Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Inilah Hartamu

Makna Harta

Maal (harta) secara etimologi (bahasa) ialah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang. Adapun secara terminologi (istilah), para ulama berbeda pendapat mengenai makna harta; Imam Zarkasi dari kalangan Syafi'iyah mendefinisikan harta sebagai segala sesuatu yang bermanfaat, maksudnya sesuatu yang siap untuk diambil manfaatnya.

As-Suyuthi menceritakan dari Imam Syafi'I bahwa ia berkata, "Penamaan harta tidaklah digunakan melainkan untuk sesuatu yang memiliki nilai yang bisa diniagakan, dipastikan bisa hilang meskipun hanya sedikit, dan manusia tidak bisa lepas darinya, seperti uang dan yang semisalnya." (Al-Asybah Wannadzair, 327)

Jadi, harta adalah barang-barang yang bernilai yang menjadi kekayaan dan milik seseorang.

Nikmat Dunia

Harta merupakan salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada para hamba-Nya di dunia ini, kadarnya berbeda-beda dan dengannya manusia terbagi menjadi dua golongan, kaya dan miskin.

Sebagaimana kenikmatan dunia lainnya, harta juga kerap membuat lalai pemiliknya, lupa akan hakikatnya, dan jadilah ia seperti apa yang difirmankan oleh Allah:



"Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir." (QS. Al-Ma'arij: 19-21)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:

شَرُّ مَا فِيْ رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ

"Seburuk-buruk orang adalah orang kikir yang suka berkeluh kesah dan penakut yang tidak tahu malu." (HR. Abu Dawud, no. 2513)

Inilah Hartamu

Banyak manusia yang lupa bahwa harta yang akan menjadi milik sesungguhnya ialah harta yang dipergunakan dan dibelanjakan dalam kebaikan. Bukan harta yang dia simpan dan ditinggalkan untuk para ahli warisnya. Rasulullah bersabda:

أَيُّكُمْ مَالُ وَارِثِهِ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ مَالِهِ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ مَا مِنَّا أَحَدٌ إِلاَّ مَالُهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ. قَالَ: فَإِنَّ مَالَهُ مَا قَدَّمَ وَمَالُ وَارِثِهِ مَا أَخَّرَ

"'Siapakah dari kalian yang lebih mencintai harta ahli warisnya daripada hartanya sendiri?' Para sahabat menjawab, 'Wahai Rasulullah! Tidak ada seorang pun dari kami melainkan lebih mencintai hartanya sendiri.' Lalu beliau bersabda, 'Sesungguhnya harta yang menjadi miliknya ialah harta yang dia pergunakan (dalam kebaikan) sedangkan harta ahli warisnya adalah harta yang dia tinggalkan.'" (HR. Bukhari, no. 6442)

1. Harta Itu Milik Allah

Ketahuilah! sebanyak apa pun harta yang dimiliki oleh seseorang, sekaya apa pun ia dalam pandangan manusia karena hartanya, semua itu adalah milik Allah yang dititipkan kepadanya. Allah berfirman:



"Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi." (QS. Al-Baqarah, 284)

Dan di sana banyak sekali hak-hak yang harus ditunaikan, baik berupa hak Allah, seperti zakat maal, zakat fithri, sedekah, kurban, haji, dan yang lainnya atau berupa hak manusia, seperti hak anak yatim, hak para fakir miskin, hak aqiqah anak, hak nafkah keluarga, dan yang lainnya. 

Allah berfirman:



"Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros." (QS. Al-Isra': 26)



"Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta." (QS. Adz-Dzariyat: 19)

2. Harta Hanyalah Amanah

Harta yang dimiliki seorang hamba semata-mata hanyalah amanah atau titipan dari Allah. Harta itu tidak boleh dibelanjakan melainkan dalam perkara-perkara yang diridhai oleh-Nya. Oleh karena itu Allah berfirman:



"Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata (enggan) terhadapnya." (QS. Al-Baqarah: 267)

Rasulullah bersabda:

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِيْ بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِيْ فِي امْرَأَتِكَ

“Sungguh, tidaklah engkau menginfakkan harta dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah, melainkan engkau akan mendapatkan pahala darinya hingga makanan yang engkau berikan kepada istrimu”. (HR. Bukhari, no. 56)

Mafhum mukhalafah (makna yang dipahami dari kebalikan bunyi hukum) hadits di atas ialah jika harta itu dibelanjakan pada perkara yang haram atau dengan tujuan yang tidak baik, maka ia berdosa atas perbuatannya.

Bahkan dalam riwayat lain Rasulullah menjelaskan secara tegas bahwa Allah hanyalah menerima yang baik-baik saja. Termasuk dalam makna ini bahwa Allah tidak akan menerima penggunaan harta untuk perkara-perkara yang haram. Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

"Allah Maha Baik dan hanya menerima yang baik-baik." (HR. Muslim, no. 2393)

3. Harta Adalah Cobaan Bagi Pemiliknya

Sebagaimana halnya isteri dan anak keturunan adalah cobaan bagi manusia, harta juga dijadikan oleh Allah sebagai cobaan bagi manusia. Hal itu karena kadang-kadang isteri, anak dan harta dapat menjerumuskan seseorang untuk melakukan kemaksiatan dan perbuatan dosa kepada Allah.

Apakah mereka menjadi dermawan atau kikir, menggunakannya di jalan yang halal atau haram, bertambah rasa syukurnya atau kufurnya, dan apakah mereka semakin dekat dengan Allah atau malah semakin jauh dengan keberadaan harta itu? Allah menegaskan dalam firman-Nya:



"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmku ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka,….. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)." (QS. At-Taghabun: 14-15)

Abdullah bin Buraidah berkata, "Saya mendengar Abu Buraidah berkata, 'Rasulullah sedang menyampaikan khutbah kepada kami, tiba-tiba Hasan dan Husain yang memakai gamis merah berjalan-jalan dan keduanya terjatuh, maka Rasulullah turun dari mimbar untuk mengangkat kedunya dan meletakkannya di depan beliau. Kemudian beliau bersabda:

صَدَقَ اللَّهُ:{ ﮝ  ﮞ  ﮟ   ﮠﮡ  } نَظَرْتُ إِلَى هَذَيْنِ الصَّبِيَّيْنِ يَمْشِيَانِ وَيَعْثُرَانِ فَلَمْ أَصْبِرْ 

حَتَّى قَطَعْتُ حَدِيثِي وَرَفَعْتُهُمَا

"Maha benar Allah yang berfirman, 'Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu).' Dimana aku melihat kedua anak ini sedang berjalan-jalan kemudian terjatuh, aku pun tidak sabar (melihatnya) sehingga aku menyela khutbahku untuk mengangkat kedunya." (HR. At-Tirmidzi, no. 3774) 

4. Harta Tanggungjawabnya Lebih Besar

Semakin banyak harta yang dimiliki seorang hamba, semakin besar pula tanggungjawabnya di sisi Allah kelak pada hari kiamat. Bahkan kadar pertanggungjawabannya jauh lebih besar dari perkara-perkara lainnya, seperti umur, ilmu dan raga. Karena perkara-perkara ini hanya akan ditanyai oleh Allah dengan satu pertanyaan, sementara harta akan ditanyai dengan dua pertanyaan, "Dari mana.. dan untuk apa…?"

Dari Abu Barzah Al-Aslami, Rasulullah bersabda:

لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ

مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ

"Tidak akan bergeser kekuda kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya bagaimana ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang raganya untuk apa ia pergunakan." (HR. At-Tirmidzi, no. 2417) 

5. Banyak Harta Bukan Jaminan Keselamatan 

Sejatinya harta itu ibarat pedang bermata dua, di satu sisi bisa membawa kebaikan dan di sisi lain bisa pula mendatangkan keburukan. Kondisi ini tergantung dari pemiliknya, apakah ia menggunakannya di jalan kebaikan, ketaatan dan keridhaan Allah, atau sebaliknya harta itu digunakan untuk melakukan perbuatan buruk dan kemaksiatan kepada Allah.

Harta bisa menjadi bumerang bagi pemiliknya, yang bisa menciderai dan membinasakan jika ia tidak berhati-hati dalam menggunakannya. Bahkan tidak sedikit orang yang hanya menjadikan harta dan anak-anak sebagai alat untuk berlomba-lomba dan berbangga-bangga dalam kehidupan dunia.

Allah berfirman:



"Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, …. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu." (QS. Al-Hadid: 20)

Dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa harta dan anak keturunan tidaklah bermanfaat sedikit pun pada hari mereka dibangkitkan dari kuburnya. Hanya ketakwaan dan hati yang bersih yang akan berguna ketika itu. Hal ini sebagaimana firman Allah saat menghikayatkan doa nabi Ibrahim:

                                                   

"… Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (QS. Asy-Syu'ara': 87-89) 

Referensi

- Shahih AL-Bukhari
- Sunan Abi Dawud
- Sunan At-Tirmidzi, dll.
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers