Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Dosen LIPIA, Jembatan Emas Kemuliaan

Adalah sebuah kemuliaan dan anugerah mulia bisa belajar dan menimba ilmu syar’I di LIPIA. Dan tiadalah kemuliaan itu menjadi mulia adanya tanpa tersyukuri oleh si empunya. Bahkan yang sejatinya sebuah kemuliaan bisa jadi berakhir dengan kehinaan dan kebinasaan bagi si empunya yang tiada pernah memuliakan kemuliaan yang teranugerahkan terhadap dirinya.

Betapa banyaknya para pecinta ilmu yang begitu terhasrat untuk bisa duduk dan belajar di kampus LIPIA, namun Allah belum berkehendak untuknya bisa menikmati apa yang telah terindukan selama ini dalam benaknya. Dan tidak sedikit pula dari mereka yang bisa belajar di LIPIA, namun tiada sepenuhnya hati mereka terhadapkan untuk menimba ilmu yang paling mulia di antara disiplin ilmu-ilmu lainnya.

Sungguh, semua ilmu yang dipelajari di kampus LIPIA, adalah semulia-mulianya ilmu yang ada, karena tiadalah ilmu yang paling mulia melainkan ilmu yang mempelajari di dalamnya tentang Allah dan apa yang disyariatkan oleh-Nya. Bukankah Allah adalah Dzat yang paling mulia, yang tak ada kemuliaan yang paling mulia sedikit pun di seluruh jagad raya ini yang kuasa menandingi kemuliaan-Nya. Dan ilmu yang mempelajari tentang Dzat yang paling mulia, maka ia layak adanya sebagai ilmu yang termulia di antara disiplin ilmu-ilmu yang lainnya.

Dan apa yang telah tertanam dalam hati kita – sebagai Mahasiswa LIPIA, yang sedang atau sudah lulus - akan sebuah ilmu syar’I dan pemahaman akannya, atau sebuah kemuliaan, atau kenikmatan yang kita rasakan saat ini, setelah kehendak dari Allah, adalah tiada terlepas dari lisan dan tangan-tangan mulia para Dosen LIPIA. Tiadalah kita bisa membalas budi baik mereka melainkan berupa lantunan do’a dari lisan kita untuknya, “ semoga kebaikan dan keberkahan senantiasa Allah anugerahkan dan hamparkan untuk mereka selama hidup dan setelah wafatnya.”

Sungguh, semua dosen LIPIA, baik yang hanya mengajar pada tingkat I’dad lughawi atau takmili saja, atau pada tingkat syariah. Yang hanya mengajar satu madah [ mata kuliah ], atau beberapa mata kuliah pada tingkatan yang berbeda. Mereka semua adalah jembatan emas bagi kemuliaan para anak didiknya. Tiadalah kemuliaan yang kita rasakan saat ini – setelah kehendak Allah – melainkan telah terjembatani oleh tangan-tangan dan lisan mulia mereka.

Meskipun terkadang kita sendiri [ atau bahkan sering teramalkan adanya ] kurang menaruh rasa hormat dan kurang memuliakan mereka di saat-saat kesungguhannya dalam berbagi ilmunya di kelas-kelas. Padahal mereka adalah manusia mulia yang layak dan berhak termuliakan kedudukannya oleh semua manusia karena ilmu dan tanggung jawab yang diembannya. Bukankah mereka juga bagian dari para pewaris Nabi yang hanya mewariskan ilmu, yang siapa saja mengambil bagian darinya maka ia berhak mendapatkan keberuntungan yang besar.

Benar sekali adanya bahwa kebanyakan kita kurang menaruh rasa hormat dan menjunjung tinggi kemuliannya. Entah karena satu atau banyak alasan, sering kita mengabaikan akhlak mulia dan kehormatan kepada mereka. Namun, tiada sedikitpun di antara mereka yang menuntut dan memelas sebuah penghormatan dan pemuliaan dari kita. Tapi, di saat kita duduk di hadapan banyak anak manusia untuk berbagi ilmu dengan mereka, sering kita mendapatkan dan diperlakuakan seperti apa yang pernah kita lakukan terhadap dosen-dosen kita saat ngampus di LIPIA. Dan kita baru bisa merasakan apa yang sebenarnya pernah terasakan oleh dosen-dosen kita sebelumnya. Tapi, kala itu kita tiada mau dan tidak mau tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh mereka para dosen kita di LIPIA.

Teracuhkan, kurang mendapat penghormatan, atau banyak akhlak-akhlak lain yang sebenarnya tiada layak terzahirkan oleh seorang penuntut ilmu syar’I di depan para guru-gurunya, atau perlakuan-perlakuan pahit lainnya dari sang murid yang biasanya baru kita rasakan di saat kita duduk di kursi layaknya mereka.

Terlebih di saat kemajuan teknologi dan alat informasi semakin canggih dan membungkus setiap relung kehidupan manusia. Tiadalah saya memungkiri – secara pribadi – apa yang sebenarnya tak pantas mereka dapatkan. Di saat sang dosen sibuk dan bersungguh-sungguh berbagi dan menyuguhkan seduhan sebuah ilmu, kita sering sibuk sendiri dengan handphonenya, tanpa mau mendengar atau memperhatikan syarh dan penjelasan materi yang sang dosen sampaikan, entah kesibukan itu berupa facebook-an, tiwtter-an, browsing internet, chatting BBM, update status, ngegame, makan jajanan, ngobrol berbisik dengan teman sebelah, membaca buku-buku lain, atau memurajaah [ mengulang ] hafalan qur’an. Semua itu kita lakukan dengan curi mencuri kesempatan dan kelonggaran.

Meskipun hal-hal di atas adalah baik, positif dan terfaidahkan menurut sebagian si empunya, namun menjadi tak baik lagi saat ia ditempatkan pada tempat dan waktu yang tidak sesuai.

Dan banyak pula di antara kita yang mengantuk terkantuk-kantuk, atau tidur tertidur dengan bertameng diri di balik tiang atau di balik punggung temannya, atau izin keluar kelas yang jika sejujurnya udzur [ alasan ] itu disampaikan pastinya tak diperkenankan oleh sang dosen untuk meninggalkan pelajaran, seperti keluar ke maksof [ kantin kampus ] untuk sekedar makan dan minum, atau ngobrol bersama teman, atau tidur dan tidur beneran di depan qo’ah [ aula kampus ], atau membaca buku di maktabah [ perpustakaan kampus ].

Padahal kalau kita tilik lebih dalam lagi, alasan kita sebenarnya sangat sepele adanya. Kebanyakan alasan itu berupa rasa bosan dengan gaya dosen mengajar, materi yang kurang menarik dibahas, dan alasan-alasan kecil lainnya yang sejatinya tiada pantas dilakukan oleh seorang penuntut ilmu, tapi itulah adanya dan faktanya. Dan betapa sulitanya menghilangkan kebiasaan buruk itu, atau menggantinya dengan akhlak mulia seorang murid terhadap gurunya saat di majelis ilmu.

Dan banyak kenangan kita bersama dosen saat belajar di kampus yang telah terukirkan dalam hidup kita. Ada yang baik, buruk, senang, duka, lucu, menyebalkan dan kenangan-kenangan lainnya yang baru terasakan kini adanya. Betapa inginnya kenangan baik itu terulang kembali bersamanya, dan begitu berhasratnya kenangan buruk terhadap mereka tak terlakukan dulunya. Tapi, kini semua itu hanya tersisa sebagai sebuah kenangan dan bagai mimpi yang terlewatkan. Dan semua kenangan itu terasa bermakna dan bernilai, entah yang baik atau yang buruk, yang baik tentunya menjadi sebuah contoh dan motivasi untuk bisa dikembangkan lebih baik lagi, sementara yang buruk tentunya menjadi pembelajaran dan evaluasi bagi diri kita agar lebih baik lagi dan jangan mengulangnya kembali.

Apapun karakter, metode dan gaya mengajar dan cara mereka – para dosen LIPAI – dalam berbagi ilmu kepada kita, entah yang kita sukai atau tidak, mereka semua adalah jembatan emas kemuliaan yang kita tuai setelah lulusnya kita dari LIPIA.

Berikut ini adalah nama-nama dosen yang sangat mulia – dan semoga Allah senantiasa memuliakan mereka semasa hayat dan setelah wafatnya – yang pernah berbagi ilmu dan kebaikan dengan penulis [ dan juga para Mahasiswa LIPIA lainnya ] ;

Saat mengajar di jenjang takmili
[ 1 ] Yusuf harun, MA [ Indonesia ] - Aqidah
[ 2 ] DR. Mujahid [ Saudi ] – Fiqih
[ 3 ] Mahmud, MA [ Indonesia ] – Qur’an
[ 4 ] Abdul Aziz, MA [ Sudan ] – Ta’bir
[ 5 ] DR. Umairi [ Saudi ] – Adab dan Syair Arab
[ 6 ] DR. Khatib [ Suriah ] – Tsaqafah Islamiyah
[ 7 ] DR. Budiansyah [ Indonesia ] – Nahwu
[ 8 ] DR. Dhou [ Sudan ] – Balaghoh
   
Saat mengajar di jenjang fakultas syariah

[ 1 ] DR. Muslih Abdul Karim [ Indonesia ] – Tafsir, Qur’an
[ 2 ] DR. Lardhi [ Yaman ] – Tafsir
[ 3 ] DR. Yasir [ Mesir ] – Tafsir, Qur’an
[ 4 ] DR. Sidi [ Saudi ] - Aqidah
[ 5 ] DR. Shalih Al-Idan [ Saudi ] - Aqidah
[ 6 ] DR. Sawai [ Saudi ] - Nahwu
[ 7 ] DR. Shofi Ash-Shofi [ Saudi ] - Nahwu
[ 8 ] DR. Budiansyah [ Indonesia ] - Nahwu
[ 9 ] DR. Daud Rasyid [ Indonesia ] - Hadits
[ 10 ] DR. Muahammad Al-Ajuz [ Mesir ] - Hadits
[ 11 ] Muhammadun, MA [ Indonesia ] – Fiqih, Qowaidh fiqhiyah
[ 12 ] Bakrun Syafi’i, MA [ Indonesia ] - Fiqih
[ 13 ] DR. Al-Azazi [ Mesir ] – Ushul Fiqih
[ 14 ] DR. Badr Abdus Sami’ [ Mesir ] – Ushul Fiqih
[ 15 ] DR. Rasyid Ar-Rojal [ Mesir ] – Tsaqafah Islamiyah, Nushush [ syair arab ]
[ 16 ] DR. Malik Husain [ Yordania ] – Dakwah, Tafsir
[ 17 ] DR. Murodh [ Mesir ] - Faraidh [ Mawaris ]
[ 18 ] DR. Ismail [ Mesir ]- Faraidh [ Mawaris ]
[ 19 ] DR. Muthowa’ [ Saudi ] - Nushush [ syair arab ]
[ 20 ] DR. Thahir [ Sudan ] - Tarbiyah [ Metode Pendidikan ], Manahij
[ 21 ] DR. Zaid Qurun [ Saudi ] - Qowaidh fiqhiyah
[ 22 ] DR. Turki Al-Yahya [ Saudi ] - Faraidh [ Mawaris ]
[ 23 ] DR. Abdul Aziz As-Salim [ Saudi ] – Dakwah
[ 24 ] DR. Khalid [ Yordania ] – Nahwu

Inilah beberapa dari nama-nama dosen yang saya ingat yang telah dan sedang berbagi ilmu dan kebaikan di Kampus LIPIA, tentunya masih banyak lagi dosen-dosen lain yang telah berbagi ilmu dan kebaikan pula terhadap Mahasiswa LIPIA lainnya, baik yang sedang atau telah lulus, yang mana mereka belum berbagi ilmu secara langsung di kelas saya.

Intinya mereka semua adalah orang-orang mulia yang telah tertitipkan di pundaknya untuk menjadi jembatan emas bagi kemuliaan manusia yang lainnya. Tiada yang bisa kita suguhkan untuk mereka sebagai balas budi baginya, melainkan untaian do’a, “ Semoga Allah senantiasa melapangkan hidupnya, membentangkan baginya rizki, kemuliaan, kebaikan dan keberkahan semasa hidup atau setelah wafatnya, dan semoga segala dosa, kesalahan dan ketergelinciran yang tersengaja atau tidak, diampuni dan dimaafkan oleh Allah. Karena tiadalah manusia itu terbebas dari dosa dan cela, melainkan atas izin Allah. Dan semoga kebaikan dan ilmu yang tertuturkan dan terbagikan lewat tangan dan lisan mereka, Allah menggantinya dengan yang lebih baik lagi baginya di dunia maupun di akhirat.” Amiin

Wallohu a’lam bishowab



Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers