Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Keindahan Fitri Merekah Seiring Terbitnya Mentari

Takbir menggema mengiringi terbitnya mentari, menyanjung dan memuji kebesaran maupun keagungan Allah Yang Maha Tinggi. Suara takbir terdengar menggulung dan mengayunkan gelombang pujian menyusuri lorong-lorong perkampungan, rimbunnya pepohonan, tingginya gedung-gedung perkotaan, ataupun padatnya rumah-rumah yang menumpuk di setiap hamparan tanah yang menjadi tempat tinggal manusia.

Tiadalah roman yang terlihat dari dekat maupun jauhnya, melainkan keceriaan dan kegembiraan yang memancar lembut nan indah terasa. Semua ceria, semua bergembira, dan saling bersuka cita dalam menyambut indahnya fitri yang akan teriringi lembutnya mentari pagi. Tua maupun muda, anak-anak dan juga dewasa, besar ataupun kecil, kaya maupun miskin, mereka semua tenggelam dalam belaian takbir yang terdengar saling bersahutan di setiap ujung saat raga tertegak.

Malam menyambut fitri memang begitu terasa berbeda, ia menjadi malam yang penuh keceriaan lagi istimewa, dan semua orang pun bisa merasakan getaran-getaran lembut yang menyelinap di dalamnya. Sungguh, malam menyambut fitri adalah malam yang terpenuhi dengan takbir, kegelapan yang terhampar darinya tiada terasa lagi bagai lahan-lahan kuburan yang sarat mistik atau keangkeran. Yang terjadi justru tiada berbilang raga manusia terjaga dalam lantunan takbir dan pujian akan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia.

Jikalau Allah izinkah manusia mengerti dan kuasa untuk memahami bahasa makhluk yang selain dirinya, niscaya mereka akan runtuh bersimpuh menyaksikan kekhusuannya dalam merajut dan melantunkan takbir maupun pujian atas Rabb-nya. Mereka pun akan tertunduk malu akan kerapuhan dirinya yang sesungguhnya, keburukan yang selama ini teramalkan raganya, dan keringnya lidah dari lantunan takbir maupun pujian atas Rabb-nya.

Beribu pasang mata terjaga, beribu raga manusia tergerak, dan tiada berbilang dari hati para hamba yang termekarkan oleh keceriaan fitri yang siap menyambutnya kala mentari terbit di pagi hari. Dan mereka pun akan tersatukan dalam takbir yang terus menggema menggelombang, pula mereka akan terkumpulkan di setiap tanah lapang dalam satu niatan dan tujuan. Semua menyapa dan saling bersapa ria, yang sebelumnya lama tak bersua kini begitu indahnya terasa untuk sedikit bercengkrama, yang telah lama tak bersama dengan kerabat maupun keluarga, kini tertatap dalam indahnya kebersamaan.

Tiadalah yang menyatukan mereka semua, melainkan keberkahan fitri yang Allah ciptakan. Tiadalah mereka terkumpulkan di tanah yang lapang, melainkan takbir yang menggema dan shalat idul fitri yang Allah syariatkan. Allah lukisakan keindahan fitri dalam setiap tahunnya, lembutkan hati manusia setelah kebangkangannya, dan satukan mereka dalam lantunan takbir yang terus menyusuri kegelapan satu malam untuk sampai pada tepian terbitnya sang mentari pagi.

Tiada pernah ribuan malam yang terlewati yang lebih indah dan ramai dengan lantunan takbir maupun pujian seperti malamnya di saat menyambut kehadiran hari yang fitri. Tiada pernah terasakan dan terlihat kegembiraan maupun keceriaan ribuan manusia seperti keceriaan mereka saat menanti sapaan hari yang fitri. Malam menyambut hari fitri begitu istimewa, terjaganya malam itu pula terasa berbeda adanya, dan kebersamaan umat saat itu juga sangat terimpikan bisa hadir dalam setiap harinya.

Sambutlah hari fitrimu dengan penuh kemekaran hatimu yang ceria, sapalah kehadirannya dengan lantunan takbir dan pujian atas Rabb-mu, dan bentangkanlah lebih luas lagi pintu maaf hatimu untuk memaafkan kekhilafan saudara-saudaramu, pula jika kau sempat dan sempatkanlah untuknya demi membawa uluran tangan permintaan maafmu akan setiap kesalahan dan khilaf yang pernah kau lemparkan terhadap saudara-saudaramu.

Bisa jadi hari itu hanyalah moment yang bisa kau untuk bersua dengannya, meski bermaaf-maafan tiadalah terkhusukan di saat hari fitri tersandingkan. Atau pula ia adalah moment yang kau hanya bisa bernostalgia dengan kampung halamanmu secara nyata dalam sadarmu, maka gunakanlah ia untuk mengikat kembali tali silaturahmi dengan sesama atau saudara yang telah lama terpisahkan oleh jarak dan waktu yang membentang.

Hari fitri telah tersandingkan dekat di sisimu, maka dekapkanlah kembali hatimu untuk merengkuh beragam kebaikan setelah kepergiannya meninggalkanmu. Hari fitri bukan berarti kau suci tiada dosa terpikulkan dalam pundakmu, ia bukan pula hari dimana dirimu terbebaskan dari segala tangunggan dan kewajiban.

Hari fitri tiadalah jauh berbeda adanya dengan ribuan hari yang telah kau lewati maupun hari-hari yang hendak kau jalani. Melainkan hari fitri itu teristimewakan oleh gemaan dan lantunan takbir maupun pujian yang tersatukan dalam bingkai keceriaan para hamba-Nya.

Jikalau dirimu tetap tegak tanpa adanya perubahan dalam kebaikan, atau masih berjamak kewajiban yang tiada kau tunaikan di hari itu, atau beragam kesia-siaan maupun keburukan masih pula teramalkan oleh ragamu, maka tiadalah teristimewakan kehadiran hari fitrimu bagimu. Karena kau tetap terhenti terkubang dalam lumpur kelalaian yang tak terelakan. Sehingga tiada pantas kesucian itu melekat dalam hati maupun ragamu, takkan pernah layak hari fitri itu tersemat bagimu, dan tiada keberkahan yang tersandingkan di sisimu kala itu.

Semarakanlah malam menyambut hari fitri dengan menebar kebajikan dan menggemakan takbir untuk terus menggelombang bagai ombak di lautan. Hidupkanlah malam itu dan hari fitrinya dengan untaian sunnah-sunnah Rasul yang telah terajarkan. Dan ramaikanlah ia dengan keceriaan yang terus menyapa setiap sesama saat bersambut dan bersua.

Apalah arti hari fitrimu jika kau masih melusuhkan ragamu dalam gulungan kemalasan untuk merajut ketaatan dan ketakwaan kepada Rabb-mu, masih saja tenggelam dalam keburukan hati dan pengabaian kewajiban Ilahi, atau bercita ria dengan sesamamu dalam lumuran lumpur keburukan dan kewajiban yang masih saja kau tinggalkan atau masih terasa sebagai sebuah kebanggaan yang terzahirkan olehmu.

Buatlah arti maupun makna yang istimewa bagi hari fitrimu dengan kembalimu untuk tersadar dan mulai menata diri dalam untaian ketaatan maupun takwa kepada Allah. Karena bisa jadi di tahun depan, Allah tiada lagi membentangkannya bagimu atau mempertemukanmu dengannya. Semua itu adalah hak-Nya yang pantas untuk diberikan bagi siapa yang Ia kehendaki-Nya.

Dan jika Dia berkehendak, Dia bisa mengakhiri asa dan citamu setelah esokmu bersua dengan hari fitri yang baru saja tersandingkan di sisimu. Meskipun ragamu dalam kebugaran, atau fisikmu yang masih layak tergunakan, namun semua itu tiada lagi menjadi penghalang untuk mengkhiri semua yang terpunya olehmu jika Dia berkehendak ajal untuk menjemputmu.

Maka bercita rialah dengan kehadiran hari fitrimu yang terpenuhi oleh lantunan takbir maupun tahmid kepada Allah, namun janganlah kau terbuai dan terlalai oleh keramaian kala itu untuk tetap tertegak dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban yang ada.

Wallohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers