Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Dzikir Setelah Shalat Fardhu

Berdzikir setelah shalat fardhu merupakan sesuatu yang disyariatkan. Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits shahih tentang bacaan-bacaan tersebut.

Orang yang senantiasa berdzikir setelah menunaikan shalat fardhu seperti orang yang selalu mengusap kaca bening yang sudah bersih dan mengkilap. Shalat yang diibaratkan cahaya yang menyinari hati, maka dengan dzikir yang dilakukan setelah shalat seperti mengusap cermin [ hati ] yang telah disinari cahaya tadi sehingga semakin mengkilap.

Meskipun demikian banyak kaum muslimin yang belum mengerti dengan keutamaan dzikir di atas, dan tiada sedikit dari mereka yang belum mengamalkannya, atau mengamalkan dzikir-dzikir yang bukan bersumber dari hadits-hadits Rasulullah - shalallahu alai wa sallam - , padahal barangsiapa yang berdzikir dengan dzikir-dzikir Rasulullah - shalallahu alaihi wa sallam -, maka ia akan mendapatkan keutamaan dan pahala yang berlipat dari Allah, pahala berdzikir kepada-Nya dan pahala menghidupkan sunah-sunah Rasulullah - shalallahu alaihi wa sallam -.

Apakah mereka yang berdzikir dengan bacaan dzikir-dzikir yang tidak bersumber dari hadits shahih tercela adanya, padahal dzikir-dzikir tersebut tiadalah mengandung kesyirikan, ghuluw, atau kemaksiatan, bahkan dzikir-dzikir itu berisikan kalimat-kalimat tayyibah [ kalimat baik berisi sanjungan, pujian, dan semisalnya ] ?

Tiadalah mereka tercela dengan berdzikir menggunakan bacaan dzikir tersebut, selama dzikir itu bersih dari ghuluw [ berlebih-lebihan / melampaui batas ], kesyirikan atau maksiat. Bahkan mereka akan mendapatkan keutamaan, faedah, pahala yang sangat besar dari Allah, karena dzikir adalah termasuk sebaik-baiknya amalan bagi seorang muslim.

Hal ini sebagaimana yang tersimpulkan dari beberapa firman Allah dan hadits-hadits Rasulullah - shalallahu alai wa sallam -. Seperti firman Allah ;


يَا أَيُّهَا الًّذِيْنَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا

“ Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah yang banyak kepada Allah [ dengan menyebut nama-Nya. “ [ QS. Al-Ahzab ; 41 ]


وَالذَّاكِرِيْنَ اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيْمًا
  
“ Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut [ nama ] Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar “ [ QS. Al-Ahzab ; 35 ]

Allah juga menyebutkan tentang karakteristik manusia yang berakal, yaitu dalam firman-Nya ;


الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُوْدًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“ yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata, " Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari adzab neraka “ [ QS. Ali-Imran ; 191 ]

Rasulullah - shalallahu alaihi wa sallam - juga bersabda ;


أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاهَا عِنْدِ مَلِيْكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالوَرَقِ، وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ ؟ قَالُوا: بَلَى. قَالَ: « ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى »

“ Maukah aku beritakan kepada kalian apa yang lebih baik di antara sekain banyak amalan, lebih suci di hadapan penguasa kalian, lebih tinggi derajatnya di antara derajat kalian, lebih baik bagi kalian daripada menafkahkan emas dan perak, juga lebih utama bagi kalian daripada bertemu dengan musuh kalian, kemudian kalian memenggal leher mereka dan mereka pun memenggal leher kalian [ saling membunuh ]," mereka menjawab, " tentu wahai Rasulullah." Rasulullah pun bersabda, " yaitu berdzikir [ ingat ] kepada Allah." [1]

Dan masih banyak ayat-ayat dan hadits-hadits lain yang menyinggung tentang keutamaan dan besarnya pahala berdzikir kepada Allah.

Namun perlu diketahui bahwa nash-nash itu ada yang bersifat muqoyyad [ terikat ] dan mutlak [ tidak terikat ], adapun nash-nash yang tersebut di atas adalah yang bersifat mutlak, dalam arti tidak terikat dengan waktu, tempat dan amalan lainnya. Sementara bacaan dzikir-dzikir setelah shalat fardhu bersifat muqayyad, dalam arti terikat dengan waktu dan amalan lainnya.

Oleh karena itu letakanlah sesuatu itu pada tempatnya yang sesuai, termasuk di dalamnya dzikir-dzikir yang terikat dengan waktu dan amalan lainnya. Dan inilah sikap terbijak dan mulia dalam mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah - shalallahu alaihi wa sallam -.

Dengan demikian ia termasuk dalam golongan yang menghidupkan sunnah-sunnah beliau dengan baik dan benar. Karena ia tahu mana dzikir-dzikir yang bersifat mutlak dan mana yang bersifat muqayyad. Disamping itu berdzikir dengan bercukup diri dengan bacaan-bacaan dzikir dari Rasulullah - shalallahu alaihi wa sallam - adalah lebih baik, lebih mulia dan terpuji karenanya. Karena semua dzikir-dzikir beliau merupakan untaian kata-kata yang singkat, padat, namun sarat dengan makna dan nilai-nilai mulia yang terkandung di dalamnya. Pula ia akan mendapatkan lipatan pahala lain dari mengamalkan dan menghidupkan sunnah-sunnahnya. Adalah bercukup diri dengan sunnah-sunnahnya jauh lebih baik dan mulia daripada bersibuk diri dengan hal-hal yang tidak ada sunnahnya dari beliau.

Oleh karena itu banyak para ulama mengatakan :


الاقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ خِيْرٌ مِنَ الْاِشْتِغَالُ فِي البِدْعَةِ

“ Sederhana dan bercukup diri dengan sunnah jauh lebih baik dari pada bersibuk diri dalam amalan bid’ah “

Dan bacaan-bacaan dzikir setelah shalat fardhu yang bersifat muqayyad akan saya cantumkan pada postingan selanjutnya. Semoga coretan yang sederhana ini bisa terfaidahkan darinya bagi yang hendak membacanya.

Wallohu a'lam bishowab

-----------------------------
[1] HR. At-Tirmidzi ( 3377 ) dan Ibnu Majah ( 3790 )

Referensi : Al-Qur'an dan Terjemahannya, Mushaf Hilal. Pustaka Al-Fatih. Hal 1-5
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers