Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Fitrah laki-laki dan perempuan

Allah telah menciptakan mahluk-Nya berpasang-pasangan. Seperti langit pasangannya dengan bumi, panas dengan dingin, malam dengan siang, daratan dengan lautan, laki-laki dengan perempuan dan yang selainnya. Masing-masing ciptaan itu membawa tugasnya sendiri-sendiri. Mereka tidak boleh keluar dari ketentuan Allah. Semua aktivitasnya harus sesuai dengan fitrah yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Mereka tidaklah memiliki kelebihan dari yang lain. Semuanya sama dalam pandangan Allah. Mereka hanya bersinergi membentuk tatanan alam semesta secara teratur dan rapih.

Oleh karena itu, barangsiapa keluar dari fitrah dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, maka yang akan terjadi adalah kekacauan dan bencana yang sangat besar. Karena masing-masing diciptakan oleh Allah menurut fitrahnya sebagaimana penciptaan manusia yang secara naluri mereka itu diciptakan beragama yaitu agama tauhid. Maka barangsiapa keluar dari fitrah ini [agama tauhid], maka hal itu adalah sebuah ketidakwajaran dan akan terjadinya kekacauan yang disebabkan olehnya. Demikian pula terhadap gambaran mahluk Allah secara umum lainnya.

Perhatikanlah Firman Allah berikut ini :

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama [islam]; [sesuai] fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut [fitrah] itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. [itulah] agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30)

Kini kita melihat sisi lain yang lebih simpel. Allah telah menciptakan laki-laki sesuai dengan fitrahnya yang mulia, demikian juga perempuan diciptakan sesuai dengan fitrahnya yang berbeda dengan laki-laki. Tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya dalam pandangan Allah. Masing-masing saling melengkapi dan membutuhkan satu sama lain.

Seorang lelaki tidaklah lebih mulia daripada seorang perempuan dengan beberapa tugas dan kewajibannya yang harus dipikulnya. Demikian juga seorang perempuan tidaklah lebih mulia daripada seorang laki-laki dengan beberapa tugasnya yang mulia. Hanya ketaatan dan ketaqwaanlah yang menjadikan mereka lebih mulia daripada yang lainnya di hadapan Allah. Kemuliaan di sisi Allah bukanlah dari sudut gender maupun pangkat dan kekayaan. Akan tetapi iman dan amal shalih inilah yang akan menjadi perhitungan di sisi-Nya.

Allah berfirman :

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kemudian Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui Maha teliti.” (QS. Al-Hujurat : 13)

Rasulullah bersabda :

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada perawakanmu dan hartamu, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amalmu.”[1]

Syikah As-Sa’di mengatakan dalam kitab tafsirnya, “Sesungguhnya kemuliaan itu dengan takwa. Mereka yang paling mulia di sisi-Nya ialah orang-orang yang paling bertakwa di antara mereka. Mereka ialah orang yang paling taat kepada-Nya dan jauh dari kemaksiatan. Bukan orang yang memiliki banyak kerabat dan kaum, atau yang paling mulia nasabnya.” [2]

Imam Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya, ”Tingkat kemuliaan manusia sama jika dilihat dari sisi bahan penciptaan Adam dan Hawa. Yang memuliakan mereka dari yang lainnya adalah perkara-perkara agama, yaitu ketaatan kepada Allah dan ittiba’ (mengikuti) kepada Rasul-Nya.”[3]

DR. Na’man mengatakan, “Kehidupan dunia yang di dalamnya terdapat baik dan buruk, mudah dan susah, sedih dan bahagia, mati dan hidup atau yang lainnya tidaklah khusus bagi kaum laki-laki tanpa perempuan, atau khusus bagi kaum perempuan tanpa laki-laki. Akan tetapi, semua itu berlaku bagi keduanya. Seorang perempuan adalah patner bagi laki-laki. Dalam kehidupannya mereka saling membantu untuk mendapatkan kebaikan dan mencegahnya dari beragam kemudharatan.”[4]

Merupakan fitrah laki-laki ialah memiliki kekuatan fisik lebih besar di bandingkan perempuan, karena ia dituntut menjadi kepala keluarga yang berkewajiban memenuhi nafkah keluarganya, menyediakan tempat tinggal, pakaian, dan menjadi pelindung bagi seorang perempuan (isteri) dan anak-anaknya.

Allah berfirman :

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) , dan karena mereka (laki-laki) telah memberi nafkah dari hartanya.“ (QS. An-Nisa : 34)

Sedangkan perempuan diciptakan sebagai manusia yang lemah secara fisik dibandingkan laki-laki. Namun Allah memberinya sifat kelembutan dan kasih sayang yang lebih besar yang tidak dimiliki oleh kaum laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan itu disiapkan untuk menjadi sosok pendidik dan pembimbing terhadap pertumbuhan dan perkembangan sikap, perilaku, mental dan akhlak anak-anaknya.

Antara laki-laki dan perempuan, masing-masing memiliki sifat kekurangan dan kelebihan yang saling melengkapi satu sama lain. Sehingga dengan menjalankan peranannya masing-masing, tidak mengurangi apa yang menjadi kewajibannya dan tidak menuntut lebih apa yang menjadi haknya, maka akan terwujudlah keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat.

Allah telah menjadikan perempuan sebagai pasangannya bagi laki-laki, demikian juga sebaliknya. Semua itu untuk mewujudkan rasa tentram yang penuh kasih dan sayang di antara mereka. Hal ini sebagaiman firman Allah :

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum : 21)

Dengan demikian, terlahirlah rasa ketertarikan di antara mereka, kecenderungan untuk saling dekat dan memiliki sesuai dengan fitrahnya. Puncak perasaan ini akan tumbuh saat usia mereka menginjak masa baligh dan pubertas. Akan tetapi, islam tidak membiarkan aliran perasaan fitrah itu mengalir ke mana-mana tanpa adanya sekat maupun pembatas. Islam memberikan batasan-batasan yang tidak mengurangi sedikitpun fitrah mereka. Islam hanya mengarahkan dan menuntun fitrah mereka agar tetap berada pada jalurnya.

Karena tanpa batasan-batasan syari, akan terjadi kekacauan dan kehancuran bagi umat manusia serta hilangnya fitrah yang ada pada mereka. Sungguh, kebebasan mutlak sangatlah berdampak negatif bagi kelangsungan hidup umat manusia. Di mana nafsu dan syahwat akan berkuasa untuk menggiring mereka ke lembah kehancuran tanpa terasa. Ia akan menjadikan setiap jiwa berbuat semena-mena tanpa mengenal rasa dan dosa. Ia akan menjadikan orientasi hidup mereka hanya keindahan dan kenikmatan sementara, padahal hakikatnya membawa mereka kepada kebinasaan.


---------------------------
[1] HR. Muslim (6708), Ibnu Majah (4143) dan Ahmad (7814)
[2] Tafsir As-Sa’di, Syaikh As-Sa’di, 1/802
[3] Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim [Tafsir Ibnu Katsir], Ibnu Katsir, 7/380
[4] Mabahits fii Tsaqofah Al-Islamiyah, DR. Na’man, Hal 81
Share:

Tidak ada komentar:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers