Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

GIVING before ASKING

Rumah tangga dalam masyarakat ibarat hati dalam tubuh manusia. Apabila baik maka baiklah masyarakat yang ia hidup di dalamnya, dan jika buruk maka buruk pula masyarakat yang terbentuk olehnya. Untuk menciptakan masyarakat yang baik, maka harus diawali dari pembinaan keluarga yang baik, dan keluarga yang baik terbentuk oleh pribadi-pribadi yang baik dari setiap pasangan suami isteri.
Masing-masing pasangan telah membentuk satu kesatuan sebuah rumah tangga. Ibarat sebuah tubuh, tiap-tiapnya saling menguatkan satu sama lain, apabila yang satu sakit maka yang lain akan merasakan sakit, jika salah seorang dari keduanya merasa sedih yang lain juga turut bersedih, dan jika di antara mereka sedang bergembira yang lainnya pun ikut bergembira. Berat saling memikul, ringan saling menjinjing. Itulah gambaran sebuah rumah tangga yang ideal dan harmonis.
Tidak ada seorang muslim pun yang membina sebuah rumah tangga lewat tali pernikahan, melainkan mengharapkan terciptanya sebuah keluarga yang harmonis islamis. Lantas, bagaimanakah tiap-tiap dari mereka bisa menciptakan iklim keluarga yang harmonis islamis?
Apa Kuncinya?
Kuncinya mudah, namun dalam praktikanya dibutuhkan perjuangan dan kerja keras dari masing-masing mereka. "GIVING before ASKING", memberi sebelum menuntut, inilah kunci untuk merealisasikan harapan di atas. Tiap-tiap pasangan harus menunaikan kewajibannya terlebih dahulu sebelum menuntut haknya, niscaya mereka akan mendapatkan apa yang diharapkan sebelum mereka memintanya.
Rasulullah bersabda:
فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ
"Maka berikanlah hak kepada setiap pemiliknya." (HR. Bukhari, no. 1968)
Mengenal Siapa Dirinya
            Untuk menjalankan konsep di atas, langkah pertama, setiap pasangan harus mengenal siapa dirinya sendiri. Bukan sebatas mengetahui posisinya sebagai apa dalam sebuah keluarga, namun ia harus tahu pula secara lebih mendasar bahwa keluarga merupakan salah satu instrument penting dalam penghambaan dirinya kepada Allah. Dengan demikian, apa yang menjadi kewajibannya dalam sebuah rumah tangga semata-semata ditunaikan sebagai bentuk ibadah dan mengharap pahala dari Allah.
Inilah energi batin yang menjadikan setiap pasangan senantiasa berusaha menjaga dirinya tetap berada dalam jalur yang benar. Seandainya pun ia tergelincir dalam perbuatan salah atau dosa, maka akan dengan mudah baginya kembali ke jalan yang benar, karena ia sadar akan posisinya dalam sebuah keluarga yang berada dalam lingkup peribadatan kepada Allah.
Jika ia seorang suami, ia tahu akan kewajibannya yang senantiasa terus dijaga agar bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya kepada isteri maupun anak-anaknya. Jika ia seorang isteri, ia pun mengerti hak-hak suami maupun anak-anaknya yang harus diberikan sebelum dirinya menuntut haknya.
Mengenal hak dan kewajiban
Selanjutnya, jika setiap pasangan sudah mengenal siapa dirinya dengan baik, baik dalam konteks sebagai suami/isteri dalam sebuah rumah tangga maupun sebagai seorang hamba dalam perjalanan hidupnya, tentu setiap mereka wajib mengetahui akan hak-hak dan kewajibannya. Masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda. Seorang suami memiliki hak dan kewajiban sendiri, demikian pula seorang isteri memiliki hak dan kewajiban yang khas yang harus ditunaikan. Perbedaan inilah yang nantinya menciptakan sebuah rumah tangga yang indah tatkala ditunaikan dengan baik. Dimana setiap pasangan saling melengkapi dan mengisi, menguatkan dan menutupi.
Rasulullah bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِيْ
"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya. Dan saya adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap isteriku." (HR. At-Tirmidzi, no. 3890)
Dalam hadits di atas, kita bisa melihat bagaimana konsep akhlak menjadi tolak ukur kebaikan seseorang. Hal ini tidak diragukan lagi, karena orang yang berakhlak adalah orang yang mengetahui siapa dirinya, apa posisinya, apa yang menjadi hak dan kewajibannya, dan apa yang harus diperbuatnya, baik dalam keluarga, sosial masyarakat, maupun kehidupan secara umum.
Rasulullah juga pernah bersabda kepada Umar:
أَلاَ أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ
"Maukah aku kabarkan kepadamu tentang  sebaik-baik harta simpanan bagi seseorang? (yaitu) isteri shalihah, apabila dipandang menyenangkan, dan jika diperintah taat dan jika ditinggal suaminya, ia akan menjaga (harta suami  dan kehormatannya)." (HR. Abu Dawud, no. 1666, Syaikh Al-Albani menghukumi hadits ini dhaif)
Dari hadits ini kita bisa melihat bahwa keshalihan seorang isteri menjadi modal yang sangat berharga untuk membina sebuah rumah tangga yang harmonis. Dimana keshalihan itu bersumber dari pemahaman dan pengamalan agamanya yang benar. Dan aspek keshalihan pribadi seorang isteri adalah generator yang menjadikan ia tahu akan posisinya sebagai isteri bagi suaminya atau ibu bagi anak-anaknya, yang akhirnya ia pun akan berusaha untuk menunaikan hak dan kewajiban dengan sebaik-baiknya.
Pesan implisit dari dua hadits di atas, bahwa aspek ilmu (pengetahuan dan pemahaman agama) adalah aspek paling urgen yang mendasari setiap pasangan untuk tetap menjaga dan menunaikan apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Hak dan kewajiban di sini adalah dalam perspektif syariat, bukan menurut pendapat para pengamat atau pemikir ataupun yang lainnya. Sehingga pengetahuan tentangnya juga harus dilihat dari aspek syariat. Pengetahun paripurna akan hak dan kewajiban setiap pasangan dalam perspektif syariat mendorongnya untuk lebih mendahulukan aspek giving daripada asking.
Urgensi ilmu
Konsep "Giving before Asking" secara otomatis akan menghadirkan apa yang menjadi haknya dari pasangannya tanpa ia harus menuntut. Karena setiap pasangan merasa diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Perlakuan inilah yang kemudian mendorong untuk menunaikan hak-hak pasangannya dengan ikhlas dan senang tanpa adanya beban.
Konsep ini dapat terealisasikan dengan baik oleh mereka yang benar-benar memahami agamanya dengan baik pula. Inilah salah satu nilai yang terkandung dalam firman Allah:
ﯞ  ﯟ  ﯠ  ﯡ  ﯢ  ﯣﯤ  
"Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama." (QS. Fathir: 28)
Syaikh As-Sa'di berkata, "Orang yang paling mengenal Allah adalah orang yang paling banyak rasa takutnya, yang menjadikannya takut kepada Allah, menjauhi perbuatan maksiat, dan mempersiapkan diri untuk hari pertemuan dengan yang ditakutinya. Ini merupakan dalil akan keutamaan ilmu, dimana ilmu akan mendorongnya takut kepada Allah."
Wallahu a'lam
Oleh : Saed As-Saedy, Lc.
Referensi:
-          Taisir Al-Karim Ar-Rahman, Syaikh As-Sa'di.



Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers