Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Merobek Rajah [ Jimat ] Keramat


Tak terasa ayamul ikhtibar [ masa ujian / UAS ] sudah sepekan berlalu, serasanya kemarin baru melihat jadwal terpampang di papan pengumuman, ternyata itu adalah sepekan lebih yang lalu. 

Dan kini ikhtibar tersisa dua hari, selepas itu saya dan sobatku yang lainnya tinggal dalam penantian lulus nilai semester atau tidak, yang berusaha sungguh-sungguh tentu akan lulus dengan nilai baik, yang setengah-setengah dalam belajar, nilainya juga tak jauh dari kata setengah, yang malas atau asal-asalan, nilainya juga malas banyak-banyak, untuk setengah saja berat kayaknya, ya ikutan asal-asalan jadinya. 

Terimalah nilai apa adanya, bersyukurlah jika nilaimu baik, terlebih istimewa [ mumtaz ], dan jika setengah atau lebih rendah yang memaksamu tinggal lebih lama lagi bermasa belajar di kampus, atau setidaknya harus her [ ujian ulang beberapa materi setelahnya ] bersyukur pulalah kau dan jangan kau cela melainkan dirimu sendiri. Karena banyak hikmah pula kelembutan lain dari-Nya di balik hasil yang kau terima nantinya.

NILAIMU ADALAH USAHAMU, NILAIMU CERMIN KESUNGGUHAN AMALMU.

Dalam sebuah kaidah pula di sebutkan,

الجزاء من جنس العمل

[ Balasan itu [ diberikan ] sesuai kadar amal [ usaha yang dilakukan ].

Dan selama ikhtibar [ ujian ] yang hampir final ini, saya sedikit terasa dongkol alias kesal hatinya, bukan karena saya belum dapet kiriman dari rumah, melainkan melihat ikhtibar yang tidak FAIR dari kelakuan beberapa kawan, terlebih kawan ini kakak kelas semester tujuh, selisih satu tingkat di atas saya.

Kerap kali anak ini membuka catatan yang disimpan di balik jaket besarnya. Matanya terbelalak tajam berlari-lari mencari celah kesempatan aman mencontek. Yang menjadi pusat perhatiannya gerak gerik dua dosen pengawas dan bukan konsent menguras otak menggali jawaban. Gayanya terlihat serius menjawab soal yang super sulit, tapi di balik gaya seriusnya, ia kerap tengok kanan, kiri, atau depan [ karena ia duduk di kursi paling akhir ], matanya lirak lirik persis musang atau tikus yang hendak mencuri makanan, ya ternyata ia hendak maling jawaban.

Kawan ini duduk persis di kursi samping kananku, tampangnya sih ganteng enak di sawang dan gak sepet, tapi lihat tingkahnya saat ujian berlangsung, mataku terasa sepet, hati medongkol, dan pengin gampar tuh orang. 

Mungkin anda boleh berkata, " ngapain ngurusin orang lain, dah sibukin aje diri ente ngerjain soal tuh, wong ini kerjaan ane, ngapain malah ente yang pusing " 
Saya gak pusing kok lihat ente berlaga seperti itu, hanya kelicikan dan ketidakfairan kamu dalam meraup nilai yang pengen aku menggampar ragamu, baik atau buruk nilaimu juga tak berpengaruh pada nilaiku, terlebih kau tak sekelas, atau sejenjang, dan hanya sekampus. 

Tapi kelakuanmu itu berpengaruh pada kenyamanku menggarap soal ujian, kalau kau anggap " wong saya yang nanggung dosanya, ngapain lu musti pusing sendiri. " Boleh aja lu berkata seperti itu, tapi sejatinya tak layak tertutur dari lisanmu, terlebih kau adalah Tholib ulum Syar'i, yang tahu mana yang benar maupun salah.

Itu [ mencuri jawaban ] lebih pantas kau tinggalkan daripada mereka para pelajar sekolah yang masih ingusan tentang ulum syar'i [ ini tak menjustifikasi akan bolehnya maling jawaban saat ujian, ya sekedar komparasi saja ]. 

Maling jawaban saat ujian tetaplah haram, yang namanya maling tetaplah maling, karena ia adalah sebuah kelicikan dan penipuan, Rasulullah sendiri telah mengancam keburukan itu dalam sabdanya,

من غش فليس منا

[ Barangsiapa menipu [ berbuat licik atau kecurangan ], ia bukanlah dari golonganku ]. [ 1 ]

Inikah cara anda meraup nilai atau kelulusan, kau utamakan nilai baik berbalut dosa daripada nilai biasa berselimut pahala. Apa guna nilai baik hasil kepicikan diri ! Apa guna kelulusan lewat jalan kecurangan ! 

Mungkin anda anggap ini biasa atau kecil dalam dosa, dan ini jelas tercela. Tapi jika menjadi kebiasaan, ini yang lebih tercela. Dan lebih tercela lagi jika kebiasan itu menjadi tabiatmu, ini sangat berbahaya dan sulit untuk dihilangkan. 

Kebiasaan berawal dari keseringan berbuat sesuatu yang kau anggap biasa atau sepele, jika sesuatu itu baik maka hal itu menjadi kebiasaan yang terpuji dan luar biasa. Tapi jika sesuatu itu buruk, maka itu adalah SESUATU, sesuatu dari kebiasan yang buruk dan sangat luar binasa.

Berjujurlah kawan, meski pahit terasa awalnya. Tapi ia akan berakhir manis kemudian. Kalau tak percaya, rasakan sendiri, kepuasan batin mendapat nilai baik dengan jujur dan nilai baik saat diperoleh lewat jalur kepicikanmu, maka jauh lebih terpuaskan mana batinmu ? Jawaban ijma ada pada point pertama, pastinya kan!

Oke, jika kau tetap anggap itu sepele, ketahuilah itu kepuasan batinmu yang perlu dikoreksi, dan di akhirat kelak kau tak bisa berkilah lagi, kau akan sesali dan terima nilaimu yang sesungguhnya dari Yang Maha Adil.

Itulah nilaimu yang sejatinya pantas kau terima sedari dulu !

Wallohu a’lam bishowab


=================

[ 1 ] HR. Muslim [ 102 ] dan At-Tirmidzi [ 1315 ]
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers