Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Sawang Sinawang


Orang kaya berfikir, " menjadi orang miskin lebih enak, bisa tertidur pulas meski beralas klasa [ tikar yang terbuat dari tanaman rawa ], badan sehat meski makan ala kadarnya, pikiran tenang meski gubug menjadi istananya, ... " dan seterusnya.

Orang miskin berkhayal, " betapa enaknya jadi orang kaya, tidur di atas kasur empuk, makan dengan beragam menu, sakit tinggal pergi ke dokter, pikiran tenang karena istana tak terbocorkan, pergi tinggal naik kendaraan...." dan seterusnya.

Penonton bola berkoment, " ia harusnya oper bola ke kanan, andik kan berdiri bebas, bukan malah maksa diri shooting bola ke gawang ! " dan seterusnya.

Dari tiga kasus di atas, ada satu titik tersambung atau kecocokan meski warna cerita kontras dari zohirnya. Adalah paling enak nyawang [ memandang ] orang lain, berkomentar, dan menilai. Entah nyawang yang baik atau buruk, menilai bagus ata jelek.

Nah, sekarang banyak anak muda dan tak jarang juga mereka yang sudah tua terbingungkan oleh pekerjaan, kerja apa yah yang paling enak ? Siap orang yang gak mau enak ! Semua merindukan keenakkan dan sebisa mungkin mengenyahkan kepahitan.

Tapi, masalahnya keenakkan tak terasa berarti tanpa pernah menikmati kepahitan, dan kepahitan tak pernah dikenalnya tanpa adanya keenakkan dirasanya. Ingin enak, cobalah kepayahan dan kepahitan. Merasa payah atau pahit, pasti pernah menikmati enaknya dalam rasa.

Paling enak memang nyawang orang lain, berkomentar dan menilai. Paling gampang memang menjadi komentator di balik layar. Paling mudah memang menyalahkan orang lain dari kejauhan. Paling asyik memang membicarakan keburukan dan kekurangan orang lain dalam obrolan. Paling mudah memang mengumbar lisan daripada menahannya dari berbicara keburukan.

Inilah mental dan watak buruk yang sedang menjalar generasi muda, banyak bicara sedikit kerja, penuh teori minim usaha, suka menilai malas belajar, gemar mengkritik gampang terusik.

Kapan kemajuan akan teraih, sementara budaya menjatuhkan masih tertatih. Akankah perubahan tercapai, sementara anak bangsa hanya suka sawang sinawang [ melihat dan berkomentar di balik layar ]. Kalau sawang sinawang menjadi kebanggaan, sudah sepatutnya mereka teratakan. 

Berkhayal takkan pernah berujung, berkomentar takkan pernah berakhir, berambisi takkan pernah habis, sawang sinawang takkan pernah ada yang akan terpampang.

Wallohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers