Banyak
yang terabaikan oleh kita, tak terkecuali hal-hal yang kecil, terlebih sesuatu
yang teranggap sepele. Inikah watak wajah-wajah asli kita, dan inikah awal saat
kita mengabaikan hal-hal yang lebih besar. Ilustrasi ini tergambar jelas dalam
sebuah pepatah, “ sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit “.
Bukankah
gunung yang besar lagi menjulang tinggi berupa tumpukan batu dan
kerikil-kerikil kecil, bukankah sahara yang terlihat tak bertepi berupa
hamparan pasir-pasir, bukankah belantara yang gelap lagi seram berupa deretan
pepohonan dan semak-semak, bukankah padang rumput yang indah berupa hamparan
rerumputan hijau yang memikat, dan bukankah samudera yang membentang sejauh
mata memandang berupa kumpulan tetes-tetes air.
Terbiasa
mengabaikan sesuatu yang kecil, juga akan terbiasa mengabaikan yang lebih
besar. Biasa menganggap sepele perkara yang kecil, juga akan biasa nantinya
menganggap sepele perkara yang lebih besar. Kenapa hal ini terjadi, pepatah pun
tak mau kalah menjawabnya, “ alah bisa karena biasa “. Kau bisa
mengabaikan perkara yang besar, karena kau biasa melakukannya. Kau bisa
menganggap sepele sesuatu yang lebih besar, karena kau biasa menganggap sepele
yang kecil. Kau bisa bermaksiat dengan yang besar, karena kau biasa bermaksiat
dengan yang kecil. Kau bisa menumpuk dosa-dosa besar, karena kau biasa menumpuk
dosa-dosa kecil.
Semua
berawal dari yang kecil untuk menjadi besar, semua berawal dari sedikit untuk
menjadi banyak, semua terawali oleh yang ringan untuk tertimbang berat, semua
bermula dari bodoh untuk teranggap pintar, semua berawal dan berakhir, hanya
Allah yang tidak berawal dan tidak berakhir, karena Allah tidak pernah beranak
dan diperanakkan, juga Allah Maha Hidup dan tidak akan mati, tapi Allah Dialah
Yang Awal dan Yang Akhir, Dia Yang Awal karena Dia telah ada sebelum segala
sesuatu ada, Dia Yang Akhir karena Dia akan tetap ada setelah segala sesuatu
musnah.
Ada
satu perkara besar yang terabaikan, dan itu bukan menurut penilaian dan
anggapanku, tapi inilah yang dikeluhkan oleh Rasulullah dan dikabarkan langsung
oleh Allah yang Maha Mengetahui dalam firman-Nya;
وقال الرسول يرب إن
قومي اتخذوا هذا القرآن مهجورا
[ Dan
Rasul [ Muhammad ] berkata, “ Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an
ini diabaikan ] [ QS. Al-Furqan ; 30 ]
Ibnu
Katsir menjelaskan makna “ Mahjuro [
di abaikan ] “ dalam kitab tafsirnya dengan beberapa pengertian, di
antaranya ;
[ 1 ] Orang-orang musyrikin enggan mendengarkan [
bacaan ] al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah ;
وقال الذين كفروا لا تسمعوا لهذا القرآن والغوا فيه لعلكم تغلبون
[ Dan orang-orang yang kafir berkata,
“ janganlah kamu mendengarkan [ bacaan ] al-Qur’an ini dan buatlah kegaduhan
terhadapnya, agar kamu dapat [ mengalahkan ] mereka ] [ QS. Fussilat ; 26 ]
Dahulu, apabila dibacakan kepada
mereka al-Qur’an, mereka membuat gaduh [ hiruk pikuk ] dan memperbanyak
pembicaraan yang lain sehingga mereka tidak mendengar bacaan al-Qur’an.
Note :
Dalam nash aslinya tertera [لا يصغون للقرآن ولا يسمعونه ], kata
[ لا يصغون ] bermakna [ لا يستمعون ], dan kata [ يسمع ] berarti
hanya sekedar mendengarkan tanpa teriringi tadabur maupun penghayatan, adapun
kata [ يستمع ] bermakna mendengarkan sembari diikuti
penghayatan dan tadabur dalam hati.
Dan orang-orang musyrikin enggan
mendengarkan bacaan al-Qur’an dengan cara kedua-duanya, baik hanya sekedar
mendengarkan, terlebih harus mentadaburi dan menghayati firman Allah tersebut.
[ 2 ] Tidak mengamalkan [ isinya ] dan berusaha
menghafalnya juga termasuk dalam arti mengabaikan al-Qur’an.
[ 3 ] Tidak beriman dan membenarkannya juga masuk
dalam kategori mengabaikan al-Qur’an.
[ 4 ] Enggan mentadaburi dan berusaha memahami [
maknanya ] juga termasuk bagian dari mengabaikan al-Qur’an.
[ 5 ] Tidak
mengamalkannya, berupa tidak melaksanakan perintah-perintahnya dan tidak
menjauhi larangan-larangannya, ini juga termasuk dalam kriteria mengabaikan
al-Qur’an.
[ 6 ] Berpaling darinya dan menuju ke yang
selainnya, baik berupa syair, perkataan, nyanyian, senda gurau, obrolan, atau berupa metode yang teradopsi dari
selain al-Qur’an. Perbuatan ini juga termasuk mengabaikan al-Qur’an.
Inilah yang terabaikan, semua
terbiasa dan bermula dari yang kecil, berawal dari enggan belajar membaca
al-Qur’an dan tidak mau membaca ayat-ayatnya setelah bisa membacanya. Dan
berakhir dengan mengabaikan yang lebih besar, berupa keengganan menjadikannya
wirid rutin harian, mentadaburi, mengahayati dan memahami isinya, terlebih
untuk mengamalkan dan mengaplikasikan dalam hayatnya.
Yang terjadi malah sebaliknya,
berpaling darinya dan tersibukkan dengan yang selainnya, lebih sibuk dengan
bacaan warta-warta yang ada di Koran dari pada warta-warta yang Allah suguhkan
dalam al-Qur’an, lebih kuat dan tahan berjam-jam dalam menonton sinema, acara
televisi, berselancar di dunia maya, bersenda gurau dengan teman-temannya,
atau…..dari pada membaca al-Qur’an, terlebih duduk menyendiri untuk menghafal
kalam Allah Yang Mulia.
Lebih enak tersibukan dengan membuka
lembaran-lembaran pesan singkat yang berisi keluhan teman atau curhatan daripada
membuka lembaran-lembaran mushaf yang berisikan perintah maupun larangan, lebih
menikmati obrolan dengan kawan dari pada obrolan bersama Allah yang termaktub
dalam al-Qur’an.
Semoga Allah menjadikan kita dekat
dengan Al-Qur’an dan tidak menjadikan kita golongan yang mengabaikan al-Qur’an.
Wallohu a’lam bishowab