Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

KALA ASATIDZAH BEDA PENDAPATAN


Selintas saya teringat akan nasihat Mudirku [ Ust. Asmuji Muhayyat. Lc ] kala saya masih mondok di Ma'ad Ali Imam Syafi'i Cilacap dan ingin sekali mengangkatnya dalam status kali ini. Petuah orang yang sepuh, baik dalam hal usia, pengalaman, ilmu agama, dan lainnya sangatlah berbekas dalam hati dan begitu berharga. Hal ini memang begitu terasa oleh saya pribadi, karena memang beliau [ Ust. Asmuji Muhayyat. Lc ] benar-benar sepuh [ tua ] dalam hal usia, luas pengalamannya, dan mendalam ilmunya.

Petuah beliau bukanlah petuah yang disampaikan secara resmi akan santri-santrinya, melainkan nasihat itu tertutur kala senda guraunya dengan beliau, tapi demikianlah seda gurau beliau yang berbobot dan berfaidah sekali bagi kita. Dulu saya merasa biasa saja dengan petuah beliau, tapi sekarang saya merasa terfaidahkan dengannya dan terasa perlu untuk saya bagikan ke teman-teman yang lain.

Petuah beliau yang masih teringat hingga sekarang kurang lebih redaksinya sebagai berikut, " Ramainya TAHDZIR-TAHDZIRAN antar para Asatidzah seperti yang kita saksikan sekarang ini bukanlah masalah PERBEDAAN PENDAPAT MEREKA, melainkan BEDA PENDAPATAN "

Petuah di atas menarik untuk dibahas disaat fenomena TAHDZIR-TAHDZIRAN masih bising terdengar dan kasar terasa oleh kita. Fenomena ini masih terpukul kenderangnya yang terus saja pekikan suaranya  terdengar dari mereka yang menyandarkan diri sebagai bagian dari ASWAJA, SAWAH atau selain keduanya, baik dalam tubuh mereka sendiri atau antara mereka dengan yang teranggap dari luar ASWAJA atau SAWAH.

Kita hargai dan apresiasi akan keuletan, semangat, kesabaran dan jasa-jasa para Asatidzah dalam mengemban dan menebar dakwah salaf di negeri ini, tanpa terkecuali. Sungguh mereka telah menempuh jalan para Nabi dan menjadi pewarisnya. Tapi setiap jalan kebaikan dan mereka yang berupaya menggapai kebaikan takkan pernah lurus dan mulus dalam perjalanannya. Itulah ketentuaan Allah yang Maha Mengatur segalanya. Dan inilah yang kerap kali membuat para penyeru dan pencari kebaikan terlena dan tergoda olehnya.

Maraknya kajian sekarang ini baik di masjid-masjid, mushola, perumahan, kantor, atau tempat yang lainnya tidaklah seramai zaman orde baru yang ruang geraknya sangat terbatas dan terawasi. Seiring itu pula banyaknya para Ustadz hasil tempaan pondok, ma’had, universitas islam, atau mereka para penuntut ilmu anak negeri di Timur Tengah yang pulang ke tanah air berbekal ilmu yang tertimba di sana selama bertahun-tahun mulai berlomba-lomba membagi ilmunya dan menebar kebaikan yang terpunya.

Di antara mereka ada yang fokus menjadi guru agama di pesantren, sekolah, atau lembaga pendidikan lainnya, ada pula yang tersibukkan dengan menebar ilmunya di kalayak ramai melalui tabligh akbar, bedah buku, seminar, menulis buku, atau yang lainnya. Demikianlah masing-masing berbagi ilmu dan kebaikan sesuai kemampuan dan kapasitas keilmuaan yang dimilikinya.

Hati manusia memang lemah dan mudah berbolak-balik, tak terkecuali mereka yang telah bertahun-tahun tenggelam dalam dunia menutut ilmu di Pondok atau Universitas Islam pula tak luput dari kondisi ini.

Biasanya dan itulah yang terbiasa bahwa hasad atau kedengkian akan muncul di antara mereka yang seprofesi, sekelas, satu jurusan, seniaga, sama-sama pinter, sama status sosialnya, atau selainnya yang tertampung dalam satu wadah, sama atau setara.

Teman sekelas akan mudah berhasad pada teman lainnya, kecil mungkin ia akan berhasad kepada peniaga di pasar. Hal ini tersebab mereka sama-sama belajar, satu kelas, sama jurusan, dan saling berlomba untuk menjadi yang terbaik di kelasnya.

Pedagang buah mangga akan berhasad kala melihat rekannya yang sama-sama pedangang buah mangga terlihat lebih laku dan laris dagangan buah mangganya dari pada dirinya. Mana mungkin ia akan berdengki pada mereka yang menjual pakaian yang ada di sampingnya pula.

Seorang Ustadz yang giat menebar ilmu dan kebaikannya kepada orang lain akan menaruh hasad pula kepada Ustadz lainnya yang lebih berjubel jamaah kajiannya daripada dirinya.

Seorang da’I yang se- ASWAJA atau sepetak SAWAH akan berdengki pada mereka yang sama-sama mengklaim ASWAJA atau SAWAH. Begitullah seterusnya.

Demikianlah yang salah satu yang mendorong terjadinya saling lempar TAHDZIR di antar Ustadz Kabir [ para punggawanya ] di negeri ini, mereka melihat teman seperjuangannya PENDAPATAN-nya jauh lebih besar dari dirinya. Pendapatan mereka itu ada dua hal ;

[ 1 ] Pendapatan sisi finansial.

Ia melihat Ustadz Fulan dengan gampangnya kebanjiran order kajian, bedah buku, tabligh akbar, tausiah pada acara tertentu, dan sebagainya, sementara dirinya amleng-amleng saja [ sepi-sepi wae ]. Padahal ia memandang mampu pula berorator atau ngomong seperti dia, bahkan merasa lebih. Dan saat melihat Ustadz Fulan terpeleset, jadilah itu moment untuk melucutinya agar ia tak laku ataupun tak laris lagi di mata jamaahnya, dengan harap mereka berbalik melirik kepada dirinya.

[ 2 ] Pendapatan sisi banyaknya pengidola atau jamaah kajiannya.

Dirinya merasa iri melihat Ustadz Fulan kajiannya ramai, terus berjubelan dipenuhi oleh para pendengar, ramainya tingkat antusias jamaah yang terus bertambah. Sementara dirinya amleng-amleng saja [ sepi-sepi wae ]. Jumlah jamaah kajiannya ya orang-orang itu saja. Akhirnya kala melihat Ustadz Fulan tergelincir sedikit, diambillah peluang untuk menyikut dan menonjoknya, mengorek-ngorek borok dan menabur kejelekannya di mata masyarakat, tujuannya agar para jamaah pada lari dan berbalik ramai bergabung dengan kajiannya.

Kondisi ini diperparah lagi oleh mereka para Ustadz Shoghir [ Para murid Ustadz Kabir ] yang juga ikut-ikutan membakar kertas diatas bara api yang masih berkobar, atau malah mencontoh dan menerapkannya dikalangan mereka sendiri yang masih satu tingkatan, entah sama-sama pengajar TPQ, atau masih nyantri di pondok, atau sedang kuliah di Perguruan  Tinggi, atau sama-sama jamaah Ustadz Fulan dan Fulan.

Kala para Ustadz Shoghir beda pendapatan finansial atau teman sepemahaman, mereka pun ikut-ikutan saling sikut dan lempar kanan kirinya, siapa yang teranggap tidak sejalan atau sefaham dengannya, siap-siaplah jadi sasaran sikutan tangan atau lemparan batu panas mereka. Pula siap-siaplah kejelekan dan kebobrokan atau borok-borok privasinya akan terkoar di muka umum.

Semua itu tak terlepas dari hawa nafsu dan hasad yang terus menggrogoti hati mereka yang membawanya pada ranah kebencian yang akan terus saling bermusuhan, menjatuhkan, dan menguburkan bermasa lamanya.

Tulisan ini bukan bermaksud mendiskreditkan profesi para Ustadz, karena banyak pula para Ustadz [ entah Ustadz Kabir atau Ustadz Shoghir ] yang terjaga hatinya, bersih dan tak seperti yang tergambar di atas. Bagi yang merasa dan tersinggung, silakan tersinggung [ mungkin tiba waktunya ia untuk tersinggung ] dan saatnya untuk melihat hatinya untuk memperbaiki diri dan tujuannya dalam mengemban tugas mulianya berupa dakwah islam.

Wallohu a’lam bishowab



Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers