Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Hakikat Cinta

Cinta dalam bahasa arab disebut dengan mahabbah. Sinonim kata cinta dalam bahasa arab
lebih dari 60 kosakata. Hal ini menunjukkan cinta merupakan hal yang agung bagi mereka, selalu didendangkan oleh para penyair dan dilantunkan oleh para pujangga, disebut-sebut di pertemuan-pertemuan. Sama halnya dengan pemujaan mereka terhadap kedermawanan dan keberanian sehinga lafadz singa, pedang, khamr bagi mereka orang arab mempunyai ratusan sinonim.[1]

Ibnu Hazm berkata, “Cinta - semoga Allah memuliakanmu - mulanya adalah gurauan dan akhirnya serius. Sulit membuat definisi yang benar tentang cinta dan memahami hakikatnya, kecuali setelah bersusah payah dalam mengetahuinya. Dan cinta bukanlah dari perkara yang terlarang dalam agama, karena hati di tangan Allah dan banyak yang telah jatuh cinta dari kalangan Khalifah dan Imam.”[2]

Cinta adalah anugerah Ilahi, pelita kehidupan, nikmat yang tiada terhingga, dan kesejukan kala gersang membahana. Tanpa cinta manusia takkan pernah mengenal baik saudaranya. Tanpa cinta tetumbuhan pun takkan pernah merasakan sejuknya dunia. Tanpa cinta hewan pun tiada pernah menikmati keindahan alam yang menjadi tempat tinggalnya.

Demikianlah kedudukan cinta, bahkan cinta merupakan salah satu pilar utama dalam beribadah kepada Allah Rabb alam semesta. Tanpanya seorang hamba tidak akan pernah mengenal nilai ketaatan maupun ketundukan, karena cinta itu mengalirkan sebuah kehinaan diri dihadapan yang dicintainya yang akhirnya membuahkan sebuah ketaatan terhadapnya.

Apalah arti sebuah ibadah kepada Allah tanpa dibarengi rasa cinta kepada-Nya. Akankah terlihat darinya sebuah ketundukan, ketaatan dan kehinaan dalam penghambaan diri kepada-Nya. Secara naluri jelas tidak akan terpancar darinya rasa ketundukan maupun kehinaan dalam ibadah kepada-Nya. Begitulah cinta yang menjadi anugerah berharga bagi seorang hamba, ia pula sebuah karunia yang mengalir sesuai naluri setiap makhluk-Nya.

Ibnul Qayyim berkata, “Kesempurnaan cinta ialah penghambaan diri, kehinaan, ketundukan, dan ketaatan terhadap yang dicintainya. Inilah sejatinya cinta yang dengannya diciptakan langit dan bumi, dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah :

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia.” (QS. Shaad : 27)

“Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud).” (QS. Al-Mu’minun : 115) [3]

Seorang penyair bersenandung :[4]

وَكُنْ لِرَبِّكَ ذَا حُبٍّ لِتَخْدُمَهُ إِنَّ الْمُحِبِّيْنَ لِلْأَحْبَابِ خَدَّامٌ

Jadilah kau pecinta Rabbmu untuk berkhidmat kepada-Nya
Sesungguhnya orang yang mencintai adalah pelayan bagi yang dicintainya


Abdullah bin Mubarak juga bersyair : [5]

تُعْصِي الإِلَهَ وَأَنْتَ تَزْعُمُ حُبَّهُ هَذَا لَعُمْرِيْ فِي الْقِيَاسِ شَنِيْعٌ

لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقًا لَأَطَعْتَهُ إِنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعٌ

Engkau bermaksiat kepada Allah, tapi katamu kau mencintai-Nya
Sungguh ini adalah qiyas yang keliru

Kalaulah benar cintamu kepada-Nya, kau pasti mentaati-Nya
Sebab ……. Pecinta itu pasti taat kepada yang dicintainya


Semua cinta di atas kecintaan kepada Allah itulah cinta hakiki, semua cinta yang mengantarkan seseorang kepada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya itulah cinta yang sebenarnya. Karena cinta adalah kesucian, pengorbanan, keteguhan dalam memegang janji dan keikhlasan dalam melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan Allah.

Cinta adalah akad dan perjanjian …..
Cinta adalah airnya kehidupan bahkan ia adalah rahasia kehidupan …..
Cinta adalah kelezatan ruh bahkan ia adalah ruh kehidupan

Dengan cinta menjadi terang semua kegelapan …..
Akan cerah kehidupan ……akan menari hati …. Dan akan bersih qalbu ….
Dengan cinta semua kesalahan akan dimaafkan …
Dengan cinta semua kelalaian akan diampunkan ….
Dengan cinta akan dibesarkan makna kebaikan ……

Kalaulah bukan dengan cinta, maka tidak akan saling meliuk satu dahan dengan dahan yang lainnya….

Kalaulah bukan karena cinta tidak akan merunduk rusa betina kepada pejantannya, tidak akan menangis tanah yang kering terhadap awan yang hitam, dan bumi tidak akan tertawa terhadap bunga pada musim semi …….
[6]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Cinta yang terpuji ialah cinta yang bermanfaat yang menghadirkan kemanfaatan bagi si pemiliknya yang berupa kebahagiaan. Adapun cinta yang tercela ialah cinta yang mendatangkan kemudharatan bagi si pemiliknya yang berupa kesengsaraan.” [7]

Demikianlah hakikat sebuah cinta, cinta sejati yang akan mengantarkan si pemiliknya ke dalam kebahagiaan hakiki dalam keridhaan Ilahi, menghadirkan manfaat yang sesungguhnya dalam hidupnya.


------------------------------------------
[1] Buhul Cinta, Armen Halim Naro, hal 21
[2] Ibid, hal 23
[3] Raudhatul Muhibbin Wa Nazhatul Musytaaqqin, Ibnul Qayyim, hal 59
[4] Tazkiyatun Nafs, hal 133
[5] Ibid, hal 134
[6] Buhul Cinta, Armen Halim Naro, hal 23-24
[7] Qo’idatun Fi Al-Mahabbah, Syaikhul Isalm Ibnu Taimiyah, hal 16
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers