Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Salam Perpisahan

“ Di saat pertama kali kau muncul dalam lembaran hidupku, tiada yang terbetik dalam hati ini melainkan tabir terkesima yang tersingkap dan terbelah karenamu. Di awal ku berusaha membendung asa, tapi hati kecil terus menerkam dan berontak. Dan tak kuasa ku menahan rindu kepadamu, melainkan ia terus menggebu dan berseru.

Setiap kali detakan dan putaran waktu terus beranjak menjauh, setiap itu pula rindu ini semakin menjadi. Entah mengapa diri ini merindu dan terkagum akan dirimu, padahal di saat ku tatap dan ku lihat di sekelilingmu, betapa banyak bidadari-bidadari jelita yang jauh lebih indah parasnya dan lebih beraroma wangi dari pada kejelitaan yang menempel dalam ragamu.

Tapi, entah mengapa hati ini tetap tertambat kuat dan tiada pintu terbuka untuk selain dirimu. Inikah sejatinya sebuah cinta dan kerinduan, yang hanya akan condong dan tertambat pada seorang saja. Mungkin iya dan mungkin tidak, tapi inilah yang terasakan dan bergejolak dalam hati ini.


Setelah berlalunya masa, sungguh benar-benar ku rasakan apa yang tiada pernah ku rasakan. Di saat waktu semakin terbentangkan di antara kita berdua, justru keanggunan dan bayang-bayang jelitamu semakin membuatku rindu dan rindu berjumpa denganmu. Sedetik terasa semenit berputar, sejam teranggap setengah hari tertunggu, dan sehari terkira sebulan ternanti, dan sebulan ternanti seperti setahun tiada bertemu.

Dan di saat dekatmu tersandingkan di sisiku, semakin terasa tenang dan tentram batin terasakan. Tiada beban tertumpukan, dan terlihat indahnya pandangan. Kepenatan pun sirna, dan keletihan pun tiada di saat melihat senyumu merenyah di hadapanku. Inilah masa-masa indah saat tersanding dekat dalam hayatku.

Indah, seribu keindahan yang pernah terdamparkan dalam hati ini, namun tiada keindahan yang lebih mempesona melainkan keindahan berupa kebersamaanmu tersandingkan di sisiku. Semakin hari hati ini terpatri dalam hatimu. Bahkan semakin jauh bahtera kita mengarungi luasnya samudera biru, semakin eratnya cinta dan kerinduanku padamu.

Memang, terkadang kau menyebalkan dalam pandangan. Tapi hal itu menjadi sebuah bumbu yang semakin sedap terasakan dalam diriku. Kerap pula kau terlihat cemberut dan lesu, namun ia menjadi sebuah pemandangan yang semakin menggodaku untuk semakin dekat dan mendekap erat denganmu. Pernah pula ku melihatmu menangis, tapi tetesan-tetesan bening mata jelitamu bagai embun di pagi hari yang semakin menyejukan dan melembutkan belaian dan kasih sayangku padamu.


Kau memang tiada sempurna seperti halnya yang terharapkan oleh manusia yang terobsesikan kesempurnaan. Kau terliputi banyak kekurangan, tapi kekurangan itu menjelma menjadi sebuah keindahan saat tertutupi oleh kelebihanku yang tiada terlihat pada dirimu. Dan k.elebihanmu menjadi sebuah keindahan pula bagiku, di saat ia tersandingkan dengan kekurangan-kekurangan yang membalut raga dan jiwaku.

Kita memang tidak sempurna dan jauh dari kesempurnaan, dan tiada pernah untuk mencapai kata sempurna yang sesungguhnya, karena kesempurnaan itu hanya milik Allah semata. Tapi kekurangan dan kelebihan yang kita miliki akan saling melengkapi dan terajut darinya sebuah keindahan tersendiri di saat kebersamaan itu terus tersatukan. Pula kita akan saling berbagi dalam kekurangan, saling mengerti dalam keterbatasan, dan saling menguatkan dalam kelemahan.

Dan di saat kerinduanku padamu semakin mendaki tinggi memuncak, dan keindahan yang ku tatap dan terasakan semakin mempesona, kau malah pergi jauh dan meninggalkanku untuk tiada lagi tersanding di sisiku. Sedih dan duka telah merundukan wajahku, sirna dan mengendaplah seluruh harapan dan cita-cita indah yang selama ini hendak terajutkan kemudian. Tapi itulah kenyataan hidup yang harus ku terima. Dan tiadalah kesedihan dan kemurungan itu akan mengembalikanmu tersanding kembali di sisiku.

Kini, jarak yang sesungguhnya telah terbentangkan kembali layaknya dulu di saat kau belum melambai dalam lembaran hidupku. Hanya saja tiadalah asa dan kerinduaan kala itu, tapi kini begitu terasanya kerinduaan dan terusnya kau terbayangkan dalam pandanganku. Kemarin terasakan bagai mimpi yang padahal bukanlah mimpi, dan kini terasa pula seperti mimpi yang sejatinya bukan pula mimpi yang terimpikan. Namun mimpi-mimpi yang hendak ku impikan bersamamu dahulu, kini benar-benar hanyalah sebuah mimpi yang hanya bisa terimpikan, dan tiadalah pernah lagi ia terwujudkan.

Sungguh, kini yang tersisa hanyalah bayangan senyumu yang membisu. Tiadalah makna darinya melainkan hanya kenangan semata, dan tak ada lagi yang terharapkan darinya melainkan hanyalah sebuah mimpi-mimpi yang melayang-layang tiada pasti. Apalah arti bayang-bayangmu bagikku kini, jika ia hanyalah menambah kerinduan yang semakin membuat tersiksa raga dan batinku. Tapi, betapa sulitnya mengapus dan melenyapkan bayanganmu dariku. Semakin ku termenung dan terdiam menyendiri, semakin jelas bayangmu dan kerinduanku padamu, tapi semakin terang pula bahwa itu hanyalah mimpi-mimpi yang tiada terwujudkan lagi bagiku.

Takdir memang berkata lain, dan tiada sedikitpun kuasa itu terpunya dari kita untuk mengubah suratan yang telah lama tercoretkan. Kita hanya bisa menerima, dan harus diterima apa adanya. Tiada kata lain melainkan inilah jalan yang terbaik bagi kita berdua.

Ada cinta pasti pula ada benci, ada suka tentu harus adanya duka, ada buruk maka harus ada baik, ada jauh terbentangkan tentu ada saatnya dekat tersandingkan, dan adanya pertemuan tentu harus adanya perpisahan.

Itulah suratan Ilahi yang pasti akan terasakan dan tertapaki oleh semua manusia dalam hayatnya. Kita hanya tertuntut untuk berbaik sangka kepada-Nya, bahwa tiadalah Allah menggariskan sesuatu bagi hamba-Nya, melainkan itulah yang terbaik bagi mereka.

Semoga Allah memberikan ganti yang terbaik bagiku, dan pula bagimu. Sebuah ganti yang akan membawa keberkahan hidup dan hikmah yang sarat kebaikan di dalamnya. Dan semoga Allah menyingkapkan tabir hikmah di balik semua ini, mengalirkan berribu ibrah dan nilai atau pembelajaran hidup yang tiada berbilang adanya. Amiin. “


Inilah catatan kecil dari seorang yang baru saja terpisahkan dari orang yang sangat dicintainya. Tiadalah ia mampu untuk menolaknya, melainkan ia hanya bisa menerima apa adanya. Dan itulah kenyataan yang harus diterimanya dan terasakan olehnya.

Kau mungkin pernah merasakan apa yang ia rasakan, atau lebih dahsyat lagi apa yang kau rasakan dari apa yang terasakan olehnya.

Memang tidaklah semua yang kita harapkan akan terwujudkan. Dan tidak selamanya yang kita cintai menjadi yang terbaik bagi kita. Adakalanya keberpisahan itulah yang terbaik adanya, meski cinta dan kasih telah tertambat kuat padanya. Semua itu berakhir, berujung dan berajal.

Ada seorang penyair bersenandung ;

مَا كُلُّ مَا يَتَمَنَّى المرْءُ يُدْرِكُهُ       تَجْرِي الرِّيَاحُ بِمَا لَا تَشْتَهِي السُّفُنُ

Tiadalah setiap angan-angan seseorang selalu tergapaikan 
Karena hembusan angin itu tiadalah mengalir menurut kehendak sebuah bahtera

Semua itu ada akhir dan ajalnya. Kekayaan pun ada ujungnya, dan usiapun berajal jelasnya. Kemiskinan ada akhir dan batasnya, kerinduan pun harus terajalkan pastinya. Kekuasaan berakhir pula, demikian hayat kita juga harus berajal di akhirnya. Dan semua itu berakhir, berajal dan berujung.

Maka bersiaplah untuk menerima dan berbesar hati di saat ajal atau ujung itu telah menyapanya. Bukankah Allah telah berfirman:



لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

" Bagi setiap umat mempunyai ajal [ batas waktu ]. Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepataan sesaat pun." [ QS. Yunus : 49 ]

Wallohu a’lam bishowab










Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers