Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

TIARA [ Hati dalam Rasa ]


Kerap kali kita terpesona akan indahnya taman bunga, tertegun takjub kala tergelitik warna warninya, terhela nafas panjang saat aroma wangi menyeruak menyusup dua lubang hidung.

Pula dengan mudahnya hati berbunga-bunga bagai taman yang penuh keriangan. Kedua kaki pun tak hentinya menyusuri setiap tapak yang menyelinap di antara tetamanan. Dan seterusnya ....

Bunga, tidak semua bunga atau kembang itu beraroma wangi, meski warnanya begitu indah menarik. Pula tidak semua aroma wangi tertebar dari putik kembang yang berwarna warni. 

Setiap kita memiliki kecenderungan yang beragam akan sesuatu, ada yang sama, tapi lebih banyak terkesan bedanya. Kepekaan hati juga demikian, ada yang gampang terenyuh meleleh ibarat lilin yang terpanaskan. Pula ada yang keras membatu tak mudah terleburkan.

Termasuk keindahan tak mudah membuatnya tersentuh, ia terasa biasa saja, seolah baginya tiada yang berbeda atau terkesan. Dan keburukan yang terlihatnya tak pula mampu merobohkan kekuatan yang dimilikinya.

Tapi di pojok lain, tak sedikit hati terpekakan oleh keadaan lingkungan. Mudah terenyuh pula terluluhkan. Tak tega melihat keterpurukan tertimpa pada yang lain. Tak kuasa tangan tergendongkan, sementara mereka membutuhkan uluran tangan orang lain.

Bahkan sampai raungan atau jeritan kucing yang terhimpit rasa lapar, akan menggetarkan rasa ibanya yang tak mungkin tersembunyikan. Begitu gampang ia bisa merasakan apa yang terasakan orang lain, termasuk apa yang ada dalam bahasa hewan. 

Kerap kali kebencian akan sesuatu menjadi penghalang bagi kita untuk berbaik hati padanya. Atau ketidaksukaannya menjadi awal untuk menghardik atau mencerca akan perbuatan buruknya. Walhasil, ia takkan pernah berbaik hati padanya, terlebih berbagi kebaikan dengannya. Bagaimana kebaikan terharap dari yang ia benci, sementara dirinya hanya bisa menghardik lagi mencaci. Bagaimana keburukan akan raib dari yang dibenci selayaknya yang ia harapkan, sementara dirinya hanya mencerca tanpa mau memberi ia kebaikan.

Kepekaan hati manusia memang berbeda. Tapi kualitas kepekaan hati itu bisa meningkat seiring latihan yang kerap. Bukankah batu yang sangat keras bisa terwujud lubang di permukaannya akibat tetesan air yang lembut yang terteruskan. Dan bukankah berjalannya kamu saat ini adalah hasil kerja kerasmu saat balita dalam melatih kedua kakinya untuk melangkah.

Hati bertalian dengan mata dan telinga. Mata dan telinga adalah jendela bagi hati. Manfaatkanlah kedua jendela itu bagi hati untuk melihat dunia yang sesungguhnya. Semakin jauh hati menerpa dan memandang, semakin dalam pula hati akan mampu menyelami kehidupan. 

Jadilah kamu manusia yang suka memberi dan berbagi, meski kecil dan tak teranggap dalam pandangan orang. Karena manusia yang terbaik hanya mereka yang banyak memberi manfaat bagi yang lain, termasuk hewan.

Janganlah kamu menjadi manusia yang hanya suka menghardik atau mencaci keburukan yang lain, termasuk kepada binatang. Karena hardikan atau cacian takkan pernah memberi kebaikan sama sekali, bahkan ia hanya akan membuatmu terbalaskan oleh cacian atau kebencian darinya.

Wallohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers