Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Fanatikmu Yang Mengubur Nama Gurumu

Bermasa silam kau bukanlah apa-apa, bertahun dulu kau hanyalah anak ingusan, kerap kali dulu kedua matamu berkaca-kaca, dan tak jarang pula tangisan keras adalah senjata terakhirmu meratapi betapa susahnya belajar merangkai kata, sungguh beratnya awal menghitung angka, benar sulitnya menghafal doa dan bacaan sholat, atau lama terasa bisa mengeja huruf hijaiah dan membaca ayat-ayat al-qur’an.

Namun, dalam kesulitan dan lamanya dirimu merajut semua itu, kau kini bisa rasakan betapa sabar, ulet dan gigihnya gurumu kala mengajarimu, entah itu Ibumu, Bapakmu dan Kakakmu di rumah, Pak Kyai atau Bu Nyai di Mushola, langgar atau surau, Pak Guru atau Bu Guru di Sekolah, Para Tutor di Tempat Kursus, Para Asatidzah di Pesantren atau Ma’had, dan semua yang telah berandil mengajari dan membelajarimu.

Mereka semua adalah gurumu, tak berbilang jasa mereka atasmu, tak terkira harapan baik mereka menggantung di pundakmu, yang telah menjadikanmu bisa mengeja dan membaca, menulis dan berkarya, sholat dan berdoa, yang membuatmu kini bukanlah ingusan lagi, yang merubah kebukan apa-apaanmu menjadi apa-apa, yang membekalimu beragam bekal yang sangat berharga untuk menempuh jalan hidupmu.

Kini kau telah naik mencapai atap, telah banyak tahu akan banyak hal daripada mereka, telah penuhi otakmu dengan beragam maklumat dan ilmu. Tapi, ingatkah dirimu bahwa kau takkan pernah mampu memanjat sampai atap tanpa tangga di depanmu, atau kau takkan duduk di atap selamanya tanpa keterampilan tangan dan kakimu.

Rumah tak mungkin tegak beratap tanpa pondasi batu di bawah tiang penyangganya, ranting berdaun lebat takkan pernah terlambaikan tanpa akar kuat menghujam ke bumi. Kupu-kupu tak bisa terbang meliuk-liuk indah tanpa sayap yang penuh warna warni, dan tupai tak mampu untuk meraih pohon kelapa di depannya tanpa keempat kakinya untuk melompat jauh.

Dan kini kau banyak berguru dan mengaji di halaqah Ustadz-Ustadz kibar, para Masyayikh mu’tabar, membaca, menghafal dan menelaah tulisan dan karya-karya mereka, menimba ilmu dan merujuk setiap permasalahan kepada mereka.

Sungguh semua itu adalah nikmat dan karunia Ilahi yang hanya terberikan bagi mereka yang dikehendaki-Nya, karena masih banyak selain dirimu di luar sana yang berkeinginan sepertimu, tapi Allah belum berkehendak padanya maka menjadi sulitlah terasa bagh mereka untuk berbuat sepertimu.

Tanpa terasa ilmu dan pemahamanmu bertambah, manhaj agama banyak terubah dan terbarui yang dulu masih tersamar, pula tanpa terasa kau mengidolakan Ustadz Fulan dan Syaikh Fulan lebih dari yang lain, mungkin karena manhaj dakwahnya yang bagus, tulisannya yang mengena, banyaknya jamaah kajian yang terpunya, atau keterkenalan nama dan ilmunya di mata manusia.

Sungguh tak tercela perbuatan dan sikapmu itu, tapi menjadi cela kala kau berfanatik dengan salah satu Ustadz Fulan atau Syaikh Fulan, menganggap Ustadz lain atau Syaikh Fulan lain yang tak sefaham atau sependapat dengan gurunya adalah salah, tak bermanhaj, atau tertutup untuk menerima kebenaran lain darinya, antipati untuk menjadi rujukan ilmunya, padahal betapa banyak kebaikan dan kebenaran masih terus tertebarkan dari lisan dan tulisan jemari lembutnya.

Hanya kesalahan setitik darinya, ia teranggap menumpahkan sebotol tinta di atas selembar kertas putihnya, padahal masih banyak tersisa lembaran putih lainnya yang berfaidah untuk dirimu. Tapi, kau tetap menutup mata dan membuang ke tempat sampah tumpukan lembaran itu yang hanya ternoda setitik tinta tanpa tersengaja.

Setiap kamu berbicara ilmu dengan teman dudukmu, kau hanya menyebut menurut pendapat Ustadz Fulan atau Syaikh Fulan, tapi kala temanmu bertutur Ustadz Fulan lain atau Syaikh Fulan lain berkata, seketika terlihat kerutan jidatmu, kecutnya roman mukamu, geliat panas tubuhmu. Itulah ekspresi ketidaksukaan hatimu yang terpancar jelas darimu.

Saat kau membaca kitab, buku atau artikel, pertama yang dilihat adalah nama penulisnya. Kalau penulisnya Ustadz Fulan atau Syaikh Fulan jadilah buku terbuka lembarannya dan mulai terbaca, tapi jika penulisnya Ustadz atau Syaikh Fulan lain, buku itu pun langsung ditaruhnya kembali, atau artikelnya sengaja terlewati.

Kini fanatikmu akan Ustadz atau Syaikh Fulan telah menguburkan nama-nama gurumu yang telah banyak berjasa atasmu bermasa yang lalu. Yang telah mengajarimu iqro, atau dasar bahasa arab dan ilmu agama di Pesantren atau Ma’had, atau siapa saja yang membelajarimu beragam disiplin ilmu yang telah mengantarkanmu untuk menjadi yang seperti sekarang ini.

Mereka tak mengharap imbalan dan doa darimu, tapi dirimulah yang menjadi apa-apa seperti sekarang ini berkat doa dan usaha guru-gurumu dahulu. Namun nama guru-gurumu yang dulu telah terkubur dari doamu dan tak pernah tersebut dalam munajatmu. Kau hanya menyebut dan membanggakan Gurumu yang kini baru kau idolakan, sementara guru-gurumu yang dulu, kini terkecilkan dan tak pernah terbanggakan dalam hidupmu.

Wallohu a’lam bishowab

Share:

1 komentar:

Unknown mengatakan...

ماشاء الله و تبارك الله
كتابتك رائعة ممتازة و بارك الله فيكم

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers