Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Musibah Dalam Secercah Muhasabah

Di mana-mana hujan, beberapa tempat direndam banjir dan bumi nusantara seolah-olah sedang dirundung
kemurungan. Inilah yang diilustrasikan oleh sebagian orang. Dan Itulah yang kerap kita dengar dan baca dari beberapa warta yang publikasikan baik lewat media cetak atau elektronik.

Sebagian manusia yang selamat dari rendaman banjir menutup mata melihat fenomena ini, sebagian lain merasa miris dan empati, dan sebagian lainnya menghujat, menghardik para penguasa dan menagih janji-janji mereka.

Adapun yang menjadi korban banjir, sebagian pasrah sembari mengeluh akan nasibnya, sebagian lain menangis menumpahkan rasa sedih sembari menyalahkan lambannya kerja para penguasa, sebagian lain hanya bisa terdiam menatap harta bendanya diselimuti air berhari-hari, dan sebagian lain berusaha introsepksi diri dan teringat akan kelalaian dan perbuatan dosanya selama ini.

Masing-masing memiliki sikap yang beragam dalam menghadapi fenomena ini. Sebagian tidak segan-segan menyalahkan hujan, yang lain menyudutkan kinerja penguasa yang lamban dan tidak peduli akan nasib rakyat, dan sebagian lain menyalahkan perilaku masyarakat.

Apa salah rintikan hujan!

Ketahuilah, tiada yang salah dengan turunnya hujan yang menyelimuti seantero nusantara ini. Turunnya hujan adalah isyarat rahmat Allah atas seluruh makhluknya di atas permukaan bumi seluruhnya. Tiada setetes hujan yang menimpah suatu negeri, melainkan Allah sedang menurunkan rahmat atas penduduk negeri tersebut.

Mengeluh dan menyalahkan hujan, adalah sikap salah dan keterlaluan. Tidak menyadari bahwa rahmat Allah sedang menghampirinya.

Ada yang mengeluh, karena hujan jemuran pun berhari-hari tak bisa dikeringkan. Karena hujan, ia telah menghambat kerja maupun aktivitas keseharian. Karena hujan, banyak kegiatan menjadi tidak meriah, bahkan tertunda atau diliburkan. Karena hujan, acara tamasya pun menjadi tidak mengasyikan. Dan apa pun itu namanya, tidak sedikit yang mengeluh dan menyalahkan hujan.

Bukannya berdo’a dan memohon agar hujan benar-benar turun membawa manfaat yang besar, justru perkara-perkara sepele itu mengubur dirinya dari bersikap bijak dan rasa syukur atas nikmat-nikmat Rabbnya.

Itulah kebanyakan sifat manusia, jauh melihat kepada kemanfaatan pribadinya daripada melihat kebutuhan makhluk lainnya. Tidakkah ia melihat betapa banyak negeri-negeri lain yang dilanda kekeringan dan sangat mengarap tetesan-tetesan air hujan. Berapa banyak makhluk-makhluk Allah lainnya, dari bangsa jin dan hewan yang sangat gembira dan tersenyum merekah tatkala mendung langit pertanda hujan manyapa mereka. Terlebih jika hujan telah menyelimuti mereka. Tidakkah ia merasakan apa yang mereka butuhkan, mengapa ia tidak mengerti apa yang mereka harapkan.

Mencela hujan = mencela rahmat Allah

Janganlah mencela dan menyalahkan hujan karena ia adalah rahmat Allah yang diturunkan. Ucapkanlah rasa syukur dan panjatkanlah do’a menyambut hujan sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Bersikaplah bijak dan positif terhadap setiap kejadian yang menimpa dirinya dan orang lain. Berbaik sangkalah kepada Allah atas apa yang telah ditetapkan untuk umat manusia, meskipun secara zahrinya terasa berat dan buruk dalam pandangan manusia.

Adapun hujan yang terus menerus mengguyur tanah air dan berimbas pada banjirnya di beberapa tempat, jadikanlah ia sebagai musibah yang membawa berkah dan nilai muhasabah. Asal diturunkannya hujan adalah sebuah rahmat, namun kejadian banjir yang tersebar hanyalah konsekuensi perilaku umat manusia yang berbuat kerusakan. Baik perilaku terhadap Rabbnya, terhadap sesama, terhadap hewan dan tetumbuhan, atau perilaku terhadap lingkungan yang sudah sarat tertumpuk keburukan dan jauhnya dari nilai-nilai islam.

Hikmah di balik musibah

Tiadalah musibah menimpa suatu negeri melainkan ulah tangan manusia sendiri yang telah berbuat banyak kerusakan. Semua itu dimaksudkan oleh Allah agar mereka mengambil ibroh (pelajaran) dari perilaku dan perbuatan-perbuatan yang selama ini dilakukannya.

Berbaiklah sangka kepada Allah, tidak musibah yang menimpa dirinya (termasuk banjir) melainkan sebagai pengapus dan pelebur dosa-dosa atau kesalahan yang pernah dilakukannya. Ini juga menjadi indikasi akan rahmat Allah atas dirinya.

Sehingga indah sekali apa yang kita dengar dari perkataan sebagian salaf yang mengatakan:

لو لا مصائب الدنيا لوردنا الآخرة مفلسين

“Andaikata bukan karena musibah-musibah dunia, niscaya kita akan datang pada hari kiamat dalam keadaan bangkrut”

Rasulullah juga pernah bersabda:

ما يصيب المؤمن من وصب ولا نصب ولا هم ولا حزن ولا غم ولا أذى حتى الشوكة يشاكها إلا كفر الله بها من خطاياه

“Tidaklah menimpa seorang mukmin dari rasa sakit (yang berkepanjangan), capek, gundah, sedih, kesusahan hati, dan sesuatu yang menyakitkan – sampai duri yang menusukanya-, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari: 5641)

Muhasabah dalam musibah

Jadikanlah setiap musibah secercah benang untuk bermuhasabah, menilik kembali setiap perilaku baik dan buruk yang telah dilakukan selama ini, kemudian menuju hari dengan amalan yang lebih baik lagi. Jauhilah perbuatan dosa dan maksiat, karena bisa jadi musibah itu tidak hanya akan menimpa orang-orang yang berbuat zalim semata, melainkan akan menimpa seluruhnya, baik yang mukmin atau kafir, yang baik atau buruk, yang adil ataupun yang zalim. Allah berfirman:

واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة واعلموا أن الله شديد العقاب

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal: 25)

Wallohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers