Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

OTAK-OTAK atau OTAK ATIK


Mungkin ada yang berfikir- terutama para pengagung akal - bagaimana tangan, kaki, mata atau anggota tubuh lainnya akan bersaksi di hadapan peradilan Allah atas apa yang diperbuatnya di dunia ?

Bagaimana semua itu mempersaksikan tanpa lisan terpunyakan ? Dengan apa perbuatan diomongkan tanpa suara terdengarkan ?

Katanya pengagung akal, pendewa akal, kenapa akal tak terkuraskan sepenuhnya untuk berakal, seharusnya keterbiasaan mengotak atik akalnya akan semakin tahu jawabannya, bukan malah akalnya menjadi otak otak ikan. Tambah matang dan enak dimakan jadinya.

Akal yang bercokol dalam otak yang hanya sekepal tangan bukanlah segala-galanya. Segala sesuatu tidaklah cukup tertampung dalam tempurung otaknya. Setiap yang tercipta ada batasnya, dan segala yang terbuat ada akhirnya.

Tidak semua yang terpikirkan harus masuk akal, karena akal bukanlah ember atau empang penampungan. Kalau akal dipaksakan untuk bisa menampung segalanya, akalmu hanyalah ember. Yang kadang tertaruh di dalamnya air bening, tapi kerap kali menjadi tong sampah kala masa merapuhkannya, atau menjadi rongsokan yang tertumpuk dalam kekotoran.

Jika kamu mengagungkan akal, sama saja kamu merongsokan akal. Lebih baik lagi rongsokan akalmu dikilokan saja, itu lebih bernilai daripada harus menjadi ember tong sampah tempat bercokolnya virus dan bakteri kehidupan. 

Kembali ke Pertanyaan awal para pendewa akal, pertanyaan mereka tak perlulah dijawab dengan dalil naqli [ wahyu ], cukup kita giring akal mereka untuk lebih bijak dalam berakalnya. Akal tercipta bukanlah untuk mengakal-akali, tapi ia dicipta untuk berfikir dan menghayati keagungan Ilahi.

Selintas pertanyaan mereka betul adanya. Tangan, kaki, mata, atau anggota tubuh lainnya tak memiliki mulut, maka bagaimana ia berbicara untuk mempersaksikan perbuatannya. Itulah selintas kejumudan akalnya, padahal apa yang di sekelilingnya telah berserakan menjadi jawaban atas mereka.

Lagi-lagi akalnya menjadi otak-otak ikan yang lebih enak untuk menjadi makanan kucing saja. Yang ngakunya pendewa akal, tapi jawaban yang tersebar di sekelilingnya tak kunjung pula akalnya menemukan. 

Anak kecil pun memaklumi bahwa HP bisa bersuara tanpa adanya mulut yang menggerakannya. Mungkin HP terlalu canggih, boleh lah comeback ke tahun 80-an yang hanya ada radio dengan satu stasiun pusat RRI. Kita bisa saksikan bagaimana radio bisa mengeluarkan suara yang beragam tanpa mulut tertampakan. Itulah Hp dan radio, belum televisi atau kamera dan alat perekam canggih lainnya yang bukan hanya suara, tapi gambar bergerak hasil rekaman kehidupan manusia juga bisa tersaksikan generasi setelahnya.

Mereka bisa saja menyangkal, dan itulah wataknya yang suka ngakal-ngakali akalnya, " itukan permisalan di dunia yang tak bisa dibawa ke ranah alam akhirat, karena dunia taklah sama dengan akhirat ". 

Kita katakan bahwa siapa yang mengatakan dunia sama dengan akhirat, atau harimau sama dengan manusia, tapi kita tak menafikan adanya analogi yang harus di terima akal. Dalam bahasa syariat adanya kias yang bisa dijadikan dalil akan kebenaran sesuatu.

Manusia bukanlah singa, dan siapa yang mau disamakan dengan singa. Tapi antara keduanya ada kesamaan meski hakikatnya jauh berbeda. Mata misalnya, keduanya memiliki organ yang sama yang dinamakan mata, tapi hakikatnya berbeda. Itu antara makhluk di dunia. Dan permisalan apa yang ada di akhirat dengan kehidupan dunia min babil aula [ lebih utama ].

Kalau di dunia saja ada benda yang tanpa mulut saja bisa bersuara dan ngomong, maka persaksian anggota tubuh selain lisan akan amalnya di dunia lebih layak untuk bisa bersuara dan ngomong meski tanpa lisan terpunyakan.

Betapa banyak permisalan yang Allah berikan pada hamba-Nya, semua itu agar akal manusia bisa berfikir dan menghayatinya. Akal manusia terbatas dan berkadar, maka pergunakan akal itu sekadarnya. Jika tidak, akal tidak lagi terbatas dan berkadar, ia malah akan terbablas dan berkarat.

Tersebab itulah Allah mengutus para Rasul dan menurunkan beberapa kitab-Nya kepada umat manusia. Tujuannya sebagai penuntun dan rambu-rambu agar manusia tak tersesatkan akalnya. Akhirnya selamatlah ia dalam perjalanan peribadatan kepada-Nya.

Wallohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers