Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Mengapa Pacaran Begitu Menjamur ? ( Bag 2 )

Di samping faktor-faktor internal di atas, beberapa faktor eksternal juga sangat berpengaruh terhadap menjamurnya budaya pacaran di kalangan remaja maupun anak muda. Bahkan faktor eksternal inilah yang membuat peta kehidupan menjadi peta hitam. Sehingga siapa saja yang masuk ke dalam bingkai peta ini sangat sulit untuk menghindar dan keluar darinya. Ia akan tergoda dan terkubur di dalamnya, tak seorang pun akan selamat kecuali mereka yang memiliki tameng yang kuat, berupa aqidah yang benar dan ibadah yang lurus serta mendapatkan taufik maupun pertolongan dari Allah.

Faktor eksternal

Berikut ini adalah beberapa faktor eksternal yang memiliki andil besar terhadap menjamurnya budaya pacaran di kalangan remaja dan anak muda, di antaranya ialah : 

1. Rumah tangga yang tidak harmonis (Broken Home)

Rumah tangga adalah bagian dari kehidupan suami isteri yang tidak terlepas dari problem intern maupun ekstern. Ia bisa berupa masalah ekonomi keluarga, sifat dan karakter belahan jiwanya, pendidikan anak-anaknya, hubungan dengan para tetangga dan kerabat dekat, baik dari pihak si isteri maupun si suami, hubungan dengan lingkungan masyarakat dan yang lainnya.

Sebenarnya hal ini adalah perkara yang telah ditetapkan oleh Allah. Di mana Ia hendak menjadikan setiap rumah tangga memiliki problem agar mereka bisa belajar secara bertahap dan mengambil hikmah darinya, sehingga lambat laun akan terbinalah sebuah bangunan rumah tangga yang kokoh dan baik. Dari pengalaman intern rumah tangga berupa sikap yang arif dan bijak saat diterpa sebuah masalah, menjadikan setiap anggota keluarga lebih siap untuk menghadapi problem yang lebih besar yang ada dilingkungan masyarakat. Hal ini merupakan pendidikan secara berkala tentang bagaimana mereka menyikapi setiap masalah secara bijaksana dan baik.

Namun dalam faktanya, terkadang sebuah rumah tangga dihadapkan pada berbagai masalah yang terus datang bertubi-tubi dan silih berganti. Dikarenakan minimnya ilmu dan pemahaman tentang agama, telah membuat mereka terjatuh ke dalam sikap yang ceroboh dan tidak sabar saat menghadapi masalah-masalah tersebut. Hal-hal yang tidak rasional terkadang juga muncul. Akhirnya lambat laun tumbuhlah rasa kecurigaan, ketidakpercayaan dan ketidakmengertian satu sama lain.

Saat sebuah bahtera rumah tangga terusik oleh pudarnya kepercayaan dan pengertian di antara pasangannya. Bersamaan itulah keharmonisan rumah tangga mulai goyah dan terkoyak. Akhirnya pemandangan yang terlihat setiap harinya hanyalah suasana percekcokan, ketidaktenangan dan ketegangan di antara mereka. Di mana semua itu berakar dari sikap saling curiga, tidak adanya rasa mengalah dan pengertian terhadap pasangannya yang lain.

Hal-hal yang sepele pun bisa menjadi perkara yang besar di saat kondisinya semacam ini. Mereka mulai lupa akan hak-hak dan kewajibannya masing-masing. Seakan-akan hati mereka telah tersihir oleh bisikan jahat untuk tidak saling menyadari dan menghargai satu sama lain. Dan tidak jarang bahwa perceraian menjadi jalan pintas untuk mengakhiri semua masalah yang menimpanya.

Di saat sebuah rumah tangga sudah tidak harmonis atau bahkan berakhir dengan perceraian. Maka pendidikan dan perhatian terhadap anak-anaknya menjadi terlantar dan tidak terurus dengan baik sebagaimana mestinya. Ini merupakan masalah yang serius yang sangat berpengaruh terhadap perubahan emosi dan perilaku anak-anaknya. Karena kurangnya kasih sayang dan perhatian kedua orang tuanya, menyebabkan mental anak-anaknya menjadi lembek atau bahkan menjadi brutal tergantung watak yang ada pada diri mereka dan lingkungan sekitar.

Perubahan psikis dan akhlak anak-anaknya tidak bisa terkontrol dengan baik sebagaimana halnya ketika rumah tangga mereka masih kokoh dan bersatu. Apalagi pendidikan agama, pendidikan adab dan sopan santun saja sudah sulit diarahkan dan pantau dengan baik. Karena kedua orang tuanya disibukan oleh rasa emosi dan ketidakharmonisan di antara mereka berdua. Akhirnya semua menjadi berantakan.

Di saat anak-anak mereka terampas hak-haknya, berupa kurangnya rasa kasih sayang dan perhatian kedua orang tuanya. Maka hal ini membuat mereka mudah terbawa oleh arus lingkungan. Mereka pun berusaha mencari mutiara-mutiara kasih sayang dan perhatian terhadap dirinya di dunia luar. Karena selama ini apa yang menjadi haknya tidak lagi didapati di rumahnya kecuali sangat sedikit. Dan dunia pacaran menjadi alternatif yang sangat mengiurkan terhadap apa yang selama ini mereka cari.

Mereka berharap bahwa keberadaan pacar akan menghilangkan kejenuhan yang menimpanya. Ia juga diharapkan menjadi tempat yang leluasa untuk berbagi hati atas problem yang menimpa diri dan keluarganya. Karena rasa simpatik pacar akan memberikan nilai dan warna tersendiri terhadap dirinya yang malang. Di samping itu, ia akan terus berusaha menenangkan psikis dirinya, membantu memberikan solusi terhadap masalah yang menimpanya dan dianggapnya menjadi sumber motivasi yang selama ini telah hilang dari orang tuanya.

Demikianlah salah satu dampak buruk dari rumah tangga yang tidak harmonis (broken home). Di mana masing-masing anggota keluarga tidak mampu untuk bersikap arif dan bijak dalam menghadapi problem yang menimpa rumah tangganya. Sungguh, broken home sangatlah berpengaruh terhadap perubahan emosi, akhlak dan perilaku anak-anaknya.

Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi kedua orang tua untuk terus bersatu menjaga keharmonisan keluarga, menjunjung tinggi sikap saling menghargai dan pengertian terhadap pasangannya yang lain, menjaga sikap saling mempercayai dan bersikap arif serta bijak saat menghadapi setiap problem rumah tangganya. Teruslah untuk memupuk diri dan anggota keluarganya yang lain dengan nilai-nilai ajaran islam, agar bahtera rumah tangganya terjaga dari kekacauan dan kahancuran. Apabila terjadi perselisihan di antara anggota keluarga, kembalikanlah semuanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena ini adalah jalan keselamatan dan kemenangan.

Allah berfirman :

“Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan Hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa : 59)

Anak adalah masa depan keluarga, anak juga menjadi masa depan bangsa dan agama. Anak bisa menjadi sumber kebanggan keluarga, anak juga bisa menjadi sumber malapetaka rumah tangga. Oleh karena itu, jagalah keharmonisan rumah tangga. Perhatikanlah pendidikan dien, akhlak, perilaku dan emosi anak-anaknya. Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.

Allah berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim : 6)

2. Sifat egois dan diktator kedua orang tua


Jika islam menetapkan kewajiban orang tua agar memelihara dan menuntun anak-anaknya, maka hal itu bukan berarti islam meremehkan kemampuan yang dimiliki seorang anak. Islam juga tidak menghendaki orang tua berfikir seolah-olah mereka berhak mengatur seluruh hidup anaknya sewaktu anak tersebut masih sepenuhnya bergantung kepada orang tuanya.

Justru yang dikehendaki islam agar orang tua menjaga dan membimbing anak-anaknya agar tidak kehilangan arah yang benar. Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa pendidikan anak yang leluasa namun terarah lebih dapat menciptakan generasi yang mantap, kuat dan bertanggung jawab. Sebuah nasihat yang cukup arif mengatakan, “Bermainlah dengan anak sampai umur tujuh tahun, kemudian berikan didikan disiplin selama tujuh tahun berikutnya, lalu dampingilah sebagai teman selama tujuh tahun berikutnya, sesudah itu lepaslah dia.”[1]

Demikianlah seharusnya sikap orang tua dalam mengembangkan pendidikan, penanaman akhlak dan dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya. Adapun sikap egois orang tua yang hanya mau memerintah tanpa mau mendengar, hanya mengharap tanpa mau menimbang, hanya meminta tanpa mau melihat apa yang diberi, maka anak-anak akan tubuh dalam tekanan mental maupun emosional yang berdampak buruk terhadap diri seorang anak.

Kondisi ini pun menjadikan seorang anak merasa tidak betah di rumah, menuruti perintah orang tua dalam tekanan dan keterpaksaan, dan terhambatnya perkembangan sikap kesadaran diri tentang kedudukan dirinya sebagai seorang anak. Sejatinya hati seorang anak yang hidup dalam suasana semacam ini sangat berhasrat untuk hidup bebas dan bisa lepas dari tekanan maupun sikap egois orang tuanya. Ia ibarat seekor burung yang telah lama terpenjara dalam kurungan, begitu berhasratnya burung itu untuk hidup bebas dari jeruji-jeruji bambu yang selama ini membatasi ruang gerak terbangnya.

Akibat tekanan semacam inilah yang menjadi salah satu sebab seorang anak begitu senangnya ketika keluar dan bergaul di luar rumah. Ia pun akan mencari tempat pelarian demi mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang lebih yang selama ini tidak ia dapatkan di rumahnya. Karena pengaruh lingkungan yang sudah tidak asing lagi dengan tradisi pacaran, maka ketika pertama kali dirinya mengenal pacaran, hal itu dirasa menjadi tempat untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang lebih dari pacarnya yang jarang ia temukan di rumahnya. 

3. Background kelam kedua orang tua

Janganlah dianggap enteng pengaruh background [latar belakang] orang tuanya terhadap perkembangan akhlak, mental, perilaku maupun kepribadian anak-anaknya. Bukti lapangan banyak kita saksikan, bahwa orang tua yang tidak memiliki latar belakang beragama yang baik maka ia tidak memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan agama anak-anaknya. Mereka hanya berfikir anak-anaknya bisa bekerja dan bisa hidup mandiri setelah dewasanya.

Kondisi semacam ini berbeda sekali dengan orang tua yang memiliki latar belakang yang baik dalam hal agama, akhlak, perilaku dan kepribadian. Karena orang tua tersebut pasti sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan akhlak dan pendidikan agama bagi anak-anaknya. Ia berharap agar anak-anaknya lebih baik dari dirinya dalam hal agama, akhlak, tingkah laku maupun kepribadian. Tidak mungkin orang tua yang baik akan membiarkan pendidikan anak-anaknya tidak terarah dan tidak benar.

Di sinilah arti penting background orang tua dalam pendidikan dan perkembangan anak-anaknya. Adapun seorang anak yang hidup dalam suasana keluarga yang tidak islami, maka ia pun akan tumbuh dengan akhlak, perilaku dan kepribadian yang tidak islami. Inilah yang menjadi salah satu latar belakang anak-anak terjerumus dalam dunia pacaran, hal itu tidak lain disebabkan oleh pemahaman agamanya yang minim yang berawal dari keluarga yang kurang menaruh perhatian akan pendidikan agama dan akhlak terhadap anak-anaknya. 

4. Karir kedua orang tua

Karir kedua orang tua sangatlah mempengaruhi terhadap perkembangan akhlak dan perilaku anak-anaknya. Di mana kesibukan mereka terhadap karirnya atau pekerjaan yang digelutinya telah membuat porsi pendidikan, kasih sayang dan pengawasan terhadap anak-anaknya menjadi minim sekali. Sebagian besar waktunya tersita untuk mengurusi pekerjaan yang berada dalam tanggung jawabnya. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk bermain, bercengkrama, bercanda, dan berkumpul bersama anak-anaknya. Sehingga tidak ada waktu untuk mengajari mereka akhlak, mendidik kepribadian yang baik, mengaji atau belajar agama bersama-sama kecuali hanya sedikit sekali. Untuk bercanda dan berkumpul bersama anak-anaknya, mereka harus mencuri-curi waktu senggang baik di kala libur maupun waktu cuti kerja.

Bisa dibayangkan kesibukan mereka dalam kesehariannya. Pagi-pagi mereka harus sudah siap pergi ke tempat kerja dan pulang di saat malam telah gelap gulita. Saat hendak pergi berkerja, anak-anak masih dalam tidurnya. Dan di kala pulang dari tempat kerja, anak-anaknya juga sudah terlelap tidur, sementara dirinya diliputi rasa letih dan lelah sehabis bekerja. Belum lagi kalau ada proyek besar atau tugas ke luar kota yang membutuhkan waktu berhari-hari. Akhirnya waktu terus terserap demi kerja dan kerja. Demikian juga pikiran terus terkuras demi keberhasilan proyek kerja dan tugas-tugas kantornya. Sementara pendidikan dan perhatian anak-anaknya dilimpahkan kepada para pembantu-pembantu mereka.

Sebenarnya para pembantu tidaklah memiliki wibawa dan perhatian khusus terhadap para anak majikannya. Karena mereka tidaklah memiliki hubungan darah atau persaudaraan yang dekat dengan keluarga majikannya. Kalau pun ada perhatian yang baik dari para pembantu, namun hal itu belum seberapa jika dibandingkan dengan perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya secara langsung. Curahan perhatian dan kasih sayang sang pembantu hanya sebatas konsekuensi kerja dan perintah atau pesan dari sang majikan. Semua itu tidaklah semurni dan setulus perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya.

Dengan demikian hubungan sang pembantu dengan anak majikannya hanyalah sekedar konsekuensi upah yang diterimanya. Sehingga dirinya tidak memiliki kekuasaan yang lebih dan leluasa untuk mendidik anak majikannya sebagaimana mereka mendidik anak-anaknya sendiri.

Kesibukan berkarir, terutama karir seorang ibu, telah membuat anak-anaknya tumbuh di dunia luar yang liar tanpa pengawasan yang cukup. Kurangnya pengawasan dan perhatian orang tua menjadikan anak-anaknya mudah terbawa arus lingkungan yang buruk. Karena kondisi semacam ini, lagi-lagi sang anak berusaha mencari perhatian dan kasih sayang orang lain. Karena dirinya merasa bahwa ibunya terlalu sibuk dengan karir. Perhatian dan kasih sayang yang menjadi haknya telah terampas oleh karirnya. Ia melihat orang tuanya lebih mementingkan pekerjaan dari pada anak-anaknya.

Berawal dari sini, akhirnya anak-anak itu berusaha mencari teman spesial (pacar) untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang selama ini dianggapnya hilang atau kurang. Kebersamaan, pertemuan, janjian, dan kemesraan pun sering dilakukan demi menghilangkan rasa penat dalam pikirannya dan demi merasakan kasih sayang maupun perhatian yang selama ini dicarinya. Sehingga tidak jarang kita melihat mereka pergi berduaan hanya untuk jalan-jalan ke mall, belanja di supermarket, makan-makan di caffe, atau sekedar jalan-jalan di tempat hiburan dan wisata.

Kasus ini merupakan salah satu mata rantai kebobrokan remaja akibat keteledoran orang tua dalam mendidik dan memperhatikan perkembangan anak-anaknya. Bisa dikatakan mereka telah bersikap ceroboh dan antipati terhadap masa depan akhlak, mental, kepribadian, agama dan perilaku anak-anaknya. Yang terbesit dalam benak mereka hanya mengejar karir. Mereka juga memandang bahwa kesuksesan anak-anaknya apabila telah bekerja, hidup mandiri, mapan dan berkecukupan. Mereka tidak melirik sedikit pun sisi kesuksesan akhlak, agama dan perilaku anak-anaknya.

Akibatnya pendidikan akhlak dan moral sangat kurang diperhatikan, lebih-lebih pendidikan agama. Padahal kesuksesan pada sisi yang kedua ini jauh lebih berharga dan bermanfaat. Namun inilah fenomena dan fakta yang ada di masyarakat kita, terutama mereka yang hidup di kota-kota metropolitan.

Para wanita karir yang mengabaikan pendidikan agama dan akhlak anak-anaknya adalah cermin golongan yang rakus akan dunia dan kenikmatannya. Padahal dunia dan segala jenis kenikmatan yang terkandung di dalamnya hanyalah bersifat fana dan sementara, adapun kenikmatan akhirat adalah kekal selama-lamanya.

Barang siapa hanya mencari kenikmatan dan keuntungan dunia, maka kelak ia tidak akan mendapatkan bagiannya di akhirat. Namun barang siapa mencari keuntungan akhirat, maka Allah akan memberikan tambahan baginya, baik keuntungan di dunia maupun di akhirat. Hal ini sebagaiman Firman Allah :

“Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian darinya [keuntungan dunia], tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat.” (QS. Asy-Asyura : 20)

Memperhatikan pendidikan agama dan akhlak bagi anak-anaknya adalah merupakan salah satu jalan mencari keuntungan akhirat. Dan dengannya Allah akan memberikan banyak tambahan baginya baik di dunia maupun di akhirat. Adapun di dunia, maka anak yang terdidik dengan agama dan akhlak yang baik pasti akan tercermin darinya karakter seorang anak yang shalih/shalihah yang sangat membanggakan dan menjadi sumber kebaikan bagi kedua orang tuanya. Dan jikalau orang tuanya telah meninggal dunia, maka anak yang shalih/shalihah merupakan aset yang sangat berharga yang akan selalu mendo’akan kebaikan bagi kedua orang tuanya dan senantiasa keduanya teraliri pahala kebaikan tersebab amalan shalih anak-anaknya yang masih hidup di dunia.

Oleh karena itu, berinvestasilah wahai para orang tua dengan sesuatu yang sangat berharga yang kau miliki yang dengannya ia akan terus mengalirkan pahala kebaikan terhadap dirimu meskipun kau telah meninggal dunia, yaitu dengan mendidik dan mencetak anak-anakmu dengan pendidikan agama dan nilai-nilai akhlak yang mulia agar mereka menjadi pribadi seorang muslim yang shalih/shalihah.

5. Lingkungan yang buruk

Lingkungan ibarat mesin pencetak sebuah logam. Ia memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menempa dan mencetak logam apa saja menjadi bentuk yang berbeda-beda. Jadi, sebuah lingkungan yang buruk bisa mengubah dan membentuk pribadi anak yang baik menjadi buruk. Dan sebaliknya, lingkungan yang baik bisa mengubah dan membentuk kepribadian seseorang yang buruk menjadi baik.

Lingkungan adalah madrasah yang sangat luas dan tak terbatas. Teman bergaul dan setiap fenomena yang ia saksikan di sekitarnya adalah guru yang menjadi panutannya. Lingkungan keluarga, sekolah tempat belajar, internet atau dunia maya, kampung halaman, dunia kerja dan yang lainnya adalah lingkungan yang sangat lapang yang pasti akan dilewatinya.

Rasulullah sendiri telah mengumpamakan perkara ini dengan perumpamaan yang sangat baik sekali. Beliau bersabda:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang jelek seperti halnya penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Seorang penjual minyak wangi, ia bisa memberimu atau kamu membeli darinya, atau minimal kamu akan mencium aroma wangi darinya. Adapun tukang pandai besi, ia bisa membuat pakaianmu terbakar atau minimal kamu akan mencium bau yang tidak sedap darinya.”[2]

Oleh karena itu, memilih teman yang baik lagi shalih adalah sebuah kelaziman bagi setiap muslim. Tidak dibenarkan menjadikan setiap orang yang ditemui sebagi teman bergaulnya. Dan bukan sebuah kebaikan menjadikan orang yang berperangi buruk sebagai temannya, bahkan hal itu adalah sebuah keteledoran dan kehancuran bagi dirinya.

Rasulullahtelah bersabda :

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu tergantung kepada agama teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapa yang menjadi teman karibnya.”[3]

Demikianlah pengaruh lingkungan yang buruk dan pergaulan yang tidak baik. Ia akan dengan mudah menyeret seorang remaja terjebak dalam dunia pacaran. Mereka terinspirasi dan tergoda oleh teman-teman belajarnya atau teman bermainnya yang memiliki perangai dan pribadi yang buruk. Karena ia melihat temannya berpacaran, ia pun menjadi penasaran dan akhirnya ikut-ikutan berpacaran.

Demikian juga perilaku seksual yang menyimpang di kalangan remaja maupun anak muda adalah akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Hasil penelitian Sudhana dkk, 1991, menunjukkan bahwa yang mempengaruhi perilaku seksual yang menyimpang menurut kelompok tokoh masyarakat, yaitu karena pengaruh lingkungan yang sangat dominan dan film porno. [4]

Kondisi semacam ini tidak terlepas dari kepribadian dirinya yang lemah dan tidak memiliki benteng beragama yang kokoh. Sehingga dengan mudah ia tergoda dan terpengaruh oleh gaya pergaulan teman-tamannya. Demikianlah, jika seseorang tidak memiliki prinsip hidup yang kuat yang terlahir dari pengetahuan dan pemahaman ilmu syar’i yang benar.

Seandainya ia memiliki benteng beragama yang cukup sekalipun, namun tetap bergaul dengan teman-temannya yang berperangai buruk. Maka ia lambat laun akan terbawa arus juga. Sebagaimana kebanyakan orang mengatakan “Alah bisa karena biasa.” Maksudnya ia bisa melakukan sesuatu karena sering dan terbiasa melakukannya.

6. Pengaruh buruk media moderen yang canggih

Akhir-akhir ini media informasi, transportasi dan komunikasi begitu berkembang pesatnya dan begitu mudahnya untuk diakses oleh semua kalangan. Ia telah menyebar ke seluruh penjuru dunia dan menembus ke berbagai pelosok perkampungan, yang mana sebelum dua puluh tahun terakhir ia masih sangat sunyi dan asri dengan budaya dan adat istiadat perkampungan yang khas.

Lihat saja seperti televisi, radio, dan internet yang dengan mudahnya kita temui di mana-mana. Apalagi ditopang dengan maraknya penjualan handphone yang berkualitas lagi canggih dengan beragam fitur-fitur yang menggiurkan dan harga yang terjangkau. Dengan fasilitas ini, semua informasi dan komunikasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan mudah dan super cepat.

Seseorang tidak lagi bersusah payah untuk berkirim surat atau pergi ke wartel untuk memesan barang dagangannya, atau sekedar melepas kerinduan dengan saudara dan kerabatnya yang tinggal jauh dari kampung halaman. Mereka sekarang cukup duduk santai di beranda rumah sambil memegang alat yang mungil untuk bisa ngobrol dengan siapa saja.

Bahkan lebih dari itu, sekarang kita bisa mendengar dan menyaksikan langsung kejadian atau peristiwa yang hangat dari berbagai penjuru negara manapun lewat televisi dan internet. Kita tak perlu lagi menuggu berita berhari-hari. Peristiwa yang sedang terjadi langsung bisa kita tonton pada detik itu juga.

Sungguh, ini adalah karunia Allah yang sangat besar yang telah diberikan kepada umat manusia, yang mana semua kemajuan ini belum pernah ada pada zaman Rasulullah dan Nabi-Nabi sebelumnya. Ia adalah nikmat yang wajib untuk disyukuri oleh setiap hamba-Nya. Akan tetapi, sedikit sekali dari para hamba-hamba Allah yang pandai bersyukur.

Allah berfirman :

“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13)

Ayat ini menerangkan bahwa banyak sekali dari hamba-hambaNya yang tidak pandai bersyukur. Mereka tidak memanfaatkan karunia-karunia Allah di jalan yang diridhoi oleh-Nya. Sehingga kita mendapati radio, televisi, internet, handphone, jejaring sosial dan media-media lainnya sarat dengan hal-hal yang berbau maksiat. Media-media itu tidak lepas dari lagu-lagu, musik, film, foto-foto yang mengumbar aurat, perkataan buruk, kedustaan atau acara-acara dagelan yang hanya membuang-buang waktu saja dan tidak ada manfaatnya sama sekali bagi kita.

Sebagai contoh nyata, banyak acara stasiun televisi tidak lepas dari film sinetron. Sebuah film yang menyajikan kisah tetang asmara dan percintaan di antara kalangan remaja dan anak muda, atau menceritakan konflik sebuah rumah tangga. Film-film ini kemudian dibubuhi dengan artis-artis cantik dan ganteng yang akan menjadi daya tarik tersendiri untuk ditonton. Masing-masing artis memerankan karakter setiap tokoh yang ada dalam cerita tersebut. Tidak jarang kita melihat adegan pelukan, gandengan tangan, dan adegan mesra yang lainnya bersama lawan jenis dalam film tersebut. Intinya mereka dituntut untuk menggambarkan kehidupan tokoh-tokoh yang ada di dalam sekenario cerita

Sebuah film dengan alur ceritanya menjadi sebuah tontonan yang mengasyikan di saat santai atau penat. Dari sini, secara tidak langsung mereka mempelajari gaya hidup para tokoh yang diperankan oleh para artis. Mulai dari cara berpakaian, bergaul, cara berbicara, cara bersopan santun, sampai pada gaya hidup yang lainnya. Mereka mencontohnya dan menerapkannya dalam dunia nyata pribadinya. Lambat laun kehidupan mereka pun bergeser mengikuti ke arah yang ditontonnya.

Demikian juga dengan internet atau dunia maya. Media ini menjadi alat ampuh untuk menyebarkan propaganda-propaganda sesat dan hal-hal yang berbau maksiat oleh orang–orang yang tidak bertanggung jawab. Karena media ini sangat mudah diakses oleh semua kalangan khususnya kaum terpelajar. Dan akan dengan cepat menyebarkan propaganda-propaganda itu ke seluruh dunia dalam hitungan detik saja.

Begitulah media-media itu berfungsi dan sangat berpengaruh, karena dikuasai dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak berkhlak dan tak memiliki rasa tanggung jawab terhadap kehidupan, kebaikan orang lain dan masa depan bangsa maupun agama.

7. Pegerakan musuh-musuh islam

Musuh islam dari golongan yahudi dan nashrani adalah dua kelompok yang akan terus berusaha menghancurkan umat islam dengan berbagai cara. Secara fisik mereka mengakui akan kekuatan umat islam yang luar biasa dengan doktrin jihadnya. Sehingga mereka berpindah haluan dengan cara menyebarkan propaganda-propaganda sesat dan menyesatkan, mempelajari islam untuk mencari celah-celah yang bisa dijadikan syubhat, menguasai media untuk menjauhkan umat islam dari al-Qur’an dan sunnah dengan berbagai syubhat dan propangandanya, menyerang islam lewat dalam melalui tangan-tangan para cendekiawan muslim yang orientalis dan liberalis.

Al-Qur’an telah mengisyaratkan akan permusuhan umat islam dengan dua golongan di atas sampai hari kiamat. Kedua kelompok itu tidak akan pernah rela terhadap umat islam sampai umat islam mengikuti agama mereka.

Allah berfirman :

“Dan orang-orang yahudi dan nashrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka.” (QS. Al-Baqarah : 120)

Dendam dan cita-cita itulah yang mendorong mereka mengerahkan beragam cara demi kehancuran umat islam dan demi kejayaan mereka menguasai dunia. Budaya mereka yang buruk dan berbagai pemikiran yang sesat dan menyesatkan disebarkan lewat media-media yang telah mereka kuasai. Dengan slogan kemajuan zaman dan teknologi, propaganda itu disusupkan ke dalam dada-dada kaum muslimin. Sehingga lambat laun umat islam mulai jauh dari agamanya sendiri, jauh dari perilaku dan akhlak yang tidak lagi mencerminkan nilai-nilai islam. Dengan demikian, harapan mereka bahwa umat islam akan dengan mudah meninggalkan agamanya sendiri tanpa terasa.

8. Lemahnya pengawasan orang tua dalam penanaman akhlak dan pendidikan anak-anaknya

Faktor ini sangat berperan penting bagi masa depan seorang anak. Apabila orang tua lengah dan teledor dalam mengawasi pergaulan dan perkembangan perilaku dan akhlak anak-anaknya, salah dalam menanamkan nilai-nilai akhlak dan budi pekerti terhadapnya, maka sang anak akan tumbuh dan berkembang dengan tidak baik. Mereka akan terbiasa dengan perbuatatan-perbuatan buruk akibat pengaruh ganasnya lingkungan pergaulan. Hal ini karena mereka tidak memiliki prinsip-prinsip hidup dan beragama yang kuat serta kokoh dalam hatinya.

Rasulullah bersabda :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ

“Setiap anak adam terlahir dalam keadaan fitrah (beragam islam). Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan mereka beragama yahudi, atau nashrani, atau majusi. Ia persis layaknya hewan yang melahirkan hewan yang serupa. Mungkinkah ia melahirkan onta ? “ [5]

Demikianlah beberapa faktor eksternal yang sangat mempengruhi terhadap tumbuh kembangnya akhlak, pola pikir dan perilaku seorang remaja dan anak muda.


-------------------------
[1] Mencetak Generasi Rabbani, Mendidik Buah Hati Menggapai Ridha Ilahi, Ummu Ihsan Choiriyah & Abu Ihsan Al-Atsary, hal 123-124
[2] HR. Bukhari (5534), Muslim (6860) dan Ahmad (19640)
[3] HR. At-Tirmidzi (2378), Abu Dawud (4835) dan Ahmad (8398). Dan di hasankan oleh Syaikh Albani.
[4] Media Litbang Kesehatan, Volume XI Nomor 1 Tahun 2001
[5] HR. Bukhari (1385), Muslim (6928), At-Tirmidzi (2138), Abu Dawud (4716), dan Ahmad (7698)
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers