Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Asamu Yang Tak Bertepi


Berbicara asa berarti berbicara keinginan, harapan, cita-cita dan masa depan. Semua manusia termasuk anda pasti memiliki asa dan keinginan, harapan atau cita-cita, dan masa depan. Dan itulah kelebihan yang Allah titipkan kepadamu dan juga manusia lainnya. Tanpa asa kau ibarat patung, berwujud adanya tapi tak terlihat manfaat berarti darinya, hanya menjadi objek pandangan atau hiburan belaka.

Asamu adalah modal berharga hidupmu, tanpanya kau takkan pernah hidup maju, hanya manusia yang ber-asa tinggi yang bisa mendaki puncak gunung yang tinggi, hanya manusia yang ber-asa tinggi yang ingin maju, dengan asamu kau tahu siapa kamu dan akan menjadi apa kamu kelak.

Semua insan berasa, berasa tinggi menggunung bahkan melangit, tapi berapa banyak asamu teriringi karyamu, berapa banyak harapanmu terwujud dalam usahamu, kau berasa ini dan itu, tapi kau enggan merajut benangnya, dan kau malas meraut ketumpulanmu.

Dan banyak pula mereka yang berasa tinggi, lalu ia wujudkan dalam kerja dan usaha nyatanya, dan ia pun bisa meraih dan merasakan apa yang dulu menjadi asanya.

Asamu yang tinggi hanya bisa diraih dengan usahamu yang tinggi pula, diiringi rasa sabar, kerja keras, fokus, dan tidak mudah tergoda oleh hal lain yang akan menggagalkan harapanmu. Tanpa itu semua, kau hanya ber-asa dan ber-asa di masa emasmu, yang akan menjadi kenangan pahit kala masa senjamu telah menyapamu.

Ber-asalah kamu dengan asa yang baik pula tinggi, karena kebaikan dalam asamu akan menjadikan baik pula dirimu, karena tinggi dalam asamu akan mengangkatmu tinggi nantinya.

Manusia ber-asa dan asa manusia tak bertepi, semakin tinggi ia meraih asanya semakin ingin tinggi lagi dirinya untuk terbang melayang, semakin jauh ia terayun dalam langkahnya semakin ingin lagi dirinya melangkah jauh dari sebelumnya, karena asa manusia tak bertepi, dan ia hanya bisa terakhiri oleh kematian, seandai ia takkan pernah mati dan terus hidup selamanya, seiring itu pula ia takkan pernah menepikan asanya ke bantaran atau ketepian.

Contoh,

[ 1 ] Dulu saat kau masih balita, pasti terbesit bisa sekolah TK seperti temanmu yang setiap hari naik sepeda diantar ibunya berangkat sekolah, akhirnya kau pun bisa berseragam TK seperti harapanmu itu, dan setelah berlalu lebih setahun belajar membaca dan menulis di TK, kau berharap bisa segera berseragam putih merah seperti kakakmu, dan setelah kau benar-benar berseragam putih merah, kau pun sudah mulai bosan dan ingin sekali berganti seragam putih biru, akhirnya asamu dengan seragam itu tercapai pula, dan kini kau mulai bosan lagi dengan seragam itu dan sudah bersyahwat untuk memakai seragam putih abu-abu, akhirnya kau pun mendapatkan seragam itu dan bisa memakainya setiap hari.

Setelah bermasa hampir enam tahun dengan tiga seragam yang berbeda warnanya, kau pun mulai bosan dan ingin sekali melepas seragam itu dan bebas berbusana tanpa harus seragam terkenakan dalam menimba ilmunya, dan akhirnya dengan segala usaha kau pun bisa belajar di jenjang kuliah tanpa harus berseragam seperti dulu. Saat kau dalam meraih gelar sarjananya, kau pun mulai bosan dan hendak segera meraih gelar magister, kemudian doktor, profesor dan apalagi setelahnya. Terus dan terus kau ber-asa, meraih asa yang satu kemudian meninggalkannya dan beralih ke asa yang lain. Begitulah asa manusia yang tak bertepi, dan hanya terakhiri oleh mati.

[ 2 ] Kau berkerja dan dapatkan darinya beberapa koin rupiah saja, kau pun belum puas dan harus bisa meraih beberapa kertas bernilai seribu rupiah, kau pun terus berusaha setelah mampumu mendapatkan kertas bernilai seribu, agar besok kau bisa mendapatkan kertas bernilai sepuluh ribu, dan besoknya lagi berharap bisa menggenggam kertas ratusan ribu, dan seterusnya sampai kau bisa meraup tumpukan uang ratusan ribu hingga tak berbilang lagi. Dan sampai kau bisa meraih tumpukan uang yang tak berbilang jari, kau pun masih berharap tumpukan semisalnya yang lebih banyak lagi. Dan seterusnya sampai asamu akan tumpukan uang terkubur oleh tanah tempatmu berpijak.

[ 3 ] Kau berharap satu, setelah kau dapatkan satu itu, kau inginkan dua, setelah kau raih dua itu, kau inginkan tiga, dan seterusnya sampai kau inginkan bilangan yang tak lagi berbilang angka dalam nyata.

[ 4 ] Kau ingin yang kecil, setelah kecil kau raih, kau berharap dapat yang besar, dan setelah itu kau bersyahwat untuk bisa meraih yang lebih besar lagi, dan lebih besar lagi, hingga yang dulunya besar sudah tak terasa kecil adanya. 

Begitulah asa manusia yang tak akan pernah bertepi dalam hayatnya, hanya kematianlah yang bisa memupus asa itu, dan hanya tanahlah yang bisa mengubur asamu itu.

Ber-asalah selagi kau masih berkesempatan untuk ber-asa, karena itulah sejatinya dirimu, tanpa asa kau bukanlah manusia, tanpa asa kau bukanlah siapa-siapa dan takkan pernah menjadi siapa-siapa, tanpa asa kau hanya menjadi patung manusia atau bangkai berjalan yang tiada berarti sama sekali.

Kau boleh ber-asa setinggi apapun, pula tak ada yang melarang kau ber-asa seluas samudera yang ada, karena dengan asamu kau akan terpuji, dan karena asamu kau pula akan tercela.

Asamu akan menjadikanmu terpuji, di saat asamu menjadikan motivasi yang menggiringmu untuk semangat hidup dan berkarya demi tercapainya asa itu. Dan asa itu akan mewarnaimu dengan kecelaan di saat kau hanya ber-asa dan berpangku tangan, enggan berpayah diri, tidak mau bersabar, dan anti dengan kepahitan yang akan mengantarmu mencapai asa itu. Asa yang teriringi usaha adalah asa yang layak dipuji, dan ia adalah asa yang akan mengangkatmu dalam derajat yang terpuji pula. Dan asa yang tanpa teriringi usaha atau karya adalah asa yang layak dicela, dan asa inilah yang akan membawamu tetap dalam keterpurukan dan penyeselaan di kemudian.

Tapi, ada satu yang perlu diingat, bahwa kau hanya bisa ber-asa, adapun hasil apa yang kau harapkan bukanlah hakmu untuk menentukan, ia adalah hak yang Menciptakanmu. Namun hal itu bukan berarti telah menutup hasratmu dalam ber-asa atau bercita-cita, karena dalam pandangan Ilahi bukan hasil yang kau capai, tapi usahamu dalam mencapai asamu adalah neraca yang akan menjadi pertimbangan-Nya kelak di akhirat.

Dialah yang Maha Tahu dan Maha lembut, tahu apa yang terbaik bagimu meski ia teranggap tak sesuai dengan asamu, tahu apa yang terburuk bagimu meski kau anggap ia adalah asamu yang paling kau idamkan dalam hidupmu. 

Jadi, BERBAIK SANGKALAH KAMU KEPADA ALLAH dalam segala hal yang kau terima meski ia terasa tak sesuai dengan asamu. Karena di balik itu semua tersimpan beribu hikmah dan kelembutan ibrah [ pelajaran ] yang sangat berfaidah, baik untuk dirimu ataupun untuk manusia yang lain.

Wallohu a'lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers