Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Adakah Pacaran Dalam Islam ?

Kemudian berdasarkan definisi mutlak di atas, ada sebagian orang yang menyimpulkan bahwa pacaran terbagi menjadi dua, yaitu :

Pertama : Pacaran yang dilarang
Kedua   : Pacaran yang dibolehkan

Pacaran yang dilarang ?

Pacaran yang dilarang ialah apabila hubungan khusus antara dua insan berlainan jenis yang bukan mahramnya yang terjalin atas dasar cinta dan kasih sayang tidak terikat oleh tali suci pernikahan. Hal ini dikarenakan banyaknya unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran islam, bahkan bertolak belakang 180 derajat dengan dinul islam yang mulia ini yang tidak ada toleransi sedikit pun di dalamnya. Seperti memandang pasangan yang bukan mahramnya, tidak terlepas dari unsur ikhtilat (bercampur baurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), khulwah (menyendiri dengan pasangannya di tempat yang sepi), mencium pasangan yang belum halal baginya, bergandengan tangan, meraba-raba atau memegang lawan jenisnya, dan perkara-perkara lain yang dilarang dalam islam.

Namun demikian, banyak sekali remaja putra putri dari kaum muslimin yang masih terjebak dalam jerat lingkaran setan ini. Bahkan mereka telah terbutakan mata dan hatinya, sehingga merasa nikmat dan indah dengan secangkir madu yang penuh racun itu. Akhirnya, berbagai cara pun ditempuh untuk melegalkan ikatan cinta racun mereka, meskipun harus menabrak pilar-pilar islam yang mulia. Mulai dari argumen miring yang mereka lontarkan sampai pada tingkat penta’wilan ayat dan hadits menurut akal maupun hawa nafsunya.

Mengapa islam melarang pacaran semacam ini, tidak lain hanyalah untuk tercapainya ketenangan dan kemaslahatan umat manusia itu sendiri. Karena islam adalah agama fitrah yang senantiasa memelihara fitrah-fitrah manusia sesuai dengan apa yang telah dianugerahkan oleh Allah. Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam yang tidak dibatasi oleh ruang dan tempat. Allah berfirman:

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al Anbiya: 107)

Demikianlah bahwa islam hendak menjaga manusia tetap di atas kebaikan dan lurus di atas fitrahnya serta melindungi mereka dari kehinaan dan kehancuran. Islam telah mengemas sendiri model dan bentuk jalinan asmara yang jauh lebih indah dan nikmat dibandingkan jenis pacaran yang hina di atas. Maka barangsiapa yang mengindahkan nilai-nilai islam dan batasan-batasan syari’ yang telah dijelaskan oleh Rasulullah, niscaya ia akan mendapatkan kelezatan dan keindahan di dalamnya yang tiada tara. Hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَمَنْ أَحَبَّ عَبْدًا لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَمَنْ يَكْرَهُ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِي النَّارِ

“Ada tiga perkara yang apabila dilakukan oleh seseorang ia akan merasakan lezatnya iman; seorang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan seorang yang mencintai orang lain karena Allah, dan seorang yang benci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah darinya sebagaimana ia benci untuk dilempar ke dalam api neraka.” [1]

Pacaran yang dibolehkan ?

Adapun pacaran yang dibolehkan yaitu apabila hubungan khusus antara dua insan berlainan jenis yang bukan mahramnya yang terjalin atas dasar cinta dan kasih sayang telah diikat oleh tali suci pernikahan. Inilah hakikat sebuah pacaran dalam islam. Jadi pacaran islami atau pacaran ala islam ialah pernikahan itu sendiri setelah terjadinya akad ijab qabul. Dalam arti kemesraan dan keterikatan batin terhadap pasangannya berjalan di atas rel yang lurus dan jalur yang dibenarkan oleh syariat serta telah dihalalkan lewat akad suci pernikahan.

Dengan ikatan inilah perkara-perkara yang sebelumnya haram menjadi halal bagi mereka berdua. Bahkan keduanya lebih leluasa dan bebas untuk melakukan apa saja dari apa yang sekedar dilakukan oleh mereka yang tenggelam dalam kubangan pacaran yang terlarang. Karena mereka telah menjadi pasangan suami isteri yang sah dan halal.

Namun, apabila istilah Pacaran Islami dipahami sebagaimana yang dipahami oleh sebagian pemuda pemudi yang katanya hendak tampil beda dengan pacaran orang-orang awam bahwa model pacaran yang islami ala mereka tidaklah berpegang-pegangan, tidak bersentuhan, tidak berciuman dan yang lainnya. Intinya tidak ada kontak fisik antara dua pasangan. Masing-masing saling menjaga diri. Kalaupun harus bertemu dan berbincang, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang tema-tema islam, tentang dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan berdzikir kepada Allah serta saling mengingatkan tentang akhirat, surga dan neraka.

Ketahuilah, pacaran yang diembel-embeli Islam ala mereka tak ubahnya omong kosong belaka. Itu hanyalah makar Iblis untuk menjerumuskan manusia ke dalam neraka. Adakah mereka dapat menjaga pandangan mata dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah (wanita yang bukan mahramnya) atau laki-laki ajnabi termasuk perbuatan yang diharamkan?

Jika mereka mengatakan hal itu adalah pacaran islami, namun intensitas hubungan mereka dengan lawan jenisnya masih sering dan kuat. Meskipun tidak adanya kontak fisik, namun mereka masih sering melakukan kontak person lewat telepon, sms, chatting, twitter, facebook, line, whatsapp, email dan lain sebagainya. Di mana hal ini sangat mempengaruhi terhadap kontak batin di antara mereka. Hal ini sama saja dengan pacaran orang-orang awam. Hanya saja dikemas dalam bentuk yang berbeda, lebih halus, dan sepintas lebih islami.

Demikianlah beberapa definisi yang disimpulkan oleh sebagian orang, diantara mereka ada yang berusaha untuk mengislamisasikan “pacaran” dengan mengembel-embeli kata islami, ada pula yang mengatakan pacaran yang halal ialah pernikahan itu sendiri. Semua itu dimaksudkan sebagai solusi bagi remaja maupun anak muda yang sedang di mabuk asmara agar tidak terjerumus dalam lingkaran pacaran yang secara umumnya terjadi.

Secara pribadi penulis tidaklah setuju mengenai kesimpulan penggunaan istilah pacaran yang halal atau dibolehkan, meskipun ia dimaksudkan untuk mereka yang telah mengikat cinta kasihnya dengan tali suci pernikahan. Atau pacaran yang halal ialah hakikat dari pernikahan itu sendiri. Demikian juga penggunaan istilah pacaran islami yang dimaksudkan sebagai model pacaran yang tidak mengandung unsur-unsur keharaman di dalamnya, seperti khulwah, bergandengan tangan, atau yang semisalnya.

Ketahuilah bahwa penggunaan kata pacaran itu sendiri sudah identik dengan aktivitas yang mengandung perkara-perkara haram dan terlarang dalam islam. Pacaran juga merupakan istilah yang sedari awalnya terbentuk untuk mengambarkan hubungan cinta kasih antara dua lawan jenis sebelum pernikahan. Lihatlah definisi kata pacaran dalam beberapa Kamus Besar Bahasa Indonesia, semuanya dimaksudkan sebagai hubungan cinta kasih antara dua lawan jenis sebelum pernikahan.

Jadi, dari mana kesimpulan bahwa pacaran ialah hakikat dari pernikahan itu sendiri. Ini adalah kesimpulan yang tidak berdasar sama sekali, baik secara bahasa maupun syariat. Demikian juga, islam tidak pernah mengatakan bahwa pacaran adalah hakikat dari sebuah pernikahan. Bahkan, kalau kita telisik lebih mendalam, dalam islam tidaklah dikenal istilah pacaran dan islam itu sendiri tidaklah pernah mengenal istilah kata pacaran. Padahal syariat islam telah sempurna semenjak wafatnya Rasulullah yang tidak butuh tambahan maupun pengurangan di dalamnya. Oleh karena itu, istilah pacaran bukanlah bersumber dari islam.

Demikian pula istilah pacaran islami, dari mana mereka bisa menyimpulkan istilah ini dan menisbatkannya sebagai bagian dari syariat islam. Membuat kriteria tersendiri yang sejatinya masih banyak hal-hal yang bertentangan dengan nilia-nilai islam. Bahkan menghukumi sebagai sesuatu yang halal. Kalau demikian berarti mereka telah membuat syariat baru dalam islam, padahal Allah telah berfirman :

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung.” (QS. An-Nahl : 116)

Itulah posisi “pacaran islami“ dalam islam. Semua itu dimaksudkan agar tidak tercampur antara kebaikan dan keburukan, atau yang hak dan yang batil akibat penggunaan istilah yang kurang tepat. Juga, agar tidak menjadi hujjah maupun tameng bagi sebagian orang untuk menghalalkan pacaran atau berlindung dibalik istilah “pacaran islami“ untuk bertopeng diri agar tetap bisa melakukan pacaran dengan lawan jenis yang disukainya.

Demikian juga, dikhawatirkan akan bermunculan istilah-istilah yang kurang tepat yang semula istilah-istilah itu identik dengan keburukan maupun perbuatan haram, seperti munculnya istilah musik islami, joged islami, nasyid islami, khamer islami, lagu islami, atau istilah-istilah lain yang sejenisnya yang dinisbatkan ke dalam islam yang akhirnya akan membuat kerancuan di tengah-tengah umat islam dan menjadi sebab tercampurnya antara yang hak dengan yang batil.

Kalau diperhatikan lebih mendalam, mereka yang terjerumus dalam lingakaran api “pacaran islami“ belum sepenuhnya mengindahkan batasan-batasan syari’ yang telah ditetapkan syariat islam. Seperti hubungan yang akrab dan dekat di antara mereka yang sejatinya bukanlah mahramnya, kerap melakukan komunikasi walaupun tanpa adanya kontak fisik di dalamnya. Kasus ini tetap tidak dibenarkan dalam syariat karena mereka belum terikat oleh tali suci pernikahan dan mereka masih berstatus orang asing antara yang satu dengan yang lainnya.

Oleh karena itu, sedari seorang muslim mengikat hubungan cinta kasih terhadap pasangannya dengan ikatan tali suci pernikahan, sejak itulah tidak terlarang lagi bagi mereka untuk berkhulwah, saling memandang, saling berjabat tangan, dan bentuk kemesraan yang lainnya, bahkan lebih jauh dari sekedar kemesraan di atas, dikarenakan pasangannya telah halal bagi dirinya yang telah mendapat rekomendasi secara legal dan sah dari syariat. Justru disunnahkan untuk segera memiliki dan memperbanyak anak keturunan demi kelanggengan bahtera rumah tangga dan kebaikan islam serta kaum muslimin.

Barangsiapa yang mengindahkan dan menempuh jalan ini, niscaya ia akan merasakan indah dan lezatnya sebuah kemesraan cinta kasih terhadap pasangannya yang tidak akan pernah didapat oleh orang-orang yang ngotot menerobos dan menentang batasan-batasan syari’. Hal ini dikarenakan tidak adanya rasa was-was, canggung, takut dan perasaan-perasaan janggal lainnya akibat melakukan perbuatan yang terlarang dalam agama.

Justru, yang tampak tidak lain adalah berupa rasa bangga dan senang tanpa adanya rasa was-was sedikitpun, bahkan dengan adanya ikatan suci tersebut membuat keduanya saling pengertian dan semakin sayang terhadap pasangannya yang lain. Semua itu merupakan balasan secara langsung dari Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang istiqamah di atas jalan syariat. Dengan demikian tidak ada kata pacaran dalam islam melainkan hanya ikatan suci pernikahan yang akan menghalalkan apa saja yang kerap kali dilakukan saat pacaran pada umumnya.

Islam juga tidak pernah mengakui pacaran sebagai tahapan yang sah/halal untuk menuju jenjang pernikahan. Karena islam telah memiliki konsep sendiri yang suci untuk memadu dan mengantarkan asmara mereka ke jenjang tali suci pernikahan. Di mana konsep itu adalah aturan yang selaras dengan fitrah manusia itu sendiri.

Islam tidaklah pernah melegalkan semua jenis hubungan cinta kasih antara dua insan berlainan jenis yang bukan mahramnya yang dikemas dalam kata pacaran ataupun istilah lain yang substansinya sama dengan pacaran, kecuali sekedar mencintai mereka atas dasar saudara seiman dan seislam yang terikat oleh kecintaan karena Allah dengan tetap mengindahkan pilar-pilar syariat yang mulia tersebut.

Rasulullah bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ ... وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ 

“Tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan dari Allah pada hari di mana tidak ada naungan melainkan naungan dari-Nya.....dua orang yang saling mencintai karena Allah. Keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah.” [2]

Adapun dilarangnya pacaran sebelum pernikahan, dikarenakan banyaknya pernak-pernik pacaran yang bertentangan dengan syariat islam dan banyaknya mudharat yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan masa depan remaja, keluarga, lingkungan, umat, bangsa dan agama. Semua ini tidak sejalan dengan prinsip dasar islam dimana ia datang demi mewujudkan kemashlahatan umat manusia dan sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Oleh karena itu, ajaran islam bersifat universal (menyeluruh) dan komprehensif (utuh) agar pilar-pilar kehidupan tetap tegak dan kokoh demi terwujudnya kebaikan yang semuanya kembali kepada kepentingan umat manusia itu sendiri, baik di dunia maupun akhirat.

----------------------
[1] HR. Bukhari (21), An-Nasai (4988), Ahmad (13617), dan Ibnu hibban dalam Shahih-nya (237)
[2] HR. Bukhari (660), Muslim (2427), At-Tirmidzi (2391), An-Nasai (5380) dan Ahmad (9663)
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers