Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Kali Pesanggrahan meluap, warga jakarta terbanjiri, salah siapa ?


Dalam seminggu ini beberapa wilayah di kota bogor dan jakarta terguyur oleh hujan deras. Hujan tersebut bisa dikatakan sebagai sebuah delima bagi warga Jakarta, di satu sisi sudah berbulan lamanya hujan tertunggu dan tak kunjung tiba, iklim Jakarta meningkat drastis menjadi sangat panas dan sengak karena pekatnya polusi udara imbas asap ribuan kendaraan bermotor, juga kepulan debu hempasan tanah yang bermasa lamanya tak terguyur air hujan.


Dan di sisi lain, warga Jakarta merasa khawatir dan risau dengan tibanya musim hujan saat mengguyur  ibu kota, terlebih mereka yang tinggal di sepanjang bantaran sungai ciliwung, bantaran sungai pesanggrahan, atau beberapa wilayah lain yang menjadi langganan banjir saat musim hujan tiba. Dan saat itulah guyuran hujan yang lama ternanti berubah menjadi sebuah momok yang mengerutkan dahi atau bahkan teriakan batin yang memekikan hati.

Anda bisa bayangkan bagaimana kondisi warga IKPN Bintaro Jakarta selatan yang terendam banjir akibat diguyur hujan sejak kamis sore, diperparah lagi kiriman air hujan dari bogor yang tidak mampu lagi tertampung oleh kali pesanggrahan yang mengakibatkan air meluap dan membanjiri daerah tersebut. Ketinggian air yang mencapai satu meter menjadikan ratusan rumah tergenang air, jalan-jalan terbanjiri, aliran listrik terpaksa dipadamkan, dan warga pun terpaksa mengungsi ke tempat lain yang lebih aman, seperti ke sejumlah posko dan tenda penampungan yang disediakan BPBD DKI Jakarta dan Pemda setempat.

Bukan hanya itu, banjir juga merendam sejumlah wilayah lain, seperti kebayoran baru, pasar rebo dan jati Negara di Jakarta timur, dan beberapa wilayah di Jakarta barat dan tangerang.

Mengapa banjir terus merendam sejumlah wilayah Jakarta, menjadi langganan dalam setiap tahunnya, terus mengirim rasa sedih dan gelisah saat musim hujan menyapa, dan akankah ibu kota ini akan terus bernasib buruk seperti ini tanpa takkan pernah berubah ?

Air hujan adalah rahmat dan bentuk kasih sayang Allah terhadap mahluknya, para binatang dan tetumbuhan pun akan bertasbih kala rintik-rintik hujan tertebarkan dari atas langit yang berawan, mereka akan bergembira ria dan tertebar pesona bahagia saat hentakan halilintar mengglegar mengiringi derasnya hujan yang turun. Tapi, berbeda dengan warga Jakarta, di saat hujan terturunkan dan petir menggema di antara gedung-gedung pencakar langit, atau menyusur di atas gubug-gubug seng di pemukiman kumuh, justru mereka mengeluh dan mencibir akan derasnya hujan, terlebih jika rumah-rumah mereka telah terendam air dan memaksa dirinya untuk mengungsi meninggalkan rumah dan harta bendanya yang ikut terendam genangan banjir.

Mengapa hujan yang sebenarnya rahmat Allah, tapi berubah dan teranggap sebagai sebuah musibah, mengapa di saat para binatang dan tetumbuhan memuji dan bertasbih akan datangnya hujan, tapi di saat itu sebagian manusia justru mencela dan menganggapnya sebauh petaka.

Siapa yang salah dengan banjir yang terus-terus menerus membayangi kota Jakarta ? Siapa yang bertanggung jawab akan banjir yang menjadi momok bagi warga Jakarta  ?

Semuanya bisa saya salahkan, warga Jakarta juga salah serta turut andil akan kondisi Jakarta seperti sekarang ini, karena saat anda membuang putung rokok di sembarang tempat, melempar aqua gelas ke selokan, membuang sekantong plastik ke tengah kali, atau membuang sampah jenis apa saja bukan pada tempatnya, maka saat itu andalah yang menjadikan wajah Jakarta seburuk dan sekotor seperti sekarang ini. Jadi selama anda masih membuang sampah sembarangan, selama itu pula janganlah anda gembar-gemborkan kesalahan pemerintah daerah Jakarta.

Jangan hanya mengkritik orang atau lembaga lain, sementara diri anda sendiri terlepas dari kritikan yang anda lontarkan sendiri, ini bukanlah sikap yang adil dan bijak. Jangan hanya menuntut hak kepada pemerintah daerah, sementara diri anda sendiri tidak pernah menunaikan kewajiban sebagai warga yang baik. Jangan hanya menikam orang lain dari belakang, sementara anda sendiri tak rela jika di tikam olehnya.

Pemda Jakarta juga saya salahkan, karena dengan uang rakyat yang terpunya hingga lebih dari seratus triliunan rupiah pertahunnya tak mampu merubah aliran beberapa sungai di Jakarta menjadi sebuah sungai yang semestinya. Dengan uang yang sebanyak itu tak berdaya untuk menata kota yang baik dan teratur. Terlalu banyak wakil rakyat yang tidak berpihak dan membela rakyatnya, mereka hanya lebih mementingkan diri dan keluarganya, hanya berempati saat musibah terjadi, tapi apatis saat rakyat tersepi dari musibah.
Jadi, siapakah yang bertanggung jawab akan banjir di Jakarta ?

Tanggung jawab itu adalah milik semua warga Jakarta termasuk mereka yang duduk empuk di jajaran Pemda jakarta, dan ia bukan menjadi tanggung jawab sebagian orang atau sekelompok orang. Semua yang merasa tinggal di Jakarta, entah ia adalah para pendatang atau penduduk yang telah menetap di dalamnya, maka semuanya memiliki tanggun jawab yang sama untuk merubah wajah Jakarta menjadi lebih baik seperti yang terimpikan dan terharapkan selama ini.

Apa kontribusinya ? ringan saja, selama anda masih bersikap apatis terhadap kebersihan lingkungan dan perubahan masa depan Jakarta, maka selama itu pula anda masih belum berkontribusi akan impian yang menjadi harapan bersama. Dan di saat anda bersikap empati dengan kondisi lingkungan Jakarta secara umum, dengan menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan, maka selama itu pula anda berkontribusi besar untuk melakukan perubahan kota Jakarta.

Jangan pernah berharap Jakarta akan berubah, jika diri anda masih enggan untuk merubah pribadi, sikap, watak dan perilakunya menjadi pribadi yang baik, karena merubah suatu kemungkaran dengan kemungkaran yang lain tidak akan pernah menjadikan kemungkaran pertama terhilangkan, atau merubah keburukan dengan keburukan yang lain tidak akan pernah menjadikan keburukan pertama terhempaskan. Dan merubah wajah Jakarta di atas sikap, watak, perilaku dan pribadi yang buruk hanyalah sebuah angan-angan dan mimpi yang takkan pernah terwujudkan.

Anda ingin Jakarta berubah, maka rubahlah watak dan perlikau anda terlebih dahulu dalam mensikapi lingkungan Jakarta. Berbijaklah dengan alam Jakarta, maka alam Jakarta pun akan berbijak pada anda.

Wallohu a’lam bishowab
Share:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers