Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Hajar, Sang Ibu Yang Tegar

Wahai saudaraku, masih ingatkah anda satu kisah hidup yang sangat fenomenal dalam sejarah perjalanan hidup anak adam di dunia ini. Yang saya maksud tidak lain adalah kisah ibunda Ismail, yaitu Hajar. Sosok bunda yang tegar penuh tawakal dalam menghadapi setiap cobaan dan ujian yang menimpa dirinya.

Kisahnya begitu mengesankan, ia menjadi sebuah kisah bertabur hikmah, tentunya bagi mereka yang mau mempelajarinya, merenungi, menghayati dan menggunakan akal sehatnya dengan sebenar-benarnya untuk menggali mutiara-mutiara hikmah yang terkandung di dalamnya.

Allah berfirman ;


لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِى الْأَلْبَابِ

“ Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal “ [ QS. Yusuf : 111 ]

Wahai saudaraku, tatkala Nabi Ibrahim dan isterinya – Sarah – telah menempuh bahtera rumah tangga selama berpuluh-puluh tahun dan belum dikaruniai seorang anak, akhirnya Sarah pun sadar dan mengatakan kepada Nabi Ibrahim, “ Sesungguhnya Tuhanku telah mengharamkan dariku seorang anak, maka pergaulilah budak perempuanmu ini [ yang dimaksud adalah Hajar ], mudah-mudahan Allah menganugerahkan kepadamu seorang anak darinya.”

Setelah budak perempuan itu diserahkan kepada Nabi Ibrahim, tidak lama kemudian beliau pun menggauli si budak itu sebagaimana permintaan isterinya. Dengan izin Allah, budak perempuan itu pun hamil.

Nabi Ibrahim sangat senang melihat Hajar – budak perempuan milik sarah – telah mengandung seorang anak, ia sangat bersyukur kepada Allah. Do’a dan harapannya selama ini ditanamkan dalam hatinya telah berbuah. Allah telah mengabulkan do’anya agar Dia memberinya seorang anak yang hendak meneruskan perjuangan dakwahnya.

Namun kegembiraan Nabi Ibrahim yang sedang mekar berbunga agak sedikit terusik. Adalah Hajar si budak perempuan milik Sarah setelah dirinya hamil ia merasa bangga dan berbesar diri di hadapan tuannya, yaitu sarah. Karena tuannya meskipun sudah lama menikah dengan Nabi Ibrahim namun belum dikarunai seorang anak pun.

Melihat sikap hajar yang begitu menyinggung hatinya, ia merasa cemburu dan marah, ia pun segera mengadukan hal itu kepada Nabi Ibrahim, dan beliau – Nabi Ibrahim – berkata, “ Terserah kamu, lakukan saja semaumu.”

Mendengar dan melihat perbincangan antara Sarah dan Nabi Ibrahim, Hajar pun merasa takut dan khawatir, dirinya menyangka bahwa Sarah hendak menghukum dan menyiksa dirinya akibat perilaku yang ia perbuat.

Akhirnya Hajar melarikan diri meninggalkan rumah tuannya dalam kondisi hamil. Tatkala ia singgah di suatu tempat, ada seorang Malaikat menghampiri dirinya dan berkata, “ Jangan takut wahai Hajar, sesungguhnya Allah hendak menjadikan anak yang engkau kandung itu seorang generasi yang baik.”

Kemudian Malaikat itu meminta Hajar untuk segera kembali pulang ke rumahnya dan memberinya kabar gembira bahwa anak yang dikandungnya akan segera lahir berjenis kelamin laki-laki dan diberi nama ismail, dan ia akan menjadi pemimpin suatu negeri. Setelah mendengar itu semua, Hajar pun bersyukur kepada Allah dan bergegas pulang.

Setelah Hajar melahirkan bayi laki-laki yang dikandungnya, kecemburuan Sarah akan dirinya semakin memuncak. Akhirnya ia pun meminta kepada Nabi Ibrahim untuk membawa Hajar dan Ismail pergi jauh dari hadapannya dan ia tidak ingin melihatnya lagi.

Karena kecintaan beliau kepada isterinya dan agar hubungan baiknya tidak retak, beliau pun memenuhi apa yang menjadi permintaan Sarah. Hajar dan Ismail dibawanya pergi jauh dari hadapan Sarah, keduanya ditinggal di suatu tempat yang sangat tandus, gersang, sepi dan tidak ada sumber air pun di daerah tersebut dan sekitarnya. Demikian juga daerah itu tidak ada sumber makanan. Keduanya hanya dibekali sekantong kurma dan bejana kulit berisi air.

Nabi Ibrahim tak berbicara sepatah kata pun kepada Hajar saat mengantarkan dirinya ke tempat tersebut. Setelah Hajar yang menggendong Ismail duduk untuk istirahat, akhirnya Nabi Ibrahim pergi meninggalkan mereka berdua. Melihat Nabi Ibrahim pergi begitu saja tanpa kata-kata, Hajar pun terus mengikutinya dan berseru, “ Wahai Ibrahim, engkau pergi dan meninggalkan kami sendirian, di lembah tandus yang tidak ada manusia atau sesuatu pun di sini ? “ Hajar terus mengulangi perkataannya, namun Nabi Ibrahim tak sedikitpun menaruh perhatian kepadanya dan terus beranjak pergi.

Kemudian Hajar berkata, “ Apakah ini perintah Allah ? “ Nabi Ibrahim menjawab, “ Ya “. Mendengar jawaban itu, Hajar merasa tenang dan berkata, “ Jika demikian, Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan kami.” Kemudian Hajar kembali ke tempat semula.

Waktu terus berjalan dan Nabi Ibrahim mulai hilang dan samar dari pandangannya, sementara Hajar terus menyusui Ismail yang sangat masih sangat kecil. Kini Hajar mulai merasakan haus karena sengatan matahari yang terus menimpanya, dan ia merasa terus meneguk persediaan air yang ada di bejana kulitnya. Akhirnya air minum itu pun habis, sementara dirinya terus dihinggapi rasa haus dan semakin haus. Kondisi ini semakin memburuk setelah air susunya mulai kering, dan Ismail si kecil itu pun terus menangis merasakan kehausan. Ia bingung melihat tangisan Ismail yang semakin kerasa, sementara air susunya telah kering dan air minumnya pun telah habis ia teguk.

Melihat Ismail terus menangis keras sambil menghentak-hentakan kakinya ke tanah, Hajar pun beranjak pergi dengan perasaan iba penuh cemas melihat kondisi Ismail. kemudia ia berlari menuju ke tempat yang tinggi berharap melihat seseorang atau sumber air. Dirinya mendapati tempat yang paling dekat adalah bukit shofa, ia pun segera naik ke atas bukit itu dan menatap ka arah lembah, namun tak seorang pun didapatinya atau sumber air yang terlihat.

Akhirnya ia turun kembali ke lembah, sesampai di lembah ia mengangkat bajunya sambil berlari-lari kecil menuju bukit selanjutnya yaitu bukit marwah. Ia pun segera menaiki bukit itu dan menatap kea rah lembah, lagi-lagi tak seorang pun yang ia lihat atau sumber air yang ada. Ia pun terus mondar-mandir naik turun bukit antara shofa dan marwah sambil berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali dengan harapan ada air atau seorang yang terlihat yang akan menolong dirinya dan anaknya yang sedang kehausan.

Dan tatkala dirinya berdiri di bukit marwah, ia mendengar suara seperti memanggil dirinya. Ia pun memfokuskan pendengarannya, dan ia sangat yakin ada suara di sekitarnya. Kemudain ia berseru, “ Aku telah mendengar suaramu, apakah aku bisa meminta bantuanmu ?” ternyata suara itu adalah suara Malaikat yang berdiri di dekat sumber air zam-zam. Malaikat itu menghentakan ujung kakinya – ada yang mengatakan dengan ujung sayapnya – ke tanah. Dan air pun keluar mengalir dengan derasnya.

Melihat hal itu, dengan hati gembira Hajar langsung turun dari bukit dan mendekati sumber air tersebut. Kemudian ia membuat galian dengan tangannya untuk menampung air yang terus mengalir. Ia segera mengambil air dengan bejana kulitnya dan meminumnya, kemudian ia menyusui Ismail.

Wahai saudaraku, demikianlah seklumit kisah Ibunda Ismail yang begitu mengharukan. Sebuah perjuangan dan pengorbanan seorang ibu tanpa mengenal lelah dan kesal, cermin tawakal seorang hamba yang begitu tinggi kepada Allah, keyakinan hati yang begitu dalam menghujam dan mengakar dalam jiwanya, sebuah kasih sayang dan kelembutan dari seorang ibu terhadap anaknya, sampai-sampai dirinnya rela naik turun bukit dan berlari-lari di antara dua bukit itu demi mendapatkan seteguk air bagi anaknya.

Sungguh, di dalamnya ada sebuah kesabaran membaja dan keyakinan yang tinggi bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan diri dan anaknya, dan Allah pasti akan memberinya pertolongan dan jalan keluar dari segala kesulitan yang menimpanya. Pula tercermin perjuangan seorang ibu yang tegar dalam menghadapi ujian dan cobaan, sikap qanaah terhadap apa yang diberikan oleh Allah kepadanya, juga cermin ketaatan seorang isteri kepada suaminya. Serta sikap rela dan ridha akan perintah-perintah Allah.

Saat ini, jarang sekali kita temukan seorang ibu yang bermental seperti ibunda Ismail, banyak sekali di antara mereka yang tidak sabar di saat ujian datang kepadanya, lemahnya sikap tawakal kepada Allah, lembeknya mentalitas jiwanya, tidak qanaah dan ridha terhadap apa yang diberikan oleh suaminya, dan jauhnya mereka dari nilai-nilai agama yang benar.

Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar memberikan kepada kita isteri dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Shalawat dan salam semoga senantiasa melimpah akan seluruh para Nabi dan Rasul, pula senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang senantiasa taat dan istiqamah di atas manhaj beliau sampai hari kiamat.

Wallaohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers