Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Kekuranganmu Adalah Dirimu

Siapakah dirimu ? sehingga kau merasa lebih dari yang selainmu, mengira tinggi dari yang rendah dalam pandangmu, menganggap besar dari selainmu yang terlihat kecil tertampak.

Siapakah aku ? sehingga aku merasa lebih dari yang selain diriku, mengira tinggi dari yang lebih rendah dalam pandangku, menganggap besar dari selainku yang terlihat kecil tertampak.

Siapakah mereka ? Sehingga mereka merasa lebih atas diriku dan dirimu atau atas selainnya. Menganggap tinggi dan besar di antara selainnya.

Yang penting kau bukanlah aku, dan aku bukanlah kamu, atau aku dan dirimu bukanlah manusia-manusia yang bergentayangan di atas bumi ini. Aku adalah aku, kamu adalah kamu, dan mereka adalah mereka. Tapi aku tak pernah dikenal sebagai aku tanpa adanya dirimu dan mereka, pula kamu takkan pernah dikenang sebagai kamu tanpa adanya aku dan pula mereka. Kita semua satu, satu sebagai anak Adam yang tiada berlebih di antara kita di hadapan Sang Pencipta jiwa dan raga kita, yaitu Allah Sang pemilik dan penguasa seluruh apa yang ada di langit atau di bumi dan apa saja yang ada di antara keduanya.

Ingatkah kau dan pula aku, dari mana kita berasal dan kemana kita akan kembali ? Kau tiadalah lain tercipta dari setetes air yang hina yang tak selayaknya menghinakan selainmu yang tertunas dari sumber yang sama. Kau pula akan kembali dengan membawa kehinaanmu jika kau tak mau menutupi kehinaanmu dengan mahkota dan jubah keshalihan akhlak serta hatimu. Sungguh kau akan terhinkan di hadapan Dzat yang tak pernah layak terhinkan dan takkan pernah menyandang kehinaan jika kau kerap menghinakan selainmu dengan beragam kekurangan yang terpampang di hadapanmu.

Namun kau akan termuliakan di depan majelisnya Dzat Yang Maha Mulia meski sejatinya kau terlahir dari sesuatu yang hina. Yaitu di saat kau memuliakan selainmu dengan kebaikan dan kebijakan hatimu. Kau memang melihat tercecer banyak kekurangan di setiap raga dan hati di selainmu. Meski jarang kau merasa kekurangan itu justru lebih banyak menempel dalam dirimu.

Dan begitulah kau, tak luput pula aku, yang hanya bisa memandang dengan kedua matanya sendiri. Walaupun kau tertitipi dengan dua bola mata di kepalamu, yang dengannya kau bisa melihat utuh setiap apa yang ada di sekelilingmu, namun dengan bola mata itu kau tak mampu dan takkan pernah mampu melihat utuh dirimu sendiri, meski dirimu adalah raga yang terdekat dengan pandangan matamu.

Kau kuasa melihat seutuhnya dari kedua telinga kawanmu, namun kuasakah kau untuk melihat telingamu sendiri secara langsung tanpa bercermin di depan kaca yang menggambarkan telingamu. Mampukah kau lihat rambut di kepalamu, atau pipimu, punggungmu, atau yang paling dekat dengan mata yaitu alismu. Sungguh kau takkan pernah mampu untuk melihat seutuhnya akan dirimu sendiri. Sampai sesuatu yang paling dekat pun darimu, kau sangatlah lemah akannya.

Pula di saat kau lihat dan korek akan kekurangan selainmu, kau kuasa untuk membongkar dan mengkletek semuanya. Tapi lagi-lagi kau tiadalah mampu mengurai cela dan salahmu dalam dirimu sendiri.

Oleh karena itu, berterima kasihlah kau pada selainmu, tapi janganlah kau mencela dan menghinakan mereka. Karena tanpa aku, kau takkan pernah mengenalmu seutuhnya, dan aku tanpamu, takkan pernah mengerti dan mengenal akan diriku yang sebenarnya, kau dan aku sangatlah membutuhkan mereka yang selain kita, mereka pula butuh kita yang dengannya mereka mengenal siapa dirinya.

Kau, aku dan mereka ternyata sama, sama dalam hal cela dan hina yang tiada pernah terlepaskan dari raga. Hanya saja kita terkadang, bahkan sering lemah untuk melihat dan membuka semua kelemahan yang sejatinya itulah milik kita. Karena kita yang tertumpuk kelemahan di dalamnya, enggan untuk menerima dan terlihat kelemahan itu oleh selain kita.

Pernakah kau lihat betapa banyaknya manusia tergeletak sakit memenuhi rumah sakit, mereka tak bisa berbuat banyak selain menyambut teman dan sanak saudara dengan senyuman lembut dalam kelemahan raganya yang kunjung berakhir. Atau adakah kecelakaan yang pernah kau saksikan di hadapanmu, di mana saat kau lihat betapa lemahnya ia yang remuk raganya tersebab benturan atau hantaman keras yang menimpanya.

Atau musibah-musibah lainnya yang melukiskan betapa lemahnya manusia dalam beragam kekurangan yang membalut dirinya.

Yah, dalam kekuranganmu itu terselip kelebihan-kelebihan sebagai anugerah atasmu, tapi tiadalah kelebihan itu melainkan isyarat akan lemahnya dirimu. Tanpa kelebihan itu kau bukanlah apa-apa yang tak kuasa untuk meninggi di atas manusia lainnya. Tapi kelebihan itu terkadang membuatmu meninggi yang selayaknya ia bukanlah untuk meninggi.

Dalam ketinggianmu yang kau tampakan, adalah kau berpijak di atas lembah yang menjadi awal tinggimu. Tanpanya kau taklah terlihat tinggi adanya, dan dengannya kau tak layak meninggi mendada.

Semua memiliki kelebihan dan kekurangan, dan keduanya itu bersanding di sisi pemilik kelemahan. Sehingga semuanya hanyalah kelemahan yang teranugerahi dan tertitipi kelebihan untuk kemuliaan mereka.

Kau, aku, mereka, dan kita adalah mangkok kelemahan, tiadalah yang layak dilebihkan atas yang lainnya melainkan nilai kabaikan dan kualitas taqwa di hadapan Allah yang Maha Bijak lagi Mulia.

Kekuranganmu itu adalah dirimu, dirimu tiada lain hanya lipatan kekurangan-kekurangan yang layaknya kau untuk ingat akan dirimu dan siapa pemberi kelebihan dalam mangkok kekurangan milikmu.

Berrendah hatilah dirimu di antara manusia lainnya, sebesar atau seluas apapun kelebihan yang Allah titipkan atasmu. Karena kelebihan itu bukanlah untuk meninggi di atas mereka, bukan pula untuk merasa lebih atasnya. Tapi kelebihanmu hanyalah untuk membantu mereka yang ada di bawahmu dan untuk memakmurkan hamparan bumi sebagai tempat berpijaknya manusia dalam penghambaan dirinya kepada Allah Sang Penguasa Semesta.

Wallohu a'lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers