Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Keangkeran Belantara Bima [ 5 ] : Perpisahan Dengan Pak Tua


Tangan pak tua mengusap dahinya yang dipenuhi cucuran air keringat. Ia begitu terlihat lelah dan haus. Botol jerigen kecil berisi air minum di samping keranjang diambilnya. Pak tua belum juga menjawb, iya masih menenggak beberapa air dari jerigen yang berwarna putih lusuh, saking lamanya dipakai.

Pak tua menghela nafas panjang, ia melihat roman muka Agus yang masih terlihat begitu penasaran akan kelanjutan ceritanya, " memang, setelah kejadian itu yang hampir sepuluh tahun tradisi warga pinggir belantara mulai terkikis, mereka sudah tidak memberi sesaji lagi setiap jum'at kliwonnya, banyak diantara mereka sudah tidak percaya lagi akan takhayul yang selama ini diyakininya, tapi sebagian lainnya masih kental dengan ritual semacam itu "

Imam menurunkan tas rangselnya sembari meletakkan tikar lipatnya ke rerumputan yang tertumbuh dipinggir sepanjang jalan setapak. Demikian juga yang dilakukan Agus. Keduanya semakin tertarik dan penasaran dengan cerita pak tua itu. 

Imam melanjutkan rasa penasarannya kepada pak tua, " teruss, kenapa kok warga pinggir belantara sudah tidak begitu antusias dengan ritual sesajian itu ? "

" Yang saya ketahui, sedari ramainya kegiatan keagamaan yang dilakukan para ustadz yang diutus oleh beberapa pesantren, seperti pengajian mingguan, kajian remaja, pengajian ibu-ibu, semenjak itulah masyarakat mendapatkan banyak pencerahan. Awal-awal tahun pertama memang belum mendapat tanggapan antusias dari warga." pak tua memotong ceritanya seraya merapikam rumput-rumput yang sudah terkumpul di keranjangnya.

" Tapi, setelah mereka terbiasa dengannya, dan setelah sekitar lima tahunan, para warga mulai banyak yang berubah, terutama masalah khurofat dan takhayul. Itulah yang sekarang bisa kita lihat, mereka sudah tidak lagi membuat ritual sesajian, meski masih ada juga yang melakukannya, tapi gak terlalu rame seperti dulu." tegas pak tua melanjutkan ceritanya.

" Kayaknya waktu sudah menjelang ashar, saya harus segera pulang. " kata pak tua.

" Saya hanya berpesan pada kalian untuk menjaga diri dan berhati-hati di perkemahan nanti, memang aura mistik itu sudah tak sekental dulu, tapi kehati-hatian harus tetap dipegang, karena kalian akan bermalam di tengah belantara untuk beberapa malam. Itu pesan saya " tegas pak tua berpesan kepada Imam dan Agus sembari mengemas alat-alatnya.

" o ya pak, terima kasih banyak atas ceritanya tadi, seru banget alur ceritanya, saya aja sempat merinding mendengarnya " Kata Imam kepada pak tua.

" O ya, sama-sama. Nanti kalo memang tinggal dekat sungai, jangan lupa yah kalo malam buatlah api unggun, biar binatang buas gak berani mendekat, biasanya yang sering terlihat itu babi hutan sama ular " kata pak tua berpesan lagi.

" o ya pak, sebelumnya saya minta maaf. Dari tadi kita ngobrol panjang lebar, tapi belum saling kenal. Kalau saya sendiri namanya Imam, dan yang ini namanya Agus. Kalau bapak sendiri namanya siapa ? " tanya Imam kepada pak tua sambil terlihat malu-malu.

Pak tua tersenyum lebar, " iya iya, benar sekali kamu, nama saya Ahmad Suwito, dua tahun yang lalu saya seorang guru SD , setelah pensiun saya menyibukkan diri dengan berkebun dan ternak kambing, ya itung-itung biar gak nganggur " jawab pak tua.

" Terima kasih banyak pak, mudah-mudahan kita bisa bersua kembali " ucap Agus yang dari tadi hanya terdiam dan asyik mendengarkan.

Pak tua pun tersenyum renyah, " hem, sama-sama ya, selamat bergembira dengan kemahnya, jangan lupa kalau sudah selesai kemah, mampir saja ke rumah, kamu tanya saja warga pinggir belantara rumah pak Ahmad pensiunan guru SD, mereka semua mengenalnya " tegas pak tua sambil memakai topi campingnya.

" InsyAlloh, nanti kita usahakan mampir kalau sudah selesai pak ! " tegas Imam sembari menenteng kembali tikar lipat dan mengendong tas rangselnya yang juga diikuti oleh Agus.

Setelah itu pak tua pergi menaiki sepeda onthelnya yang membawa satu karung berisi rumput dan meninggalkan mereka berdua. Kemudian Imam dan Agus melanjutkan perjalanannya, langkah keduanya diayun lebih cepat berharap mereka tidak tertinggal jauh dari rombongannya.

Itulah cerita pak tua yang tiba-tiba terbesit saat Imam mulai mengambil air wudlu. Bulu kuduknya kembali merinding ditambah hawa dingin air kali yang terus tertitik oleh gerimis yang masih tak kunjung reda. Sesekali Imam memandang ke seberang kali. Ia teringat gua si mama tua saat menatap pohon besar di seberang kali yang sangat rindang, gelap dan begitu menyeramkan.

Setelah selesai berwudlu, Imam menatap tajam dan mencari-cari keberadaan gua si mama tua yang pernah di ceritakan oleh pak tua. Ia memandangnya ke semak-semak rindang yang ada di bawah pohon besar itu. Tapi, ia belum juga menemukan sesuatu yang mirip seperti gua.

Sesaat ia berfikir dan bergeming, " apakah pohon besar itu yang diceritakan oleh paktua sebelumnya, atau bisa-bisa pohon yang ada dalam cerita itu sudah mati, kan cerita itu sudah lama, hampir sepuluh tahun masanya. " 
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers