Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Obat Bagi Yang Dimabuk Cinta

Cinta ibarat sebuah khamer, jikalau khamer akan memabukkan anggota tubuhnya, maka cinta akan menjadikan hatinya termabukkan oleh angan-angan dan obsesi akan sang kekasihnya. Orang yang mabuk karena khamer, maka akalnya akan tertutup, pikirannya melayang, terhalusinasi dan terbang membawa obsesi yang tak jelas, serta kerap melakukan sesuatu yang aneh, bahkan hingga kejahatan pun tak segan-segan ia lakukan.

Pula dengan orang yang dimabuk cinta, hati dan akalnya sering kali menjadi buta, ia pun mau melakukan apa saja demi bertemu sang kekasihnya, rela mengorbankan nyawanya hanya demi mempertahankan kekasihnya tetap tersandingkan di sisinya, bahkan tak jarang seorang wanita merelakan kehormatan sucinya dirampas karena terbelai oleh rayuan cinta yang menggombal dari mulut-mulut para lelaki yang rakus.

Inilah gambaran kecil seorang yang dimabuk asmara, ia juga kerap menjadi penyulut api peperangan, pertikaian, permusuhan, bahkan hingga pembunuhan antara mereka yang saling berebut cinta dalam lautan mabuk asmara.

Oleh karena itu, penyakit ini harus segera diobati agar tidak terus menyebarkan keburukan dan kemudharatan di tengah-tengah masyarakat.

Adapun mereka yang benar-benar telah dimabuk cinta, sementara dirinya telah mampu untuk menikah secara lahir maupun batin, sudah cukup umur dan siap secara mental maupun biologis, maka tidak ada obat lain untuk meredam asmaranya melainkan harus segera menikah. Janganlah mengakhirkan lagi dirinya dari menikah.

Rasulullah telah bersabda :

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah memiliki kemampuan [lahir dan batin untuk menikah], maka menikahlah. Karena hal itu lebih menjaga pandangan mata, dan lebih menjaga kemaluannya. Dan barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa. Karena ia adalah perisai baginya.”[1]

Hendaknya pula, dalam mencari calon pasangan hidupnya itu harus sesuai konsep syar’I yang akan dijelaskan nanti pada bab-nya tersendiri. Janganlah malah menceburkan dirinya ke dalam lingkaran api pacaran untuk mencari dan menemukan jodohnya di sana. Karena hal ini akan menjadikan dirinya terjerumus dalam keburukan-keburukan lain yang akan merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

Adapun bagi mereka pemuda/pemudi yang sedang dimabuk cinta, sementara dirinya belum mendapati kemampuan untuk menikah, padahal secara umur, mental maupun biologis telah layak untuk menikah, maka hendaknya ia memperbanyak puasa. Karena puasa adalah tameng diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan keji dan perbuatan dosa lainnya, puasa juga akan meredam gejolak asmara yang ada dalam hatinya.

Sementara para remaja maupun anak-anak yang telah mengenal asmara yang terkadang dibuat mabuk olehnya, hendaknya sadar dan berusaha keras, bahwa janganlah sekali-kali mencoba untuk menyentuh bara api pacaran, karena pacaran bisa membakar kebaikan dan kemuliaan dirinya, pacaran juga merupakan racun yang akan membinasakan para peminumnya.

Di samping itu, bagi para pemuda/pemudi yang sedang dimabuk cinta yang merasa belum mampu untuk menikah, juga para remaja yang sedang dimabuk asmara padahal dirinya belum layak secara mental, umur dan biologis untuk menikah, janganlah sekali-kali mengobati mabuk cintanya dengan jalan pacaran. Hendaknya mereka melakukan beberapa hal di bawah ini sebagai penawar bagi gejolak asmaranya dan agar dirinya tidak terjerumus dalam keburukan maupun perbuatan dosa:

1. Berusaha ikhlas dalam beribadah

Ikhlas dalam beribadah ialah mengamalkan sebuah ibadah semata-mata mengharapkan keridhaan Allah. Ia adalah konsekuensi dari syahadat Laailaahaillallah. Ikhlas merupakan salah satu pilar utama dalam beribadah kepada Allah. Karena tanpanya sebuah ibadah itu tidak akan diterima oleh Allah. Allah berfirman :

“Maka siapa yang mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi : 110)

Keikhlasan dalam beribadah juga akan membuahkan pengaruh yang sangat baik bagi pelakunya dalam kehidupan sehari-hari. Karena dirinya tahu kepada siapa ia beribadah, apa saja perkara yang diridhai dan dibenci oleh-Nya, konsekuensi apa yang akan diterima dari ketaatan maupun pembangkangan terhadap-Nya.

Oleh Karena itu, memupuk keikhlasan dan berusaha untuk senantiasa ikhlas dalam beribadah sangat penting bagi pengendalian diri, nafsu dan syahwatnya agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa maupun kemaksiatan yang lain, terlebih di saat dirinya sedang dimabuk asmara. Sehingga ia pun tidak mau tercebur dalam buruknya dunia pacaran.

Adapun untuk memenej gejolak cintanya, maka yang ia lakukan adalah melakukan amalan-amalan yang diridhai oleh Allah. Dan bukan malah menyalurkannya pada hal-hal yang haram maupun terlarang.

2. Banyak berdo’a kepada Allah

Allah adalah Dzat tempat mengadukan segala permasalahan yang menimpa seorang hamba, Dzat Yang Maha Mendengar do’a dan seruan yang dilantunkan oleh lisan-lisan makhluk-Nya, dan Dia juga Dzat yang akan mengabulkan setiap do’a yang dipanjatkan oleh para hamba-hamba-Nya.

Allah berfirman :

“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.” (QS. Ghafir : 60)

Seorang penyair bersenandung syair :[2]

لَا تَسْأَلَنَّ بَنِي آدَمَ حَاجَةً وَسَلِ الَّذِي أَبْوَابُهُ لَا تَحْجَبُ

اللهُ يَغْضَبُ إِنْ تَرَكْتَ سُؤَالَهُ وَإِذَا سَأَلْتَ بَنِي آدَمَ يَغْضَبُ


Janganlah kamu meminta kebutuhanmu kepada anak Adam
Mintalah hanya kepada yang pintu-pintu-Nya tak pernah tertutup

Allah akan murka jika kamu meninggalkan munajat kepada-Nya
Sedangkan anak Adam, akan murka jika kamu memohon kepadanya


Inilah janji Allah terhadap para hamba-Nya yang berdo’a kepada-Nya. Dan do’a adalah senjatanya orang-orang mukmin. Dengan do’a inilah seorang mukmin akan tegar dan tidak mudah terjerumus ke dalam perbuatan haram. Karena dirinya yakin bahwa Allah adalah sebaik-baik penolong baginya, satu-satu-Nya Dzat yang senantiasa mengawasi setiap aktivitas para hamba-Nya, dan segala sesuatu dari yang kecil sampai yang besar tak akan lepas dari pengawasan maupun penglihatan Allah. Semua itu akan mendapatkan balasan dari-Nya. Yang baik akan mendapatkan yang baik, sementara yang buruk akan dibalas dengan balasan yang setimpal baginya.

Demikianlah, dengan memperbanyak do’a maka hal itu akan menelurkan sikap muroqabah (selalu merasa diawasi oleh Allah). Ini adalah sikap yang akan menjadikan diri seseorang selalu mawas diri dan tidak mudah terjerumus dalam perbuatan dosa.

Syaikh Utsaimin menyebutkan beberapa adab dalam berdo’a agar do’anya dikabulkan, di antaranya ialah menjauhi perkara yang haram, seperti memakan makanan yang haram, berdusta dan yang semisalnya. Karena perkara-perkara haram itu akan menjadikan do’a tidak terkabulkan. [3]

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah :

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا


“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak akan menerima melainkan yang baik-baik.” [4]

Apabila dirinya mengerti bahwa salah satu syarat dikabulkannya do’a adalah menjauhi perkara-perkara haram. Maka hal itu akan menjadikan dirinya lebih berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan haram dan dosa. Oleh karena itu, seseorang yang sedang dimabuk asmara hendaknya memperbanyak do’a untuk kebaikan dirinya dan agar Allah menjauhkan keburukan dari tubuhnya, serta mengindahkan adab-adab dalam berdo’a agar do’anya dikabulkan oleh Allah, seperti menjauhi perbuatan-perbuatan haram dan dosa.

3. Rajin memenej pandangan

Menundukkan pandangan dan menjaganya dari perkara-perkara haram adalah sebuah kemuliaan. Barangsiapa mampu untuk memenej pandangannya, berarti ia mampu untuk meredam gejolak asmara maupun syahwat yang ada dalam hatinya agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa. oleh karena itu, Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya Allah telah menjadikan mata sebagai cermin bagi hatinya, jika seorang hamba menahan pandangannya, berarti ia telah menahan hatinya dari syahwat dan keinginannya. Dan apabila ia mengumbar pandangannya, maka ia pun telah mengumbar hatinya dari syahwatnya.”[5]

Ibnu Abbas berkata, “Setan dalam diri seorang laki-laki bersarang di tiga hal, dalam pandangan, hati dan kemaluannya. Adapun dalam diri wanita ia berada dalam pandangan, hati dan kelemahannya.”[6]

Seorang penyair berkata : [7]

نَظَرُ العُيُوْنِ إِلَى العُيُوْنِ هُوَ الَّذِي جَعَلَ الْهَلَاكَ إِلَى الفُؤَادِ سَبِيْلًا

مَا زَالَتِ اللَّحَظَاتُ تَغْزُو قَلْبَهُ حَتَّى تُشْحَطَ فِيْهِنَّ قَتِيْلًا


Pandangan mata yang satu dan yang lainnya
Adalah yang menjadikan jalan kehancuran bagi hati

Pandangan itu pun senantiasa menyerang hatinya
Hingga ia terbakar dan akhirnya mati


Oleh karena itu, hendaklah seorang yang sedang dimabuk asmara untuk lebih rajin menjaga pandangan matanya. Karena dengan menjaganya dari pandangan yang haram, maka sejatinya ia telah meredam dan menutup pintu syahwatnya agar tidak menyeret dirinya terjerumus dalam keburukan lainnya. Karena mata adalah pintu bagi hatinya, dan antara mata dan hati memiliki keterkaitan yang sangat kuat.

Bahkan Rasulullah menjanjikan bagi mereka yang memalingkan pandangan matanya dari hal-hal yang haram, maka Allah akan menggantinya dengan kelezatan iman dalam hatinya.

Rasulullah telah bersabda :

إِنَّ النَّظْرَةَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومٌ، مَن تَرَكَهَا مَخَافَتِي أَبْدَلْتُهُ إِيمَانًا يَجِدُ حَلاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ


“Sesungguhnya pandangan mata adalah salah satu anak panah iblis yang beracun. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepadaku, niscaya aku ganti dengan keimanan yang terasa lezat dalam hatinya.”[8]

4. Lebih giat menyibukkan diri

Menyibukkan diri dengan beragam aktivitas yang bermanfaat akan menekan gejolak syahwat maupun asmaranya. Hal itu karena hati dan pikirannya telah disibukkan oleh aktivitas lain, sehingga tidak ada lagi ruang kosong untuk berangan-angan ataupun tenggelam dalam lamunan akibat asmara yang sedang menyelimutinya.

Isilah waktu-waktu luangnya dengan kegiatan yang bermanfaat bagi diri maupun orang lain, bisa berupa membaca buku-buku yang sarat motivasi dan inspirasi, membaca buku-buku islam, menulis artikel, membaca al-Qur’an, menghafal al-Qur’an maupun hadits, berolahraga, berniaga kecil-kecilan, ikut dalam kegiatan kemasyarakatan atau aktivitas sosial, atau kesibukan-kesibukan yang bermanfaat lainnya.

Allah berfirman :

“Maka apabila engkau telah selesai [dari suatu urusan], tetaplah bekerja keras [untuk urusan yang lain]. Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah:7–8)

Rasulullah juga pernah bersabda :

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

“Di antara tanda baiknya islam seseorang ialah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya.” [9]

Ketahuilah, di saat kau sendirian sejatinya kau tidaklah sendirian, tapi Allah selalu mengawasi dan melihat semua gerak-gerikmu, oleh karena itu isilah waktu kosongmu dengan aktivitas manfaat lainnya, janganlah kau isi dengan lamunan atau perbuatan dosa.

Katakanlah kepada jiwamu sebagaimana yang telah dikatakan oleh seorang penyair : [10]

إِذَا مَا خَلَوْتَ الدَّهْرَ يَوْمًا فَلَا تَقُلْ خَلَوْتُ وَلَكِنْ قُلْ عَلَيَّ رَقِيْبُ

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللهَ يَغْفُلُ سَاعَةً وَلَا أَنَّ مَا تُخْفِيْ عَلَيْهِ يَغِيْبُ


Apabila suatu saat engkau sedang (merasa) sendirian
Maka janganlah engkau katakan aku sedang sendiri
Tetapi katakanlah diriku ada yang mengawasi

Jangan sekali-kali engkau mengira bahwa Allah lalai walau sesaat pun
Dan Janganlah (mengira) bahwa apa yang engkau sembunyikan luput dari pengawasan-Nya


5. Memperbanyak istighfar

Memperbanyak istighfar merupakan salah satu cara untuk mengobati gejolak syahwat maupun asmara dalam hatinya. Istighfar adalah bentuk pengakuan akan kehinaan diri, banyakanya dosa dan kesalahan yang telah dilakukan, serta sekaligus sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah.

Oleh karena itu, istighfar memiliki kedudukan yang sangat agung di sisi Allah. Bahkan sebuah kenikmatan yang besar tatkala seorang muslim diuji dengan perbuatan dosa kemudian ia bertaubat dan Allah menerima taubatnya. Seandainya ada kaum yang tidak pernah berbuat dosa, maka Allah pun akan menggantikan mereka dengan kaum yang diuji dengan dosa yang kemudian beristighfar meminta ampun kepada Allah dan Allah mengampuni dosa-dosanya.

Rasulullah pernah bersabda akan urgensi sebuah istighfar :

مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ، جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan membukakan baginya pintu keluar dari setiap kesulitan, memberikan kelapangan dari setiap kegelisahan, dan memberikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.”[11]

6. Menjauhi musik dan film percintaan

Kemajuan teknologi yang sangat menunjang keberadaan alat-alat komunikasi dan informasi yang semakin canggih dan mudah, merupakan karunia dan nikmat yang sangat besar dari Allah. Ia adalah anugerah Ilahi yang harus disyukuri dengan syukur yang sebenar-benarnya.

Akan tetapi, tidak sedikit dari manusia yang menggunakannya untuk hal-hal yang dilarang oleh agama. Sehingga banyak sekali kita temukan sajian-sajian atau tayangan-tayangan, baik yang berbentuk tulisan, gambar maupun film yang tidak layak untuk dikonsumsi.

Menjamurnya musik, gambar, foto, maupun film-film yang beraroma asmara sangatlah berpengaruh terhadap nafsu dan syahwat yang semakin terus bergejolak. Kondisi ini akan menjadikan hatinya terus mengingat terhadap kekasih yang dicintainya. Bahkan tak jarang para remaja maupun anak muda yang meniru gaya hidup maupun kebiasaan tokoh yang diperankan oleh para artis yang ditontonnya dari film-film maupun sinetron asmara.

Inilah sebenarnya pendidikan praktis yang membentuk karakter, pola pikir dan kepribadian seseorang. Semakin banyak ia menyantap tayangan-tayangan yang tidak mendidik akhlak dan mental, maka secara tidak langsung dirinya sedang belajar dan berusaha untuk meniru kebiasaan yang ada dalam tontonan itu. Terlebih jika dirinya belum memiliki modal pengetahuan agama yang cukup. Kebiasaan ini akan membangkitkan nafsu dan gejolak asmaranya terus bertambah.

Jika hal itu dibiarkan terus liar, maka dirinya tak segan-segan untuk terjun ke dunia pacaran sebagai bentuk pelarian gejolak asmara dalam hatinya. Ini semua berawal dari kebiasaan sering mendengar musik maupun film-film yang bergenre asmara maupun cinta. Karena inti dari musik maupun film-film itu hanya menggambarkan dunia pacaran dan perjalanan asmara para tokoh-tokohnya.

Oleh karena itu, jauhilah musik, sinetron, maupun film-film yang beraroma asmara agar nafsu dan syahwatnya tidak terus bergejolak dalam hatinya. Apalah ruginya kalau tontonan itu ditinggalkan, justru kebaikanlah yang akan didapatkannya, berupa ketenangan hati, terhindar dari tontonan yang haram dan mengandung dosa, tidak tercebur dalam kesia-siaan, dan hidup akan lebih bermakna dengan melakukan amalan-amalan yang bermanfaat lainnya.

Allah berfirman

“Dan dii antara manuisa [ada] orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan [manusia] dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6)

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Nyanyian itu menumbuhkan benih nifaq dalam hati.” Demikian juga apa yang dikatakan oleh Mujahid. Dan beliau menambahkan, “Maksud Lahwal hadits [percakapan kosong] dalam ayat ialah mendengarkan nyanyian dan yang semisalnya dari kebatilan.” Al-Hasan berkata, “Lahwal hadits ialah alat musik dan nyanyian.” Al-Qasim bin Muhammad berkata, “Nyanyian adalah sebuah kebatilan, dan kebatilan itu tempatnya neraka.”[12]

Rasulullah juga pernah bersabda :

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ، يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ وَالحَرِيرَ، وَالخَمْرَ وَالمَعَازِفَ

“Sungguh, akan ada dari umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamer, dan alat musik.” [13]

Berdasarkan atsar dan perkataan para salaf di atas, para ulama berkesimpulan akan haramnya nyanyian dan alat musik.[14] Sehingga, seorang muslim yang mengharapkan kebaikan bagi diri dan agamanya, hendaknya untuk menjauhi musik, nyanyian maupun film-film asmara. Karena semua hal itu tidaklah membawa kebaikan sama sekali bagi diri maupun agamanya, justru keburukanlah yang akan didapatkan darinya.



--------------------------------------------
[1] HR. Bukhari (5065)
[2] Tazkiyatun Nafs, hal 55
[3] Syarh Riyadus Shalihin, Syaikh Ibnu Utsaimin, 6/9
[4] HR. Muslim (1015)
[5] Raudhatul Muhibbin Wa Nazhatul Musytaaqqin, Ibnul Qayyim, hal 92
[6] Ibid, hal 95
[7] Ibid, hal 107
[8] HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-kabir (10362)
[9] HR. At-Tirmidzi (2317) dan Ibnu Majah (3976)
[10] Homoseks, Bahaya dan Solusinya, hal 77
[11] HR. Abu Dawud (1518) dan Ibnu Majah (3819)
[12] Tafsir Al-Qurthubi, Imam Al-Qurthubi, 14/52
[13] HR. Bukhari (5590)
[14] Tafsir Al-Qurthubi, Imam Al-Qurthubi, 14/54
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers