Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Keangkeran Belantara Bima [ 6 ] : Gua Si Mama Tua


Sesaat Imam berfikir dan bergeming, " apakah pohon besar itu yang diceritakan oleh pak tua sebelumnya, atau bisa-bisa pohon yang ada dalam cerita itu sudah
mati, kan cerita itu sudah lama,hampir sepuluh tahun masanya. "

Perasaan Imam masih kalut, bimbang bercampur takut. Seusai mencuci kedua kaki dari wudlunya, ia menoleh ke belakang dan menatap ke arah Agus
yang dari awal hanya terduduk diam di atas batu yang ada di bantaran kali. 

Sorot cahaya senter menembus rintikan lembut gerimis malam. Sembari mententeng senternya, Agus kemudian beranjak dari duduknya dan menghampiri Imam yang terlihat menggigil ringan.

" Mam, kamu kenapa, Badanmu terlihat menggigil tuh? dah nih pegang senternya, saya ambil wudlu dulu, terus kita cabut dari sini, teman-teman pasti sudah menunggu kita ! " tanya Agus yang badannya juga mulai menggil.

" Wah, aku mulai merasa dingin banget gus, dah cepetan kamu wudlu ! " perintah Imam sambil mengambil senter yang dipegang Agus.

Agus pun tak ambil lama, celana jeans yang sudah kuyup basah dilipatnya setengah betis. Ia langsung berwudlu dengan sedikit menggigil seperti yang dirasakan oleh Imam. Sementara Imam hanya bersedakep untuk mengurangi hawa dingin yang terus menjalar ke sekujur tubuhnya.

" Gus, kamu ingat gak cerita pak tua yang kita temui siang tadi waktu melewati jalan setapak yang sedang cari pakan kambing ? " tanya Imam sesaat setelah Agus selesai dari wudlunya.

" Sebentar ...eemmm " kedua kelopak mata Agus menciut diikuti kerutan dahi yang menggaris. Ia sedikit terdiam, berfikir dan mengingat-ingat cerita pak tua yang tertumpuk dalam lembaran otaknya.

" O ya, saya ingat mam, cerita tentang gua si mama tua dan ritual jum'at kliwonan warga pinggir belantara kan ! " jawab Agus dengan raut muka yang terlihat merinding.

" Mam, kok aku jadi merinding sih, gara-gara kamu bayangan cerita pak tua malah teringat lagi " lanjut Agus sembari menarik tangan Imam untuk cepat-cepat kembali ke kemahnya. 

Agus benar-benar ketakutan gara-gara ingatan cerita pak tua yang terus membayangi pikirannya. Ia terlihat begitu tergesa-gesa dengan aura muka yang pucat.

" Gus, gus .... Ehh sebentar gus, emang kamu kenapa, jangan takut lah, kamu kok kelihatan takut banget sih !" kata Imam berusaha menenangkan rasa takut yang terus memuncak dalam diri Agus. 

Imam kemudian memaksa Agus untuk berhenti, tangan kirinya ditarik kerasnya agar Agus mau berbalik badan, ia memegang sambil menepuk pundaknya. Langkah Agus terhenti, ia pun terpaksa menuruti kata-kata Imam.

Kemudian Imam mengarahkan telunjuknya ke arah pohon besar dan semak-semak yang berada di seberang kali.

" Gus....sekarang kamu lihat pohon raksasa dan semak-semak di bawahnya yang ada di seberang sungai itu " tegas Imam menyakinkan dan memberanikan hati Agus yang masih kalut. 

Begitulah watak Imam, ia memang memiliki rasa takut dan merinding, itulah fitrah manusia, tapi rasa takut itu menipis saat dirinya ada yang menemani, ia malah berusaha tegar dan seolah-olah gak ada perasaan takut sama sekali. Itulah satu dari beberapa kelebihan Imam. Terkadang malah ia suka menakut-nakuti teman-temannya.

" Kamu jangan takut dulu dengan cerita pak tua itu, emang kamu merasa yakin bahwa pohon dan semak-semak itu yang dimaksudkan oleh pak tua. Siapa tau bukan, kan banyak pohon dan semak-semak di sepanjang bantaran kali. Coba kamu perhatikan seksama, ada gak gua yang terlihat di antara semak-semak itu " perintah Imam kepada Agus. 

Dengan senter di tangan kanannya, Agus menyorotkan cahaya ke arah semak-semak itu. Ia berusaha untuk berani dan tegar. Beberapa kali cahaya senter menerangi dan mengusap-usap dedaunan semak belukar yang menutupi pangkal pohon raksasa.

Pandangan Agus tertatap tajam ke arah seberang kali, tapi benar-benar ia tidak melihat gua si mama tua yang di ceritakan oleh pak tua. Sementara Imam hanya terlihat diam berdiri di samping Agus. Ia hanya memperhatikan apa yang dilakukan Agus. 

" Iya mam, benar apa katamu, gak ada gua di sana, jelas bukan tempat ini yang dimaksud pak tua, ayo kita kembali saja ke kemah, ngapain kita berlama-lama di sini " kata Agus membenarkan apa kata Imam sembari mengajaknya kembali ke kemah. Imam pun mengiyakan ajakan Agus. Kini keduanya terasa lebih tenang dan tak semerinding seperti sebelumnya.

Saat hendak meninggalkan bantaran kali dan baru saja mengayunkan beberapa langkah, tiba-tiba keduanya di kagetkan oleh suara keras yang menyeramkan lagi misterius, suara itu terdengarnya dari balik semak-semak yang berada di depannya.

Serontak mereka terhenti dan detakan jantungnya semakin keras dan cepat. Tangan Agus langsung menyaut tangan Imam. 

Kali ini keduanya benar-benar ketakutan sekali. Tangannya menggigil bukan karena hawa dingin, tapi karena gemetar rasa takutnya yang telah menguasai sekujur tubuh. Suara itu mirip kuntilanak yang tertawa mengikil. 

" Hi hi hi hi ... Hi hi hi hi .... Hi hi hi hi .... "
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers