya di kamar, acak-acakan dibiarkan begitu saja layaknya tumpukan kertas-kertas makanan atau kardus yang hendak diobralkan.

Atau saat melihat kertas-kertas berserakan di sana sini, padahal berisi ayat-ayat al-qur’an dan sabda nabi, juga perkataan hikmah para ulama, mereka biarkan begitu saja, seakan-akan tak melihatnya, atau menganggapnya bak kertas sampah yang tak layak lagi dan harus terbuang ke dalam tong-tong sampah.

Di mana rasa hormat mereka terhadap kitab-kitab, kemana hati mereka saat kitab-kitab berserakan dan ditaruhnya dibawah pantanya. Inikah cerminan seorang penutut ilmu ? layakkah mereka mendapatkan keberkahan ilmu yang terambil darinya ? pantaskah mereka mendapat kemuliaan yang tersumber darinya ?

Ini bukanlah masalah kecil, tapi ada boleh menganggapnya kecil dengan konsekuensi terangkatnya berkah sebuah ilmu yang selama ini anda gali dari kitab-kitab tersebut, janganlah hal ini teranggap kecil, saya khawatir anda akan mengecilkan hal-hal yang lebih besar dan berbuah lebih besar.

Wallohu a’lam bishowab

Share:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers