Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Ada Ghibah Yang Boleh Kok !


Kata Ghibah [ غيبة ] berakar dari kata [ غاب يغيب ] yang artinya tersembunyi, terbenam, tidak hadir, dan tidak tampak. Sedangkan kata ghibah sendiri sering dialihbahasakan dengan makna memfitnah, menggunjing atau mengumpat, karena si pengghibah telah membongkar dan mengungkapkan keburukan, aib dan kejelekan orang lain di hadapan manusia lainnya tanpa sepengetahuan orang tersebut, dalam ketersembunyian dan ketidakhadiran orang yang di ghibahinya, entah ia ridha atau tidak terhadap keburukan yang telah menjadi bahan pembicaraan di depan manusia lainnya.

Namun, secara fitrahnya tiadalah manusia yang rela dan suka bahwa keburukan, aib atau kekurangannya diketahui oleh orang lain, terlebih keburukan itu terungkapkan tanpa sepengetahuan dirinya. Dan semua manusia pasti berusaha untuk menutupi keburukan dan kekurangan yang terdapat pada dirinya, tidaklah sedikitpun mereka mau keburukan yang dimilikinya terlihat atau terpampang dalam pandangan mata manusia yang lain.

Bahkan jikalau ia mengetahui bahwa tabir aib atau keburukan dirinya disingkapkan oleh orang lain, pasti ia akan marah besar dan takkan pernah rela sedikit pun terhadap perlakuan orang tersebut. Inilah salah satu yang menjadikan ghibah itu terlarang dan haram hukumnya, bahkan Allah memisalkan orang yang mengghibah layaknya seorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri, apakah ia tiada merasa jijik dengannya ?

Allah berfirman ;

يا أيها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إن الله تواب رحيم

[ Wahai orang-orang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari kesalahan-kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian orang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati ? tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang ] [ QS. Al-Hujurat ; 12 ]

Dan ternyata tidaklah semua membicarakan keburukan atau aib orang lain haram hukumnya secara mutlak dan terlarang. Ada beberapa bentuk ghibah yang dibolehkan dan termaklumi darinya, hal ini karena adanya alasan-alasan syar’i yang terfaidahkan darinya.

Di antaranya ialah pengaduan seorang isteri tentang aib atau keburukan suaminya yang sedang ia keluhkan kepada orang yang terpercaya yang dianggapnya bisa memberikan solusi di dalamnya, seperti kepada seorang mufti, ulama, ustadz, orang tua, atau tokoh-tokoh agama yang benar-benar amanah terhadap masalah yang ia sampaikan.

Hal ini berdasarkan kisah Hindun binti Utbah yang mengadukan kebakhilan suaminya kepada Rasulullah. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah, ia berkata ;

دخلت هند بنت عتبة امرأة أبي سفيان على رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقالت: يا رسول الله، إن أبا سفيان رجل شحيح، لا يعطيني من النفقة ما يكفيني ويكفي بني إلا ما أخذت من ماله بغير علمه، فهل علي في ذلك من جناح؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «خذي من ماله بالمعروف ما يكفيك ويكفي بنيك»

[ Hindun binti Utbah isteri Abi Sufyan menemui Rasulullah. Lantas berkata, “ wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan itu adalah seorang yang bakhil, ia tidaklah menafkahiku dan anak-anaku secara cukup, melainkan aku telah mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuan dirinya. Apakah dalam masalah ini aku telah berdosa ? “ Kemudian Rasulullah berkata, “ Ambilah dari hartanya dengan cara yang baik yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu ] [ HR. Muslim ;1714 ]

Dalam kitab Subulus Salam dikatakan, “ Dalam hadits ini ada dalil yang menunjukan dibolehkannya menyebutkan seseorang dengan sesuatu yang tiada disukainya, akan tetapi jika dilakukannya sebagai bentuk pengaduan dan meminta fatwa. Inilah salah tempat yang dibolehkan di dalamnya untuk mengghibah “ [ Subulus Salam, As-Shan’ani, Dar Al-Bayan Al-Arabi, hal 1126 ]


Wallohu a’lam bishowab
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers